Sabtu, 27 Juli 2024

Urgensi Transformasi Metode Dakwah

RIAUPOS.CO – Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, hampir separuh bulan Ramadan kita lalui. Masjid-masjid sudah mulai berkurang jemaahnya. Fenomena ini selalu terjadi setiap bulan Ramadan.

Setiap ceramah di awal bulan Ramadan, para ustaz selalu mengatakan jemaah akan semakin berkurang ibarat “ekor tikus” di akhir Ramadan. Fenomena seperti hal yang biasa terjadi di setiap masjid. Namun ada fenomena lain yang mengusik bagiku, masjid hanya diramaikan oleh generasi tua.

- Advertisement -

Jarang terdengar sekarang pemuda aktif dalam kegiatan masjid. Di masjid dekat rumahku memang minim peran dan partisipasi pemuda dalam kegiatan Ramadan. Kemanakah generasi muda, generasi milenial? Fenomena ini, apakah hanya di masjid dekat rumahku saja? Banyak sekali pertanyaan saya. Aku coba melihat fenomena ini dari kaca mata Ilmu Komunikasi.

Menurut saya, dakwah di masjid kini dianggap tidak menarik minat kaum muda muslim. Khususnya generasi milineal. Hasil studi dan kajian terungkap bahwa kaum milenial mulai menjauhi dakwah konvensional. Semakin banyak milineal muslim menyukai kajian agama online.

Hasil kajian terbaru yang dilakukan Pusat Studi Agama dan Budaya (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menunjukkan, muslim milenial menganggap dakwah atau kajian di masjid tidak lagi relevan dengan persoalan mereka.

- Advertisement -

Sebagian besar topik yang diangkat dan cara mengangkatnya, cara membahasnya membosankan buat kaum milenial, tidak menyentuh keperluan dan yang dihadapi sehari-hari oleh kaum milenial yang sedang mencari identitas.

Baca Juga:  Charger Jiwa dan Raga untuk Mencapai Surga-Nya

Masjid dalam tradisi yang panjang sebagai lembaga keislaman untuk penguatan komunitas, momentum ini mestinya dimanfaatkan untuk meningkatkan sisi spiritual dan sosial bagi kaum milenial.

Menurut saya, model dakwah harus bertransformasi ke model dakwah baru yang menggunakan teknologi media untuk menarik kaum milenial. Perkembangan teknologi pada era ini memengaruhi model dakwah semakin berkembang pesat dan dinamis.

Salah satu tren teknologi pada era milenial ini adalah media digital karena lebih cepat dan mudah untuk mengakses informasi. Dakwah adalah menyeru, memanggil, mengajak dan mendorong seseorang untuk melakukan hal kebaikan.

Dakwah harus bisa memanfaatkannya dengan baik dan semaksimal mungkin segala instrument komunikasi. Jika tidak, maka dakwah akan tertinggal dan semakin melambat sehingga akan memengaruhi akhlak dan moral pada generasi milenial. Media digital apakah dapat menjadi daya tarik generasi milenial dalam berdakwah?

Model dakwah masa kini berbeda dengan dakwah pada masa lalu. Di mana dakwah pada masa kini, generasi milenial dapat menggunakan model dakwah digital. Dakwah digital adalah model pengajaran Islam melalui media. Model dakwah ini dapat diakses kapan saja dan di mana saja.

Hal ini sesuai dengan karakteristik masyarakat milenial yang sangat akrab dengan teknologi. Salah satunya karena adanya internet (media sosial). Media sosial merupakan aplikasi berbasis internet (media online) di mana pengguna dapat terhubung berbagi informasi dan berkomunikasi dengan orang lain.

Urgensi Media dalam Dakwah

Baca Juga:  Rahasia Puasa dan Kesabaran Batiniah

Dalam dakwah masa kini, pemanfaatan media sangat penting dan diperlukan guna mendorong ketertarikan khalayak untuk senantiasa mendengarkan ceramah. Dakwah pada era milenial ini dituntut untuk dapat aktual, faktual, dan kontekstual. Aktual berarti dakwah dapat memecahkan masalah. Faktual berarti dakwah dilakukan secara konkrit dan nyata.

Sedangkan kontekstual berarti penyampaian dakwah secara relevan dan menyangkut problematika yang sedang dihadapi masyarakat. Dakwah masa kini sudah serba digital. Di mana dengan adanya gadget yang kita miliki terdapat banyak fitur Islami yang menunjang kita dalam mempermudah aktivitas sehari-hari. Seperti terdapat aplikasi membaca Al-Qur’an, pengingat salat, pengingat zakat dan masih banyak lagi.

Hal tersebut sangat mempermudah kita dalam mendalami ajaran Islam. Bagi dai dakwah digital merupakan peluang baru untuk berdakwah dengan mengikuti tren masa kini yaitu dengan memanfaatkan media sosial.

Misalkan Ustaz Abdul Somad menggunakan media sosial dalam menyampaikan ceramahnya. Beliau terkenal dengan popularitasnya yakni berdakwah melalui konten dakwah yang viral di YouTube. Beliau memahami dengan baik kecenderungan masyarakat masa kini yang banyak mengonsumsi media internet.

Transformasi dakwah kini, bukan berarti tidak perlu dakwah di masjid. Masjid tetap menjadi pusat spritualisme dan legitimasi dalam menyampaikan konten-konten spiritual dalam memakmurkan masjid. Tentu saja melibatkan kaum milenial dengan cara penguatan metode dakwah yang bisa diterima oleh semua kalangan khususnya kaum milenial.***

Oleh : Suyanto, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Unri

RIAUPOS.CO – Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, hampir separuh bulan Ramadan kita lalui. Masjid-masjid sudah mulai berkurang jemaahnya. Fenomena ini selalu terjadi setiap bulan Ramadan.

Setiap ceramah di awal bulan Ramadan, para ustaz selalu mengatakan jemaah akan semakin berkurang ibarat “ekor tikus” di akhir Ramadan. Fenomena seperti hal yang biasa terjadi di setiap masjid. Namun ada fenomena lain yang mengusik bagiku, masjid hanya diramaikan oleh generasi tua.

Jarang terdengar sekarang pemuda aktif dalam kegiatan masjid. Di masjid dekat rumahku memang minim peran dan partisipasi pemuda dalam kegiatan Ramadan. Kemanakah generasi muda, generasi milenial? Fenomena ini, apakah hanya di masjid dekat rumahku saja? Banyak sekali pertanyaan saya. Aku coba melihat fenomena ini dari kaca mata Ilmu Komunikasi.

Menurut saya, dakwah di masjid kini dianggap tidak menarik minat kaum muda muslim. Khususnya generasi milineal. Hasil studi dan kajian terungkap bahwa kaum milenial mulai menjauhi dakwah konvensional. Semakin banyak milineal muslim menyukai kajian agama online.

Hasil kajian terbaru yang dilakukan Pusat Studi Agama dan Budaya (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menunjukkan, muslim milenial menganggap dakwah atau kajian di masjid tidak lagi relevan dengan persoalan mereka.

Sebagian besar topik yang diangkat dan cara mengangkatnya, cara membahasnya membosankan buat kaum milenial, tidak menyentuh keperluan dan yang dihadapi sehari-hari oleh kaum milenial yang sedang mencari identitas.

Baca Juga:  Puasa Melahirkan Insan Tawaduk

Masjid dalam tradisi yang panjang sebagai lembaga keislaman untuk penguatan komunitas, momentum ini mestinya dimanfaatkan untuk meningkatkan sisi spiritual dan sosial bagi kaum milenial.

Menurut saya, model dakwah harus bertransformasi ke model dakwah baru yang menggunakan teknologi media untuk menarik kaum milenial. Perkembangan teknologi pada era ini memengaruhi model dakwah semakin berkembang pesat dan dinamis.

Salah satu tren teknologi pada era milenial ini adalah media digital karena lebih cepat dan mudah untuk mengakses informasi. Dakwah adalah menyeru, memanggil, mengajak dan mendorong seseorang untuk melakukan hal kebaikan.

Dakwah harus bisa memanfaatkannya dengan baik dan semaksimal mungkin segala instrument komunikasi. Jika tidak, maka dakwah akan tertinggal dan semakin melambat sehingga akan memengaruhi akhlak dan moral pada generasi milenial. Media digital apakah dapat menjadi daya tarik generasi milenial dalam berdakwah?

Model dakwah masa kini berbeda dengan dakwah pada masa lalu. Di mana dakwah pada masa kini, generasi milenial dapat menggunakan model dakwah digital. Dakwah digital adalah model pengajaran Islam melalui media. Model dakwah ini dapat diakses kapan saja dan di mana saja.

Hal ini sesuai dengan karakteristik masyarakat milenial yang sangat akrab dengan teknologi. Salah satunya karena adanya internet (media sosial). Media sosial merupakan aplikasi berbasis internet (media online) di mana pengguna dapat terhubung berbagi informasi dan berkomunikasi dengan orang lain.

Urgensi Media dalam Dakwah

Baca Juga:  Abrasi Moral di Era Digital

Dalam dakwah masa kini, pemanfaatan media sangat penting dan diperlukan guna mendorong ketertarikan khalayak untuk senantiasa mendengarkan ceramah. Dakwah pada era milenial ini dituntut untuk dapat aktual, faktual, dan kontekstual. Aktual berarti dakwah dapat memecahkan masalah. Faktual berarti dakwah dilakukan secara konkrit dan nyata.

Sedangkan kontekstual berarti penyampaian dakwah secara relevan dan menyangkut problematika yang sedang dihadapi masyarakat. Dakwah masa kini sudah serba digital. Di mana dengan adanya gadget yang kita miliki terdapat banyak fitur Islami yang menunjang kita dalam mempermudah aktivitas sehari-hari. Seperti terdapat aplikasi membaca Al-Qur’an, pengingat salat, pengingat zakat dan masih banyak lagi.

Hal tersebut sangat mempermudah kita dalam mendalami ajaran Islam. Bagi dai dakwah digital merupakan peluang baru untuk berdakwah dengan mengikuti tren masa kini yaitu dengan memanfaatkan media sosial.

Misalkan Ustaz Abdul Somad menggunakan media sosial dalam menyampaikan ceramahnya. Beliau terkenal dengan popularitasnya yakni berdakwah melalui konten dakwah yang viral di YouTube. Beliau memahami dengan baik kecenderungan masyarakat masa kini yang banyak mengonsumsi media internet.

Transformasi dakwah kini, bukan berarti tidak perlu dakwah di masjid. Masjid tetap menjadi pusat spritualisme dan legitimasi dalam menyampaikan konten-konten spiritual dalam memakmurkan masjid. Tentu saja melibatkan kaum milenial dengan cara penguatan metode dakwah yang bisa diterima oleh semua kalangan khususnya kaum milenial.***

Oleh : Suyanto, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Unri

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Kehilangan Sandal

Belajar Jujur dari Puasa Ramadan

Cermin Ramadan

Takwa Puncak Puasa

Puasa dan Kepekaan Sosial

Tiga Makna Titah Kewajiban Puasa

Tak Dapat Buat Bekawan

Gembira Sejati dan Palsu

Belajar Jujur dari Puasa Ramadan

Cermin Ramadan

Takwa Puncak Puasa

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari