JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Isu perubahan iklim mendapat perhatian besar dari pemilih muda. Data ini muncul dari hasil survei yang dirilis Indikator Politik Indonesia bersama Yayasan Indonesia Cerah. Secara garis besar, pemilih muda mendorong agar isu lingkungan diangkat sebagai salah satu isu utama dalam pemilu presiden 2024. Bahkan melebihi isu ekonomi.
Pendiri dan Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Cerah Adhityani Putri menuturkan, krisis iklim selalu menjadi isu yang tenggelam dalam debat-debat politik. Selain itu, nyaris tidak ada partai politik yang memiliki kepedulian besar terhadap isu perubahan iklim. Padahal, ada kader parpol yang fasih membahas hal tersebut.
"Agenda utama Indonesia selalu hal lain, padahal krisis iklim memiliki dampak yang multidimensional," jelas Dhitri, sapaan akrabnya, dalam rilis bersama Indikator kemarin (27/10). Krisis iklim akan berpengaruh juga ke sektor lain termasuk ekonomi. Hal itu sudah disadari para pemilih pemula.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi memaparkan, survei itu melibatkan 4020 responden yang dibagi menjadi dua kelompok. Yakni kelompok usia 17-26 tahun sebanyak 3216 responden dan kelompok usia 27-35 tahun sebanyak 804 responden. Proporsi generasi Z dibuat lebih banyak karena kebanyakan dari mereka adalah first-time voter.
Sebanyak 85 persen generasi Z memiliki awareness terhadap krisis iklim. Sedikit lebih tinggi dibanding milenial yang mencapai 79 persen. Mayoritas responden menilai bahwa efek perubahan iklim sudah dirasakan sekarang dan sudah merugikan masyatakat. Hanya 20 persen yang menilai bahwa krisis iklim masih akan terasa dampaknya sekitar sepuluh tahun mendatang.
Dilihat dari sisi parpol, Burhan juga menggarisbawahi bahwa responden adalah konstituen parpol. Mereka sepakat bahwa krisis iklim penting untuk dibicarakan. Misalnya konstituen Partai Gerindra sebanyak 85 persen setuju, PDIP 80 persen, PAN 86 persen, dan Partai Golkar 80 persen. "Ini isu yang secara politik tidak terpolarisasi, ini multipartisan. Isu ini di-share semua konstituen apa pun bendera partainya," ucap Burhan.(jpg)
Laporan JPG, Jakarta
JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Isu perubahan iklim mendapat perhatian besar dari pemilih muda. Data ini muncul dari hasil survei yang dirilis Indikator Politik Indonesia bersama Yayasan Indonesia Cerah. Secara garis besar, pemilih muda mendorong agar isu lingkungan diangkat sebagai salah satu isu utama dalam pemilu presiden 2024. Bahkan melebihi isu ekonomi.
Pendiri dan Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Cerah Adhityani Putri menuturkan, krisis iklim selalu menjadi isu yang tenggelam dalam debat-debat politik. Selain itu, nyaris tidak ada partai politik yang memiliki kepedulian besar terhadap isu perubahan iklim. Padahal, ada kader parpol yang fasih membahas hal tersebut.
- Advertisement -
"Agenda utama Indonesia selalu hal lain, padahal krisis iklim memiliki dampak yang multidimensional," jelas Dhitri, sapaan akrabnya, dalam rilis bersama Indikator kemarin (27/10). Krisis iklim akan berpengaruh juga ke sektor lain termasuk ekonomi. Hal itu sudah disadari para pemilih pemula.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi memaparkan, survei itu melibatkan 4020 responden yang dibagi menjadi dua kelompok. Yakni kelompok usia 17-26 tahun sebanyak 3216 responden dan kelompok usia 27-35 tahun sebanyak 804 responden. Proporsi generasi Z dibuat lebih banyak karena kebanyakan dari mereka adalah first-time voter.
- Advertisement -
Sebanyak 85 persen generasi Z memiliki awareness terhadap krisis iklim. Sedikit lebih tinggi dibanding milenial yang mencapai 79 persen. Mayoritas responden menilai bahwa efek perubahan iklim sudah dirasakan sekarang dan sudah merugikan masyatakat. Hanya 20 persen yang menilai bahwa krisis iklim masih akan terasa dampaknya sekitar sepuluh tahun mendatang.
Dilihat dari sisi parpol, Burhan juga menggarisbawahi bahwa responden adalah konstituen parpol. Mereka sepakat bahwa krisis iklim penting untuk dibicarakan. Misalnya konstituen Partai Gerindra sebanyak 85 persen setuju, PDIP 80 persen, PAN 86 persen, dan Partai Golkar 80 persen. "Ini isu yang secara politik tidak terpolarisasi, ini multipartisan. Isu ini di-share semua konstituen apa pun bendera partainya," ucap Burhan.(jpg)
Laporan JPG, Jakarta