Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, otonomi daerah yakni hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam sumber yang sama disebutkan, dasar diterapkannya otonomi daerah yakni Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 yang telah diamandemen dari UU No 32 Tahun 2004 dan UU No 22 Tahun 1999. Dalam UU itu disebutkan, otonomi daerah artinya hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
​Dalam UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip-prinsip otonomi seluas-luasnya. Dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang.
Sentralisasi, desentralisasi, dan dekonsentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan "baik" dari perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah.
Visi Otonomi Daerah
Otonomi daerah sebagai kerangka penyelenggaraan pemerintahan mempunyai visi yang dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yang saling berhubungan yaitu : politik, sosial, ekonomi dan budaya. Mengingat otonomi daerah adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan demokrasi, karenanya visi otonomi daerah di bidang politik harus dipahami sebagai proses untuk membuka ruang bagi lahirnnya kepala pemerintah daerah yang di pilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahyang responsif terhadap kepantingan masyarakat luas, dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggung jawaban publik.
Prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah
Prinsip pemberian otonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan pemerintah daerah adalah (1)Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan mementingkan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah. (2)Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab. (3)Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedangkan pada daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
(4)Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antar pusat dan daerah serta antar daerah. (5)Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya daerah kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayahadministrasi.
Demikian pula kawasan-kawasan khusus yang di bina oleh pemerintah atau pihak lain, seperti badan otoritas, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industral, kawasan partambangan, kawasan perkebunan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata dansemacamnya berlaku ketentuan peraturan daerah otonom.
(6)Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi si badan legislativf daerah, baik fungsi legislasi, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah (7)Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakan pada daerah provinsi dalam kedudukan wilayah sebagai administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
(8)Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah kedaerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
Kemudian, Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang atas segala urusan yang menyangkut pemerintahan kepada tingkat pusat dan pengertian desentralisasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada satuan organisasi pemerintahan di wilayah untuk meyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami wilayah tersebut. Sentralisasi adalah suatu penyerahan kekuasaan dan juga wewenang pemerintahan sepenuhnya kepada pemerintah pusat.
Sedangkan, ​Desentralisasi adalah suatu penyerahan wewenang dari pusat kepada daerah untuk dapat mengatur rumah tangganya sendiri, namun tetapi tidak untuk semua hal, kemananan, hukum serta juga kebijakan fiskal ialah beberapa hal yang masih harus terpusat, namun terdapat pendelegasian kepada suatu daerah.
​Tujuan dari desentralisasi adalah Mencegah pemusatan keuangan, Sebagai usaha pendemokrasian Pemerintah Daerah untuk mengikutsertakan rakyat bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan., dan Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat local sehingga dapat lebih realistis.
​
Penyelenggaraan kewenangan dalam konteks otonomi daerah
Seiring dengan telah terselesaikannya kendala kehidupan politik di Indonesia yang ditandai dengan telah terbentuknya penyelenggara pemerintahan yang baru hasil suatu proses yang cukup demokratis, maka harapan akan membaiknya perekonomian dan berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara lainnya di Indonesia menjadi terbuka, dan semoga dalam tempo yang tidak terlalu lama harapan tersebut akan menjadi kenyataan.
Selain itu juga semangat reformasi dan perubahan diberbagai bidang serta dorongan dan dampak dari proses demokratisasi telah menggugah pemerintah bersama dengan parlemen untuk melahirkan dua undang-undang yaitu UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua UU tersebut merupakan dasar bagi proses desentralisasi dan otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab.
Pembagian kewenangan menurut UU No. 22 Tahun 1999
​Secara garis besar UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dengan jelas telah mengatur masalah pembagian kewenangan ini. Undang-undang menyuratkan bahwa kewenangan pemerintah di tingkat lokal akan bertambah dan mencakup kewenangan pada hampir seluruh bidang pemerintahan. Sementara itu kewenangan yang terdapat pada pemerintah pusat terbatas hanya pada kewenangan di bidangpolitik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama,dan kewenangan di bidang lain.
Di dalam UU No.22 Tahun 1999 secara tegas dinyatakan bahwa kewenangan daerah adalah: "Mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia" Kewenangan ini mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan yang masih harus berada ditangan pusat. Oleh karena itu desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana dirumuskan dalam UU No. 22 Tahun 1999 secara eksplisit merupakan kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah untuk mengurus dan mengelola berbagai urusan penyelenggaraan pemerintahan di daerah bagi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Karenanya pemerintah daerah harus menjadikan otonomi daerah dan desentralisasi sebagai modal awal bagi upaya peningkatan pelayanan masyarakat dan pembangunan daerah yang berorientasi untuk kepentingan daerah. Sehingga paradigma "pembangunan di daerah" akan berubah menjadi "pembangunan daerah", di daerah, oleh daerah, untuk kepentingan daerah.
Hubungan Antara Pusat dan Daerah dan Hubungan Antardaerah
​Pasal 4 ayat 1 dan 2, UU No. 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa daerah propinsi dan daerah kabupaten/kota tidak lagi mempunyai hubungan hierarki. Karenanya masing-masing daerah secara otonom mempunyai wewenang untukmerencanakan, melaksanakan ,dan mengawasi pembangunan di daerahnya.
​Hubungan hierarki secara implisit sudah tidak ada lagi namun demikian hubungan fungsional dan koordinatif masih tetap diperlukan dalam konteks persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam alam desentralisasi yang demokratis yang diwujudkan dengan otonomi yang luas tersebut, "pengarahan" akan diganti oleh "konsultasi dan koordinasi yang mendalam dan meluas", sehingga menghasilkan konsensus yang positif dan produktif. Yang perlu dihindari adalah bahwa otonomi yang akan terjadi justru akan menghilangkan keduanya – pengarahan dan konsultasi – sehingga menjadi anarkis bahkan menjauhkan kita dari tujuan otonomi dalam kerangka negara kesatuan yang kita cita-citakan melalui UU No. 22 Tahun 1999 tersebut. Mencegah hal ini, menjadi tugas dan tanggung jawab pembuat kebijakan dalam proses perencanaan untuk mengembangkannya.