Keberadaan Papua sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan anugerah. Kita menyadari Papua penuh warna, identitas, dan budaya. Dari penggalan waktu ke waktu, Pemerintah meletakkan agenda dan pilihan kebijakan nasional yang beragam guna menyelesaikan akar persoalan dan mempercepat pembangunan di Tanah Papua.
Dalam sebuah kesempatan di Rapat Terbatas Kabinet pada 11 Maret 2020, Presiden Joko Widodo, menegaskan pentingnya semangat baru, paradigma baru, cara kerja baru dan desain baru untuk mewujudkan lompatan kesejahteraan di Papua dan Papua Barat. Terobosan yang ditempuh Pemerintah dewasa ini adalah tanggung jawab generasi saat ini dalam mewujudkan janji dan perjuangan para pendiri bangsa (founding fathers) atas Irian Barat atau Papua sejak tahun 1945.
Memotret Penggalan Perjalanan Sejarah Papua
Dalam mengelola Papua saat ini dan ke depan, kita tidak dapat melupakan perjuangan yang diletakkan Presiden Soekarno dan para pendiri bangsa. Kita teringat ke pidato Presiden Soekarno, pada tanggal 17 Agustus 1963. Dalam buku "Di Bawah Bendera Revolusi" (1965), Presiden Soekarno dengan keras menegaskan, "Tjamkan! Pembangunan Irian Barat bukan masuk dalam soal persoalan lokal Irian Barat sadja, bukan sekedar persoalan orang Irian Barat sadja, melainkan adalah persoalan seluruh Bangsa Indonesia, melainkan adalah satu tantangan, satu challenge terhadap kepada Revolusi kita seluruhnja! Pembangunan Irian Barat adalah djuga persoalanmu, persoalanku, persoalan kita semuanja, persoalan seluruh Revolusi Indonesia, – persoalan seluruh bangsa Indonesia!".
Sejak awal Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Indonesia berada dalam pertarungan politik luar negeri yang menuntut diplomasi Indonesia atas agenda pengakuan kedaulatan, termasuk agenda Irian Barat. Akhirnya, kita dapat merebut kembali Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia pada tahun 1969.
Di era tahun 1970-an hingga tahun 1998, derap langkah terus dilakukan oleh Pemerintahan, baik di bidang sosial, ekonomi, infrastruktur, politik kebangsaan, maupun keamanan nasional, sebagaimana pilar Trilogi Pembangunan, baik pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas keamanan. Agenda Papua diletakkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), baik Repelita I, Repelita II, Repelita III, Repelita IV, Repelita V, Repelita VI, hingga Repelita VII di tahun 1998. Dari sisi strategi pertumbuhan, sejumlah sektor unggulan dikembangkan di Papua, pembukaan jalan Trans Irian, maupun pengembangan sumber daya manusia, baik percepatan gerakan wajib belajar dengan Sekolah Dasar (SD) Inpres dan pendidikan vokasi.
Komitmen Kebijakan Otonomi Khusus Papua
Dinamika nasional di akhir tahun 1990-an juga dirasakan di Papua. Tuntutan otonomi daerah yang lebih besar menjadi salah satu agenda di tengah-tengah masyarakat Papua dalam konteks perubahan sosial politik di tingkat nasional pada tahun 1998.
Langkah Pemerintah yang bersifat fundamental bagi masa depan Papua, yakni dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Hal ini merupakan tindaklanjut dari Ketetapan Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR) Tahun 1999 yang menegaskan integrasi bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus tetap dipertahankan dengan menghargai kesetaraan dan keragaman kehidupan sosial budaya masyarakat Papua, melalui penetapan daerah Otonomi Khusus.
Kehadiran Otonomi Khusus merupakan komitmen yang penting dari Negara untuk menghadirkan kebijakan yang bersifat afirmasi, perlindungan bagi orang asli Papua, pemberdayaan masyarakat asli Papua, maupun percepatan pembangunan wilayah Papua.
Sejumlah terobosan penting antara lain adalah: (1) dibentuk Majelis Rakyat Papua sebagai lembaga representasi kultural masyarakat Papua yang berasal dari wakil adat, wakil agama dan wakil perempuan; (2) meningkatnya representasi orang asli Papua, baik di jajaran eksekutif dan legislatif di tingkat provinsi dan kabupaten/kota; (3) jiwa otonomi khusus yang berbasis kultural telah menjadi warna tersendiri dalam proses kebijakan perencanaan kebijakan dan pembiayaan pembangunan nasional dan daerah, baik skema APBN, skema Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Otonomi Khusus; (4 meningkatnya alokasi Dana Otonomi Khusus maupun Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Sejak tahun 2002 hingga 2021 ini, dana Otsus sekitar Rp 120 Triliun telah dialokasikan ke Papua dan Papua Barat.
Dari waktu ke waktu langkah-langkah Pemerintah dalam rangkah memajukan kesejahteraan masyarakat di Tanah Papua mengalami perbaikan dan peningkatan, baik secara kualitatif dan kuantatif. Sejumlah langkah yang telah ditempuh adalah Inpres Nomor 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan di Papua dan Papua Barat dan kemudian ditata kembali melalui Perpres Nomor 65 Tahun 2011 terkait paket kebijakan percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat.
Terobosan Presiden Joko Widodo: Papua dalam Konteks Indonesia-Sentris
Ketika Presiden Joko Widodo berkunjung ke Papua di tahun 2014, Presiden menyampaikan pentingnya percepatan pembangunan Papua dalam konteks Indonesia-sentris sebagai wujud keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Terobosan penting ditempuh dengan menerapkan pendekatan kultural berbasis 7 wilayah adat ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 dan saat ini ke dalam RPJMN Tahun 2020 – 2024. Ketujuh wilayah adat itu adalah wilayah adat Laa Pago, wilayah adat Mee Pago, wilayah adat Animha, wilayah adat Tabi, wilayah adat Saireri, wilayah adat Bomberay dan wilayah adat Domberai. Hal ini menandakan keseriusan Pemerintah untuk memadukan pendekatan sosial budaya, pendekatan kewilayahan, dan pendekatan teknokratik dalam mengelola pembangunan Tanah Papua yang menghargai kearifan lokal.
Dalam konteks visi Indonesia-sentris ini, Presiden Joko Widodo mendorong terobosan penting dengan semangat baru, cara kerja baru dan desain baru untuk Papua. Sejumlah langkah penting ditempuh antara lain:
Pertama, Inpres Nomor 9 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Dalam perkembangan kemudian, dilakukan penataan ulang dan penajaman kebijakan melalui Inpres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Dari paket kebijakan ini, telah diterbitkan Perpres No. 17 Tahun 2019 terkait pemberdayaan pengusaha asli Papua untuk berperan serta dalam pengadaan barang dan jasa. Demikian pula, rekrutmen khusus 1.000 putra-putri asli Papua untuk berkarya di 52 BUMN, serta kebijakan beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa Papua melalui kerangka beasiswa Afrmasi Pendidikan Menengah (ADEM), Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADIK), dan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Hal ini sejalan dengan komitmen Pemda Papua melalui beasiswa afirmasi Otsus Papua.
Kedua, Presiden Joko Widodo mendukung penuh persiapan dan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Tahun 2020 di Provinsi Papua. Dalam 3 tahun terakhir ini, Presiden menetapkan 3 paket Inpres yang terkait dengan pelaksanaan PON XX di Papua in, yakni Inpres Nomor 10 Tahun 2017 tentang Dukungan Penyelenggaraan PON XX dan Pekan Paralimpik XVI Tahun 2020 di Provinsi Papua, Inpres Nomor 1 Tahun 2020 tentang Percepatan Dukungan Penyelenggaraan PON XX dan Pekan Paralimpik XVI Tahun 2020 di Provinsi Papua, dan terakhir, Presiden mendorong kembali dengan Inpres Nomor 4 Tahun 2021 terkait dukungan dalam memastikan pelaksanaan teknis di lapangan menjelang PON XX Tahun 2021.
Ketika meletakkan batu pertama pembangunan stadion utama pada 9 Mei 2015, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa proyek pembangunan venue PON di Papua ini memiliki arti yang sangat penting. Bukan saja keolahragaan Papua, tapi juga Indonesia. Pembangunan Papua bukannya fisiknya saja, tapi jiwa raganya juga harus dibangun. Dengan penunjukan Papua sebagai tuan rumah PON, maka bisa menjadi awal kebangkitan olahraga nasional Indonesia, khususnya di wilayah Timur” (9 Mei 2015).
Selanjutnya, 6 tahun kemudian, ketika di Pembukaan PON XX Tahun 2021 pada 2 Oktober 2021, Presiden Joko Widodo menegaskan kembali pentingnya PON bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Presiden menegaskan, "PON ini juga memiliki makna besar bagi seluruh masyarakat Indonesia, PON ini adalah panggung persatuan, panggung kebersamaan, PON ini adalah panggung kesetaraan dan panggung keadilan, untuk maju bersama, sejahtera bersama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia" (2 Oktober 2021).
Menatap Masa Depan
Saat ini Pemerintah mengajak semua komponen masyarakat Papua untuk melukis wajah Papua untuk 20 tahun ke depan, tahun 2022 – 2041. Langkah mendasar yang didorong Pemerintah di pertengahan tahun 2021 ini adalah perubahan kedua UU Nomor 21 Tahun 2001 menjadi UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Dalam UU Nomor 2 Tahun 2021 ini, Pemerintah mendorong pola pengangkatan orang asli Papua di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota, menaikkan alokasi dana Otsus dari 2 persen menjadi 2,25 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional, serta mendorong hadirnya Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua tahun 2022 – 2041 yang dikoordinasikan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan Rencana Induk ini akan ditetapkan oleh Peraturan Presiden pada Februari 2022.
Saat ini momen yang tepat untuk kita bersama untuk merumuskan semangat baru, paradigma baru, desain baru untuk lompatan pembangunan di Tanah Papua. Kehadiran Rencana Induk ini menjadi platform bersama untuk mewujudkan transformasi Papua menuju Papua Maju, Papua Mandiri, dan Papua Sejahtera dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kembali ke pernyataan Presiden Soekarno, dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi, "Hajo kita bangun Irian Barat bersama-sama, hajo kita bertjantjut-taliwanda bersama-sama membuat Irian Barat itu satu zamrud jang indah dalam Sabuk Indonesia jang melingkari Chatulistiwa ini! Indonesia, die zich daar slinger tom den evenaar al seen gordel van smaragd (1965:547).
Dr. Velix V. Wanggai, SIP., MPA, Staf Ahli Menteri PPN/Kepala Bappenas bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur