Jumat, 22 November 2024

Jusuf Kalla: Tak Perlu Khawatir Hak Angket

- Advertisement -

RIAUPOS.CO – Mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) ikut menanggapi usulan hak angket kecurangan pemilu. Dia mengatakan, jika pemilu tidak diwarnai kecurangan, tak perlu ada pihak yang khawatir dengan wacana tersebut.

JK mengungkapkan, hak ang­ket sejatinya baik untuk kedua pihak. Yakni, penggugat maupun tergugat. Sebab, penggunaan hak angket oleh DPR dapat menjadi momentum bagi pihak tergugat untuk melakukan klarifikasi terhadap dugaan kecurangan Pemilu 2024. Sedangkan dari sisi penggugat, lanjut JK, dapat menghilangkan kecurigaan yang selama ini muncul.

- Advertisement -

”Karena sekarang banyak isu bahwa ada masalah. Jadi kalau ada angket, hal itu bisa dijelaskan. Itu bagus sehingga menghilangkan kecurigaan,” ujar JK seusai menghadiri ujian promosi doktor mantan Menteri Perindustrian Saleh Husin di Universitas Indonesia (UI) kemarin (24/2).

JK mengatakan, jika tidak merasa bersalah, pihak tergugat tidak perlu khawatir terhadap hak angket yang diajukan DPR. Namun, apabila pihak tergugat merasa khawatir, hal itu bisa menjadi indikasi adanya kecurangan pada Pemilu 2024, terutama pilpres.

Dia menegaskan, jika tidak terjadi apa-apa, pihak tergugat bisa melakukan klarifikasi. ’’Jalani saja, tidak usah khawatir. Kalau memang tidak ada apa-apa bisa jadi klarifikasi, kecuali ada apa-apa tentu takut jadinya,’’ ungkap JK.

- Advertisement -

Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Chico Hakim, menjelaskan, penyelidikan pelanggaran dan kecurangan pemilu harus dilakukan melalui hak angket, bukan ke MK. Sebab, kewenangan MK terbatas. ’’Banyak hal terkait kecurangan pemilu yang tidak bisa diselesaikan di MK,’’ kata Chico.

Dia mengungkapkan, MK hanya berwenang mengusut sengketa pemilu terkait perselisihan suara. Padahal, pelanggaran atau kecurangan pemilu tidak hanya terkait dengan perolehan suara. Menurut dia, MK itu seperti mahkamah kalkulator karena hanya akan bicara soal sengketa pemilu atau perselisihan suara. Sedangkan hak angket DPR tidak hanya bicara soal perselisihan suara, tetapi pelanggaran pemilu secara keseluruhan. Baik dari sisi lembaga penyelenggara dan pengawas, pelanggaran prosedur, permainan uang, maupun dugaan keterlibatan aparat pemerintah.

Chico menjelaskan, ada lima hal yang dapat diselidiki terkait pelanggaran pemilu melalui hak angket DPR. Pertama, memastikan ada tidaknya pelanggaran konstitusi oleh penyelenggara, pengawas, dan lembaga peradilan, termasuk MK itu sendiri. Kedua, menelisik dugaan keterlibatan ASN, TNI/Polri, pejabat BUMN, kepala daerah, dan kepala desa dalam pemenangan salah satu peserta pemilu. ’’Ini juga masalah yang penting dalam pemilu, tapi tidak bisa diselesaikan di MK,’’ ungkap Chico.

Baca Juga:  Internal Gerindra Bantah Sandiaga Uno Gantikan Prabowo Jadi Ketum

Ketiga, apakah ada pelanggaran prosedur, permainan uang, intervensi kekuasaan dalam penetapan peserta pemilu, baik penetapan calon presiden (capres), calon wakil presiden (cawapres), maupun partai politik (parpol).

”Nah, ini yang ditunggu-tunggu karena bukan hanya soal penetapan capres dan cawapres, tapi juga partai peserta pemilu yang diloloskan KPU, seperti Partai Gelora dan PSI yang kalau ditelisik sebenarnya rentan tidak memenuhi syarat,’’ tutur Chico.

