Jumat, 17 Mei 2024

Strategi Anggaran Covid-19

Temuan kasus Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia semakin meningkat dalam dua minggu trakhir. Penanganan Covid-19 yang sedang dilakukan harus didukung dengan kebijakan anggaran yang memadai. Di tingkat pusat, pemerintah telah melakukan penyiapan anggaran sebesar Rp60-an triliun untuk penanganan Covid-19 yang berasal dari realokasi berbagai rencana kegiatan dari kementerian/lembag (K/L) serta pengurangan jumlah anggaran transfer dari pusat ke daerah dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Insentif Daerah (DID).

Bagaimana Kebijakan Anggaran Darurat Covid-19 bagi Daerah?

Yamaha

Untuk menghadapi dan melakukan penanganan pandemi Presiden telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 tahun 2020 Tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta pengadaan barang jasa dalam rangka percepatan penanganan Covid-19. Dalam Inpres yang dikeluarkan pada 20 Maret 2020 lalu, selain kepada K/L juga menginstruksikan kepada daerah untuk, (1) Mengutamakan penggunaan anggaran untuk penanganan Covid-19 melalui realokasi anggaran dan refocussing kegiatan. (2) Mempercepat proses refocussing kegiatan dan realokasi anggaran melalui mekanisme revisi anggaran dan menyampaikan kepada menteri keuangan sesuai dengan kewenangannya (2) Mempercepat pengadaan barang jasa untuk mendukung penanganan Covid-19 sesuai ketentuan perundangan (UU Kebencanaan) dan aturan turunannya.

Sebelum Inpres 04 tahun 2020 itu, Kementrian Dalam Negeri melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 tahun 2020 juga telah mengatur tentang percepatan penanganan Covid-19. Dalam peraturan tersebut seluruh daerah diwajibakan untuk melakukan tindakan penanganan wabah virus termasuk pembentukan gugus tugas penanganan Covid-19. Mendagri telah memberikan skenario anggarannya bagi daerah menggunakan dana APBD. Tiga skenario yang diatur dalam Permendagri tersebut yaitu (1) Penggunaan belanja tidak terduga (2) Jika tidak cukup belanja tidak terduga maka dilakukan penjadwalan ulang program dan kegiatan dalam APBD (3) Penggunaan dana Kas yang dimiliki daerah. Untuk mekanisme penggunaan belanja tidak terduga dalam penanganan Covid-19 ini telah diatur secara jelas dan sederhana dalam Peraturan Mendagri ini (Pasal 5).

Sejalan dengan Menteri dalam Negeri, upaya progresif juga dilakukan oleh Kementrian keuangan (Kemenkeu) dalam menskenariokan kebijakan anggaran penanganan virus ini di Indonesia. Kementrian Keuangan pada 14 Maret 2020 telah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yang mengatur tentang penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan Non Fisik Bidang Kesehatan untuk penanganan corona di daerah. Ketentuan itu diatur dalam KMK nomo 6 tahun 2020 sekaligus mengatur tentang penyuluran dana alokasi khusus fisik dan operasional bidang kesehatan untuk penanganan Corona Virus 2019. Ketentuan ini memberikan keleluasaan bagi K/L dan pemerintah daerah untuk mengubah kegiatan yang didanai dari DAK fisik dan non fisik untuk program yang relavan dengan penanganan Covid-19. Pemda dan K/L teknis yang memiliki DAK diminta untuk merevisi rencana kegiatan yang telah ditetapkan dan disampaikan kepada Kementerian Keuangan.

- Advertisement -
Baca Juga:  Pengelolaan Gambut untuk Perkebunan Sawit

Lebih lanjut, Kementerian keuangan juga mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19 tahun 2020 tentang Penyaluran dan Penggunaan DBH, DAU, DID tahun 2020 dalam rangka penanganan Covid-19. PMK tersebut menegaskan kepada pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran yang berasal dari Dana DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT), Dana Insentif Daerah (DID) Layanan Publik Bidang Kesehatan, DBH Migas daerah otonomi khusus papua dan aceh digunakan untuk penanganan Covid-19. PMK juga memberikan ultimatum, DAU, DBH tahap II dan III akan disalurkan jika daerah telah melaporkan kinerja bidang kesehatan untuk penanganan COVID 19. Sebaliknya, jika daerah tidak melaporkan kegiatan dan realisasi kegiatan penanganan Covid-19 maka kementrian keuangan akan melakukan pemotongan DAU.

Teknis Pengalokasian
Covid-19 mulai menjadi perhatian pemerintah Indonesia setelah proses perencanaan penganggaran tahun 2020 baik APBN maupun APBD (Pemerintah Daerah) telah selesai disusun dan bahkan telah diimplementasikan. Sehingga secara teknis pengalokasiannya juga diberlakukan secara khusus, kecuali bagi daerah yang memiliki alokasi anggaran belanja tidak terduga (BTT) cukup memadai tentu tidak sulit untuk kebutuhan cepat dalam pembiayaan penanganan pandemi itu. Aturan insidentil baik melalui Inpres, Permendagri dan PMK ataupun KMK hanya bersifat umum, sehingga pemerintah daerah dituntut untuk proaktif serta diperlukan kecakapan dan kejelian dalam menerjemahkan aturan-aturan tersebut sehingga dapat dilaksanakan dengan baik dan tidak terjadi kesalahan yang berakibat pada palanggaran dalam pengelolaan anggaran.

- Advertisement -

Penggunaan BTT tanpa Penetapan Tanggap Darurat
Untuk penggunaan BTT, khusus untuk penanganan masalah ini secara teknis diatur dalam Permendagri 20 tahun 2020 itu. Pada pasal 5 peraturan ini menguraikan secara jelas mekanisme pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban penggunaan BTT untuk penanganan Covid 19 yang sedikit berbeda dengan ketentuan Permendagri 21 tahun 2011 tentang perubahan Permendagri 13 tahun 2016 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Jika dalam permendagri 21 tahun 2020 pada pasal 162 ayat 8a dinyatakan bahwa penggunaan BTT sebelumnya harus dilakukan dengan penetapan status tanggap darurat. Sedangkan penggunaan BTT untuk penanganan Covid 19 ini secara tidak terlebih dahulu perlu ada penatapan tanggap darurat oleh pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten.

Baca Juga:  Antara Ekonomi Islam dan Konvensional

Secara singkat mekanisme pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (1) Kepala daerah cukup menetapkan perangkat daerah yang secara fungsi terkait dengan antisipasi dan  penanganan dampak penularan COVID 19 (Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, BPBD, dan OPD lainnya yang relevan), (2) Perangkat daerah yang dimaksud menyusunan rencana kebutuhan anggaran dan mengajukan kepada bendahara umum daerah, (3) Bendara umum daerah mencairkan uang dengan mekanisme Surat Permintaan Pembayaran – Tambahan Uang (SPP-TU), (4) Penggunaan BTT dicatat dalam kas umum oleh perangkat daerah pelaksana anggaran, (5) Perangkat daerah pelaksana menyampaikan laporan penggunaan disertai dengan bukti-bukti penggunaan kepada bendahara daerah. Mekanisme ini diatur dengan waktu cepat, sesuai dengan kebutuhannya mendesak untuk dilakukan.

Realokasi Anggaran/Refocusing Kegiatan
Realokasi anggaran dan refocusing kegiatan ini dilakukan dengan merevisi program dan kegiatan yang telah dianggarkan dalam APBD tahun 2020 untuk diarahkan pada program-program yang relevan dengan percepatan penanganan virus Covid-19. Arah kebijakan program pengendalina Covid-19 meliputi pencegahan, penanganan dan pengendalian dampak sosial ekonomi yang menjadi kewenangan daerah. Berdasarkan sumbernya dana yang dapat digunakan untuk penanganan Covid-19 didaerah yaitu dari dana DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT), Dana Insentif Daerah (DID), DBH Migas khusus papua dan papua barat dan dana alokasi khusus (DAK) bidang kesehatan. Tentu tidak hanya itu, pemerintah juga dapat melakukan realokasi anggaran yang berasal dari sumber manapun yang berbasis pada rencana belanja-belanja yang belum prioritas baik fisik maupun non fisik. Seperti kegiatan-kegiatan fisik yang tidak prioritas seperti operasinal (gedung kantor, kendaraan dinas, hibah bangunan instansi vertikal, dan lain-lain yang relevan). Selain itu juga anggaran operasional rutin pemerintah (6 program rutin OPD), anggaran perjalanan dinas, kegiatan workshop, FGD, vestival, pameran dan anggaran peningkatan kapasitas aparatur.***

Triono Hadi, Koordinator FITRA Provinsi Riau

Temuan kasus Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia semakin meningkat dalam dua minggu trakhir. Penanganan Covid-19 yang sedang dilakukan harus didukung dengan kebijakan anggaran yang memadai. Di tingkat pusat, pemerintah telah melakukan penyiapan anggaran sebesar Rp60-an triliun untuk penanganan Covid-19 yang berasal dari realokasi berbagai rencana kegiatan dari kementerian/lembag (K/L) serta pengurangan jumlah anggaran transfer dari pusat ke daerah dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Insentif Daerah (DID).

Bagaimana Kebijakan Anggaran Darurat Covid-19 bagi Daerah?

Untuk menghadapi dan melakukan penanganan pandemi Presiden telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 tahun 2020 Tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta pengadaan barang jasa dalam rangka percepatan penanganan Covid-19. Dalam Inpres yang dikeluarkan pada 20 Maret 2020 lalu, selain kepada K/L juga menginstruksikan kepada daerah untuk, (1) Mengutamakan penggunaan anggaran untuk penanganan Covid-19 melalui realokasi anggaran dan refocussing kegiatan. (2) Mempercepat proses refocussing kegiatan dan realokasi anggaran melalui mekanisme revisi anggaran dan menyampaikan kepada menteri keuangan sesuai dengan kewenangannya (2) Mempercepat pengadaan barang jasa untuk mendukung penanganan Covid-19 sesuai ketentuan perundangan (UU Kebencanaan) dan aturan turunannya.

Sebelum Inpres 04 tahun 2020 itu, Kementrian Dalam Negeri melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 tahun 2020 juga telah mengatur tentang percepatan penanganan Covid-19. Dalam peraturan tersebut seluruh daerah diwajibakan untuk melakukan tindakan penanganan wabah virus termasuk pembentukan gugus tugas penanganan Covid-19. Mendagri telah memberikan skenario anggarannya bagi daerah menggunakan dana APBD. Tiga skenario yang diatur dalam Permendagri tersebut yaitu (1) Penggunaan belanja tidak terduga (2) Jika tidak cukup belanja tidak terduga maka dilakukan penjadwalan ulang program dan kegiatan dalam APBD (3) Penggunaan dana Kas yang dimiliki daerah. Untuk mekanisme penggunaan belanja tidak terduga dalam penanganan Covid-19 ini telah diatur secara jelas dan sederhana dalam Peraturan Mendagri ini (Pasal 5).

Sejalan dengan Menteri dalam Negeri, upaya progresif juga dilakukan oleh Kementrian keuangan (Kemenkeu) dalam menskenariokan kebijakan anggaran penanganan virus ini di Indonesia. Kementrian Keuangan pada 14 Maret 2020 telah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yang mengatur tentang penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan Non Fisik Bidang Kesehatan untuk penanganan corona di daerah. Ketentuan itu diatur dalam KMK nomo 6 tahun 2020 sekaligus mengatur tentang penyuluran dana alokasi khusus fisik dan operasional bidang kesehatan untuk penanganan Corona Virus 2019. Ketentuan ini memberikan keleluasaan bagi K/L dan pemerintah daerah untuk mengubah kegiatan yang didanai dari DAK fisik dan non fisik untuk program yang relavan dengan penanganan Covid-19. Pemda dan K/L teknis yang memiliki DAK diminta untuk merevisi rencana kegiatan yang telah ditetapkan dan disampaikan kepada Kementerian Keuangan.

Baca Juga:  Antara Ekonomi Islam dan Konvensional

Lebih lanjut, Kementerian keuangan juga mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19 tahun 2020 tentang Penyaluran dan Penggunaan DBH, DAU, DID tahun 2020 dalam rangka penanganan Covid-19. PMK tersebut menegaskan kepada pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran yang berasal dari Dana DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT), Dana Insentif Daerah (DID) Layanan Publik Bidang Kesehatan, DBH Migas daerah otonomi khusus papua dan aceh digunakan untuk penanganan Covid-19. PMK juga memberikan ultimatum, DAU, DBH tahap II dan III akan disalurkan jika daerah telah melaporkan kinerja bidang kesehatan untuk penanganan COVID 19. Sebaliknya, jika daerah tidak melaporkan kegiatan dan realisasi kegiatan penanganan Covid-19 maka kementrian keuangan akan melakukan pemotongan DAU.

Teknis Pengalokasian
Covid-19 mulai menjadi perhatian pemerintah Indonesia setelah proses perencanaan penganggaran tahun 2020 baik APBN maupun APBD (Pemerintah Daerah) telah selesai disusun dan bahkan telah diimplementasikan. Sehingga secara teknis pengalokasiannya juga diberlakukan secara khusus, kecuali bagi daerah yang memiliki alokasi anggaran belanja tidak terduga (BTT) cukup memadai tentu tidak sulit untuk kebutuhan cepat dalam pembiayaan penanganan pandemi itu. Aturan insidentil baik melalui Inpres, Permendagri dan PMK ataupun KMK hanya bersifat umum, sehingga pemerintah daerah dituntut untuk proaktif serta diperlukan kecakapan dan kejelian dalam menerjemahkan aturan-aturan tersebut sehingga dapat dilaksanakan dengan baik dan tidak terjadi kesalahan yang berakibat pada palanggaran dalam pengelolaan anggaran.

Penggunaan BTT tanpa Penetapan Tanggap Darurat
Untuk penggunaan BTT, khusus untuk penanganan masalah ini secara teknis diatur dalam Permendagri 20 tahun 2020 itu. Pada pasal 5 peraturan ini menguraikan secara jelas mekanisme pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban penggunaan BTT untuk penanganan Covid 19 yang sedikit berbeda dengan ketentuan Permendagri 21 tahun 2011 tentang perubahan Permendagri 13 tahun 2016 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Jika dalam permendagri 21 tahun 2020 pada pasal 162 ayat 8a dinyatakan bahwa penggunaan BTT sebelumnya harus dilakukan dengan penetapan status tanggap darurat. Sedangkan penggunaan BTT untuk penanganan Covid 19 ini secara tidak terlebih dahulu perlu ada penatapan tanggap darurat oleh pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten.

Baca Juga:  Pengelolaan Gambut untuk Perkebunan Sawit

Secara singkat mekanisme pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (1) Kepala daerah cukup menetapkan perangkat daerah yang secara fungsi terkait dengan antisipasi dan  penanganan dampak penularan COVID 19 (Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, BPBD, dan OPD lainnya yang relevan), (2) Perangkat daerah yang dimaksud menyusunan rencana kebutuhan anggaran dan mengajukan kepada bendahara umum daerah, (3) Bendara umum daerah mencairkan uang dengan mekanisme Surat Permintaan Pembayaran – Tambahan Uang (SPP-TU), (4) Penggunaan BTT dicatat dalam kas umum oleh perangkat daerah pelaksana anggaran, (5) Perangkat daerah pelaksana menyampaikan laporan penggunaan disertai dengan bukti-bukti penggunaan kepada bendahara daerah. Mekanisme ini diatur dengan waktu cepat, sesuai dengan kebutuhannya mendesak untuk dilakukan.

Realokasi Anggaran/Refocusing Kegiatan
Realokasi anggaran dan refocusing kegiatan ini dilakukan dengan merevisi program dan kegiatan yang telah dianggarkan dalam APBD tahun 2020 untuk diarahkan pada program-program yang relevan dengan percepatan penanganan virus Covid-19. Arah kebijakan program pengendalina Covid-19 meliputi pencegahan, penanganan dan pengendalian dampak sosial ekonomi yang menjadi kewenangan daerah. Berdasarkan sumbernya dana yang dapat digunakan untuk penanganan Covid-19 didaerah yaitu dari dana DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT), Dana Insentif Daerah (DID), DBH Migas khusus papua dan papua barat dan dana alokasi khusus (DAK) bidang kesehatan. Tentu tidak hanya itu, pemerintah juga dapat melakukan realokasi anggaran yang berasal dari sumber manapun yang berbasis pada rencana belanja-belanja yang belum prioritas baik fisik maupun non fisik. Seperti kegiatan-kegiatan fisik yang tidak prioritas seperti operasinal (gedung kantor, kendaraan dinas, hibah bangunan instansi vertikal, dan lain-lain yang relevan). Selain itu juga anggaran operasional rutin pemerintah (6 program rutin OPD), anggaran perjalanan dinas, kegiatan workshop, FGD, vestival, pameran dan anggaran peningkatan kapasitas aparatur.***

Triono Hadi, Koordinator FITRA Provinsi Riau

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari