Jumat, 5 Juli 2024

Dampak Putusan PTUN Jakarta pada UIN Suska Riau

Masih segar dalam ingatan civitas akademika Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau tatkala Menteri Agama, Fachrul Razi, memberhentikan Prof Dr Akhmad Mujahidin MAg sebagai Rektor UIN Suska Riau terhitung mulai Senin tanggal 23 November 2020. Pemberhentian Akhmad Mujahidin tertuang dalam surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor: 191/B.11/2/PDJ/2020. Dalam surat tersebut menetapkan, pertama menjatuhkan hukuman disiplin berupa pembebasan jabatan dari tugas tambahan sebagai Rektor UIN Suska kepada Prof Dr Akhmad Mujahidin. Kedua, keputusan ini berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ketiga, keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya. Maka sejak itu, Rektor UIN Suska Riau, Prof Dr Akhmad Mujahidin diberhentikan, atau bahasa yang lebih ekstrem dikenal dengan istilah “dipecat”. Sejak tanggal 23 November 2020, Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau dipimpin oleh Plt Prof Dr Suyitno MAg.

- Advertisement -

Bahwa atas Surat Menteri Agama tentang pembebastugasan sebagai rektor tersebut, tentu saja Prof Dr Akhmad Mujahidin tidak tinggal diam, dibuktikan dengan pengajuan gugatan atas putusan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Bahwa peradilan Tata Usaha Negara sangat berbeda dengan proses peradilan lainnya baik perdata maupun pidana dalam hal proses eksekusi terhadap putusan. Pada peradilan perdata ada dikenal juru sita, di mana mempunyai peran sebagai eksekutor pada amar putusan hakim, begitu juga pada peradilan pidana adanya jaksa yang bisa langsung melaksanankan eksekusi, hal ini sangat jauh berbeda pada sistem Peradilan Tata Usaha Negara.

Dalam hal Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata usaha Negara bila gugatan dikabulkan, maka dalam putusan pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata usaha Negara, sebagaimana dalam ketentuan  pada Pasal 97 ayat (8) dan (9) Undang-undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata usaha Negara Jo Undang-undang Nomor 9 tahun 2004 Jo Undang-undang Nomor 5 tahun 2009 tentang Peradilan Tata usaha Negara yaitu: pencabutan Keputusan Tata usaha Negara yang bersangkutan; atau pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru; atau penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3 UU PTUN.

Baca Juga:  Merawat Fitrah Generasi Muda

Selain terkait pada pelaksanaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang dikabulkan dan telah berkekuatan hukum tetap, maka Pasal 116 Undang-undang Nomor 5 tahun 2009 menyatakan:

- Advertisement -

Salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh panitera pengadilan setempat atas perintah ketua pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja.

Apabila setelah 60 (enam puluh) hari kerja putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.

Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 90 (sembilan puluh) hari kerja ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka penggugat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), agar pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan pengadilan tersebut.

Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif.

Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan pada media massa cetak setempat oleh panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat.

Di samping diumumkan pada media massa cetak setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ketua pengadilan harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan.

Baca Juga:  Memaknai Kehidupan

Berdasarkan pasal 116 undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 pada ayat 2 dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pengadilan Tata Usaha Negara dapat melaksanakan eksekusi atas putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Namun akan berbeda halnya jika menteri agama dalam hal ini tidak sejalan dengan azas pemerintahan yang baik dengan tidak memperdulikan rektor yang nota benenya telah memenangkan gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta,  maka secara administartif pada Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau akan terdapat dua orang rektor. Hal ini tentu menjadi preseden buruk pada dunia akademisi yang tidak mencontohkan menjunjung tinggi putusan pengadilan.

Pada dasarnya rektor lama Akhmad Mujahidin yang dilantik pada tahun 2018 dan berakhir jabatanya pada 2022 dan bersisa hanya lebih kurang 1 tahun, maka Menteri Agama jika berkeberatan untuk melaksanakan putusan pengadilan Tata Usaha Negara, dapat melakukan upaya banding, memungkinkan untuk kasasi bahkan peninjauan kembali untuk mengulur-ulur waktu guna menghabiskan masa jabatan Rektor Prof Dr Akhmad Mujahidin hingga tahun 2022. Namun hal ini tentu contoh yang diarasa kuranglah elok untuk birokrasi yang yang baik.

Sebagaiman kita ketahui masa jabatan Plt Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang telah habis yang mengharuskan  Menteri Agama untuk memilih Rektor baru guna menjalankan roda organisasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau sudah dinilai tepat, dikarenakan banyak hal-hal yang tidak bisa ditandatangani oleh seorang pejabat Plt. Bahwa pelaksanaan putusan pengadilan Tata Usaha Negara sangat dominan aroma politis, hal ini tidak terlepas dari sejarah terbentuknya pengadilan Tata Usaha Negara itu sendiri. Harapannya adalah bahwa Semoga apapun yang langkah yang diambil oleh Menteri Agama atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dapat membawa Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau ke arah yang lebih baik.***

 

Masih segar dalam ingatan civitas akademika Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau tatkala Menteri Agama, Fachrul Razi, memberhentikan Prof Dr Akhmad Mujahidin MAg sebagai Rektor UIN Suska Riau terhitung mulai Senin tanggal 23 November 2020. Pemberhentian Akhmad Mujahidin tertuang dalam surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor: 191/B.11/2/PDJ/2020. Dalam surat tersebut menetapkan, pertama menjatuhkan hukuman disiplin berupa pembebasan jabatan dari tugas tambahan sebagai Rektor UIN Suska kepada Prof Dr Akhmad Mujahidin. Kedua, keputusan ini berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ketiga, keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya. Maka sejak itu, Rektor UIN Suska Riau, Prof Dr Akhmad Mujahidin diberhentikan, atau bahasa yang lebih ekstrem dikenal dengan istilah “dipecat”. Sejak tanggal 23 November 2020, Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau dipimpin oleh Plt Prof Dr Suyitno MAg.

Bahwa atas Surat Menteri Agama tentang pembebastugasan sebagai rektor tersebut, tentu saja Prof Dr Akhmad Mujahidin tidak tinggal diam, dibuktikan dengan pengajuan gugatan atas putusan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Bahwa peradilan Tata Usaha Negara sangat berbeda dengan proses peradilan lainnya baik perdata maupun pidana dalam hal proses eksekusi terhadap putusan. Pada peradilan perdata ada dikenal juru sita, di mana mempunyai peran sebagai eksekutor pada amar putusan hakim, begitu juga pada peradilan pidana adanya jaksa yang bisa langsung melaksanankan eksekusi, hal ini sangat jauh berbeda pada sistem Peradilan Tata Usaha Negara.

Dalam hal Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata usaha Negara bila gugatan dikabulkan, maka dalam putusan pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata usaha Negara, sebagaimana dalam ketentuan  pada Pasal 97 ayat (8) dan (9) Undang-undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata usaha Negara Jo Undang-undang Nomor 9 tahun 2004 Jo Undang-undang Nomor 5 tahun 2009 tentang Peradilan Tata usaha Negara yaitu: pencabutan Keputusan Tata usaha Negara yang bersangkutan; atau pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru; atau penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3 UU PTUN.

Baca Juga:  Raja Nakal di Era Digital

Selain terkait pada pelaksanaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang dikabulkan dan telah berkekuatan hukum tetap, maka Pasal 116 Undang-undang Nomor 5 tahun 2009 menyatakan:

Salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh panitera pengadilan setempat atas perintah ketua pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja.

Apabila setelah 60 (enam puluh) hari kerja putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.

Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 90 (sembilan puluh) hari kerja ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka penggugat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), agar pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan pengadilan tersebut.

Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif.

Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan pada media massa cetak setempat oleh panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat.

Di samping diumumkan pada media massa cetak setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ketua pengadilan harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan.

Baca Juga:  Revolusi Industri 4.0 dan Tantangan Pendidikan Tinggi

Berdasarkan pasal 116 undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 pada ayat 2 dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pengadilan Tata Usaha Negara dapat melaksanakan eksekusi atas putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Namun akan berbeda halnya jika menteri agama dalam hal ini tidak sejalan dengan azas pemerintahan yang baik dengan tidak memperdulikan rektor yang nota benenya telah memenangkan gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta,  maka secara administartif pada Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau akan terdapat dua orang rektor. Hal ini tentu menjadi preseden buruk pada dunia akademisi yang tidak mencontohkan menjunjung tinggi putusan pengadilan.

Pada dasarnya rektor lama Akhmad Mujahidin yang dilantik pada tahun 2018 dan berakhir jabatanya pada 2022 dan bersisa hanya lebih kurang 1 tahun, maka Menteri Agama jika berkeberatan untuk melaksanakan putusan pengadilan Tata Usaha Negara, dapat melakukan upaya banding, memungkinkan untuk kasasi bahkan peninjauan kembali untuk mengulur-ulur waktu guna menghabiskan masa jabatan Rektor Prof Dr Akhmad Mujahidin hingga tahun 2022. Namun hal ini tentu contoh yang diarasa kuranglah elok untuk birokrasi yang yang baik.

Sebagaiman kita ketahui masa jabatan Plt Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang telah habis yang mengharuskan  Menteri Agama untuk memilih Rektor baru guna menjalankan roda organisasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau sudah dinilai tepat, dikarenakan banyak hal-hal yang tidak bisa ditandatangani oleh seorang pejabat Plt. Bahwa pelaksanaan putusan pengadilan Tata Usaha Negara sangat dominan aroma politis, hal ini tidak terlepas dari sejarah terbentuknya pengadilan Tata Usaha Negara itu sendiri. Harapannya adalah bahwa Semoga apapun yang langkah yang diambil oleh Menteri Agama atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dapat membawa Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau ke arah yang lebih baik.***

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari