JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis survei nasional yang bertajuk ’’Kondisi Demokrasi dan Ekonomi Politik Nasional Pasca-Kerusuhan 21-22 Mei’’. Hasilnya, angka kepuasan demokrasi Indonesia masih terbilang masih cukup tinggi.
Namun, fakta itu diiringi oleh tingginya angka responden yang mengaku takut berbicara soal politik setelah kerusuhan 21-22 Mei. Berdasarkan data SMRC, sekitar 59 persen dari 1.220 responden menganggap cukup puas dengan jalannya demokrasi selama ini. Sedangkan 7 persen respondennya menyatakan merasa sangat puas.
Di sisi lain, ada sekitar 26 persen responden yang menyatakan kurang puas, 4 persen mengaku tidak puas sama sekali dan 4 persen sisanya tidak menjawab. Dalam surveinya tersebut, ada sekitar 43 persen responden Indonesia menyatakan takut berbicara politik pasca kerusuhan 21-22 Mei 2019. Angka tersebut meningkat tajam dibandingkan dengan periode awal Joko Widodo (Jokowi) memimpin pada 2014 lalu yang hanya sebesar 17 persen.
’’Saat ini ada peningkatan, itu menyebabkan publik takut untuk berbicara politik,’’ kata Direktur Program SMRC Sirojuddin Abbas, di kantornya, Menteng, Jakarta, Minggu (16/6/2019).
Tren tersebut juga lebih jauh meningkat daripada periode kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2009 lalu. Abbas mengatakan, pada era SBY hanya sebesar 16 persen masyarakat yang takut berbicara politik.
’’Ini perlu kita catat bahwa saat ini ada tren kenaikan perasaan takut di masyarakat untuk berbicara politik. Ada penurunan kualitas,’’ katanya.
Kendati demikian, dia mengatakan saat ini ada pula masyarakat Indonesia yang masih mau berbicara politik. Dalam temuannya, sebesar 35 persen masyarakat Indonesia masih sering bicara politik.
Sedangkan, yang mengaku jarang bicara politik sebesar 25 persen, tidak pernah bicara politik sebesar 26 persen, selalu bicara politik 8 persen, dan tidak menjawab 7 persen.
’’Sebagian besar jarang bicara politik,’’ katanya. Survei SMRC kali ini digelar dengan responden warga yang berusia 17 tahun atau lebih atau yang sudah menikah dalam rentang waktu 20 Mei-1 Juni 2019. Metode survei yang digunakan adalah multistage random sampling dengan 1220 responden.