Keempat, menyelidiki soal penyaluran bantuan langsung tunai (BLT), bantuan sosial (bansos), dan latar belakang penetapan anggaran tersebut. Kelima, dugaan keterlibatan presiden dan kroninya dalam gerakan untuk mengondisikan lolosnya putusan MK yang melanggar konstitusi.

Selanjutnya, soal kampanye terselubung presiden yang terlihat dari pertemuan dengan pimpinan partai pengusung paslon nomor urut 2. Pertemuan itu diekspos di hadapan publik untuk ’’menjual pengaruh’’ sebagai bentuk diskriminasi kepada pasangan capres yang lain.

Menurut Chico, masalah itu hanya bisa diselidiki melalui hak angket dan tidak bisa diselesaikan di MK. ’’Ini agar masyarakat tahu dan enggak berandai-andai untuk membawa masalah pelanggaran pemilu ke MK,’’ ujar Chico.

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan bahwa wacana penggunaan hak angket seharusnya cukup ditanggapi secara proporsional berbasis konstitusi. Sebab, hak angket merupakan salah satu hak DPR yang dijamin konstitusi.

Hidayat menuturkan bahwa berdasar Pasal 20A ayat (2) UUD NRI 1945, DPR memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Hak angket tersebut adalah hak DPR untuk menyelidiki pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah UU Pemilu, di mana asas pemilu yang bebas, rahasia, jujur, dan adil dinilai telah dilanggar.

Baca Juga:  Pasca-Pengunduran Diri Ketua DPRD Inhu, BK Surati Biro Hukum Pemprov Riau

Jadi, apabila ada anggota DPR yang ingin menggunakan hak angket tersebut, baik secara inisiatif maupun karena memperjuangkan aspirasi rakyat termasuk calon presiden atau wakil presiden, tidak ada alasan untuk menolaknya. ’’Maka, silakan saja ajukan hak angket itu karena memang dibolehkan oleh UUD NRI 1945,” ujarnya melalui siaran pers.

HNW –sapaan Hidayat– menyayangkan adanya beberapa pihak yang merespons wacana hak angket itu secara berlebihan, seolah-olah hanya gertakan politik atau mengaitkan dengan hasil quick count atau real count pemilu yang belum final. HNW mengatakan, hak angket tersebut sebaiknya tidak diargumentasikan soal kalah-menang dalam Pemilu 2024 yang memang hasilnya belum diumumkan oleh KPU. Namun, hak angket itu merupakan wujud pelaksanaan fungsi pengawasan DPR terhadap pemerintah.

Menurut dia, syarat hak angket adalah diusulkan oleh minimal 25 anggota DPR dan berasal lebih dari satu fraksi. Selama syarat itu terpenuhi, tidak ada halangan hak angket tersebut digunakan. ’’Dan tidak ada hak konstitusional siapa pun untuk membuat gaduh dengan mem-framing negatif dan menolak hak angket oleh DPR,” tegasnya.

Anggota Komisi II DPR Fraksi PAN Guspardi Gaus mengatakan, proses rekapitulasi suara pemilu belum selesai. Jadi, semua pihak seharusnya fokus mengawal proses itu sampai KPU menetapkan perolehan suara secara resmi.

Sampai sekarang, lanjut dia, KPU juga belum menetapkan siapa yang menjadi pemenang dalam Pilpres 2024. ’’Ya, kita tunggu rekapitulasi suara dan penetapan KPU siapa yang nanti menjadi presiden dan wakil presiden terpilih,’’ ungkapnya.

Soal dugaan kecurangan pemilu, dia mempersilakan untuk melapor ke Bawaslu. Jika ada pelanggaran etika yang dilakukan penyelenggara pemilu, mereka bisa melapor ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Jadi, ada ruang yang bisa ditempuh melalui Bawaslu dan DKPP, bukan kemudian mengajukan hak angket ke DPR. ’’Apalagi saat ini dewan masih melakukan reses sehingga tidak mungkin mengusulkan dan membahas hak angket,’’ tegas Guspardi.(lum/c6/oni/jpg/muh)

Laporan JPG, Jakarta

RIAUPOS.CO – Mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) ikut menanggapi usulan hak angket kecurangan pemilu. Dia mengatakan, jika pemilu tidak diwarnai kecurangan, tak perlu ada pihak yang khawatir dengan wacana tersebut.

JK mengungkapkan, hak ang­ket sejatinya baik untuk kedua pihak. Yakni, penggugat maupun tergugat. Sebab, penggunaan hak angket oleh DPR dapat menjadi momentum bagi pihak tergugat untuk melakukan klarifikasi terhadap dugaan kecurangan Pemilu 2024. Sedangkan dari sisi penggugat, lanjut JK, dapat menghilangkan kecurigaan yang selama ini muncul.

- Advertisement -

”Karena sekarang banyak isu bahwa ada masalah. Jadi kalau ada angket, hal itu bisa dijelaskan. Itu bagus sehingga menghilangkan kecurigaan,” ujar JK seusai menghadiri ujian promosi doktor mantan Menteri Perindustrian Saleh Husin di Universitas Indonesia (UI) kemarin (24/2).

JK mengatakan, jika tidak merasa bersalah, pihak tergugat tidak perlu khawatir terhadap hak angket yang diajukan DPR. Namun, apabila pihak tergugat merasa khawatir, hal itu bisa menjadi indikasi adanya kecurangan pada Pemilu 2024, terutama pilpres.

- Advertisement -

Dia menegaskan, jika tidak terjadi apa-apa, pihak tergugat bisa melakukan klarifikasi. ’’Jalani saja, tidak usah khawatir. Kalau memang tidak ada apa-apa bisa jadi klarifikasi, kecuali ada apa-apa tentu takut jadinya,’’ ungkap JK.

Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Chico Hakim, menjelaskan, penyelidikan pelanggaran dan kecurangan pemilu harus dilakukan melalui hak angket, bukan ke MK. Sebab, kewenangan MK terbatas. ’’Banyak hal terkait kecurangan pemilu yang tidak bisa diselesaikan di MK,’’ kata Chico.

Dia mengungkapkan, MK hanya berwenang mengusut sengketa pemilu terkait perselisihan suara. Padahal, pelanggaran atau kecurangan pemilu tidak hanya terkait dengan perolehan suara. Menurut dia, MK itu seperti mahkamah kalkulator karena hanya akan bicara soal sengketa pemilu atau perselisihan suara. Sedangkan hak angket DPR tidak hanya bicara soal perselisihan suara, tetapi pelanggaran pemilu secara keseluruhan. Baik dari sisi lembaga penyelenggara dan pengawas, pelanggaran prosedur, permainan uang, maupun dugaan keterlibatan aparat pemerintah.

Chico menjelaskan, ada lima hal yang dapat diselidiki terkait pelanggaran pemilu melalui hak angket DPR. Pertama, memastikan ada tidaknya pelanggaran konstitusi oleh penyelenggara, pengawas, dan lembaga peradilan, termasuk MK itu sendiri. Kedua, menelisik dugaan keterlibatan ASN, TNI/Polri, pejabat BUMN, kepala daerah, dan kepala desa dalam pemenangan salah satu peserta pemilu. ’’Ini juga masalah yang penting dalam pemilu, tapi tidak bisa diselesaikan di MK,’’ ungkap Chico.

Baca Juga:  Demokrat dan Golkar Tolak Usulan Hak Angket

Ketiga, apakah ada pelanggaran prosedur, permainan uang, intervensi kekuasaan dalam penetapan peserta pemilu, baik penetapan calon presiden (capres), calon wakil presiden (cawapres), maupun partai politik (parpol).

”Nah, ini yang ditunggu-tunggu karena bukan hanya soal penetapan capres dan cawapres, tapi juga partai peserta pemilu yang diloloskan KPU, seperti Partai Gelora dan PSI yang kalau ditelisik sebenarnya rentan tidak memenuhi syarat,’’ tutur Chico.

Keempat, menyelidiki soal penyaluran bantuan langsung tunai (BLT), bantuan sosial (bansos), dan latar belakang penetapan anggaran tersebut. Kelima, dugaan keterlibatan presiden dan kroninya dalam gerakan untuk mengondisikan lolosnya putusan MK yang melanggar konstitusi.

Selanjutnya, soal kampanye terselubung presiden yang terlihat dari pertemuan dengan pimpinan partai pengusung paslon nomor urut 2. Pertemuan itu diekspos di hadapan publik untuk ’’menjual pengaruh’’ sebagai bentuk diskriminasi kepada pasangan capres yang lain.

Menurut Chico, masalah itu hanya bisa diselidiki melalui hak angket dan tidak bisa diselesaikan di MK. ’’Ini agar masyarakat tahu dan enggak berandai-andai untuk membawa masalah pelanggaran pemilu ke MK,’’ ujar Chico.

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan bahwa wacana penggunaan hak angket seharusnya cukup ditanggapi secara proporsional berbasis konstitusi. Sebab, hak angket merupakan salah satu hak DPR yang dijamin konstitusi.

Hidayat menuturkan bahwa berdasar Pasal 20A ayat (2) UUD NRI 1945, DPR memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Hak angket tersebut adalah hak DPR untuk menyelidiki pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah UU Pemilu, di mana asas pemilu yang bebas, rahasia, jujur, dan adil dinilai telah dilanggar.

Baca Juga:  Airlangga Gelar Makan Siang Gratis di Kantornya

Jadi, apabila ada anggota DPR yang ingin menggunakan hak angket tersebut, baik secara inisiatif maupun karena memperjuangkan aspirasi rakyat termasuk calon presiden atau wakil presiden, tidak ada alasan untuk menolaknya. ’’Maka, silakan saja ajukan hak angket itu karena memang dibolehkan oleh UUD NRI 1945,” ujarnya melalui siaran pers.

HNW –sapaan Hidayat– menyayangkan adanya beberapa pihak yang merespons wacana hak angket itu secara berlebihan, seolah-olah hanya gertakan politik atau mengaitkan dengan hasil quick count atau real count pemilu yang belum final. HNW mengatakan, hak angket tersebut sebaiknya tidak diargumentasikan soal kalah-menang dalam Pemilu 2024 yang memang hasilnya belum diumumkan oleh KPU. Namun, hak angket itu merupakan wujud pelaksanaan fungsi pengawasan DPR terhadap pemerintah.

Menurut dia, syarat hak angket adalah diusulkan oleh minimal 25 anggota DPR dan berasal lebih dari satu fraksi. Selama syarat itu terpenuhi, tidak ada halangan hak angket tersebut digunakan. ’’Dan tidak ada hak konstitusional siapa pun untuk membuat gaduh dengan mem-framing negatif dan menolak hak angket oleh DPR,” tegasnya.

Anggota Komisi II DPR Fraksi PAN Guspardi Gaus mengatakan, proses rekapitulasi suara pemilu belum selesai. Jadi, semua pihak seharusnya fokus mengawal proses itu sampai KPU menetapkan perolehan suara secara resmi.

Sampai sekarang, lanjut dia, KPU juga belum menetapkan siapa yang menjadi pemenang dalam Pilpres 2024. ’’Ya, kita tunggu rekapitulasi suara dan penetapan KPU siapa yang nanti menjadi presiden dan wakil presiden terpilih,’’ ungkapnya.

Soal dugaan kecurangan pemilu, dia mempersilakan untuk melapor ke Bawaslu. Jika ada pelanggaran etika yang dilakukan penyelenggara pemilu, mereka bisa melapor ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Jadi, ada ruang yang bisa ditempuh melalui Bawaslu dan DKPP, bukan kemudian mengajukan hak angket ke DPR. ’’Apalagi saat ini dewan masih melakukan reses sehingga tidak mungkin mengusulkan dan membahas hak angket,’’ tegas Guspardi.(lum/c6/oni/jpg/muh)

Laporan JPG, Jakarta

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari