Hari Ginjal Sedunia diperingati setiap tahun di bulan Maret pekan kedua. Momen ini sebagai kampanye global untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan ginjal. Hari Ginjal Sedunia didirikan pada tahun 2006 oleh International Society of Nephrology (ISN) dan International Federation of Kidney Foundations (IFKF). Selain sebagai kampanye global akan pentingnya fungsi ginjal, tahun ini Hari Ginjal Sedunia juga turut menyoroti penyakit ginjal kronik (PGK) dan terapi pengganti ginjal.
Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat global yang ditandai dengan meningkatnya insiden gagal ginjal. Insiden PGK meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian penyakit diabetes melitus serta hipertensi. Sekitar 1 dari 10 populasi dunia mengalami PGK. Menurut hasil Burden of Disease tahun 2015, lebih dari 2 juta penduduk dunia meninggal akibat PGK. Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) dalam program IRR melaporkan peningkatan pasien PGK yang menjalani hemodialisis pada tahun 2017 mencapai 77.892 pasien. Insiden PGK di Kota Padang sebesar 0,3 persen dengan insiden tertinggi pada usia 45 – 54 tahun. Pusat data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI tahun 2017 melaporkan perawatan penyakit ginjal merupakan ranking kedua pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah penyakit jantung.
Berbagai usaha digunakan sebagai terapi pengganti ginjal, seperti cangkok ginjal, dialisis peritoneal dan hemodialisis. Proses hemodialisis menggunakan mesin dan “ginjal buatan” (dialyzer) untuk mengeluarkan kelebihan cairan dan zat sampah dari dalam darah. Mesin ini hanya berfungsi sebagai pembuangan, tidak sepenuhnya menggantikan seluruh fungsi ginjal, sehingga tetap dibutuhkan pendukung lainnya. Proses hemodialisis banyak memberikan manfaat pada pasien penyakit ginjal kronik. Terlepas dari itu, juga terdapat beberapa hal yang sering dikeluhkan oleh orang yang menjalani hemodialisis. Hal yang sering dikeluhkan itu terutama adalah kelebihan cairan (volume overload), gejala yang ditimbulkan seperti bengkak pada kaki, perut, tangan, wajah, dan dapat menyebabkan sesak napas, nyeri dada dan bahkan menyebabkan peningkatan tekanan darah. Pada pasien PGK juga sering mengalami gejala penyakit jantung, seperti serangan jantung (penyakit jantung koroner), pembengkakan jantung (gagal jantung kongestif) dan gangguan irama jantung. Anemia (kurang sel darah merah) juga sering dikeluhkan pasien PGK. Pasien anemia akan mengeluhkan lemah, letih, lesu, pucat dan dapat menyebabkan penurunan tekanan darah.
Hipertensi (tekanan darah tinggi) sering terjadi dan sering tidak bergejala. Jika tidak segera ditangani, hipertensi bisa menyebabkan munculnya penyakit-penyakit serius yang mengancam nyawa, seperti serangan jantung, gagal jantung, stroke, kerusakan saraf dan makin memperburuk fungsi ginjal. Oleh sebab itu, penting untuk rutin memeriksakan tekanan darah, baik secara mandiri atau dengan datang ke dokter. Penyakit ginjal membuat tulang menjadi lemah dan rapuh. Pasien akan merasakan gejala pegal-pegal, nyeri sendi, dan berisiko patah tulang. Pasien diharapkan hati-hati saat berjalan, cegah dari jatuh, amankan lingkungan sekitar, lakukan olahraga ringan dan peregangan otot. Pada pasien PGK dapat terjadi gangguan pada saraf, seperti stroke dan neuropati.
Pasien PGK rentan terhadap infeksi. Paling sering disebabkan akibat pemakaian kateter, infeksi pada paru-paru (pneumonia), kulit (selulitis). Pasien PGK terutama yang sedang menjalani dialisis juga sangat rentan terkena Covid-19 dan berisiko tinggi mengalami perburukan dan dapat menyebabkan kematian. Gejala Covid-19 pada PGK kadang tidak khas. Sebaiknya konsultasikan dengan petugas bila ada keluhan. Cara mencegah infeksi yaitu dengan menjaga kebersihan diri dan patuhi protokol kesehatan (prokes).
Pasien PGK tidak lepas dari masalah psikososial. Pasien dapat mengalami depresi (gangguan psikis) dengan gejala sulit tidur, sulit konsentrasi, tertekan, turun nafsu makan, lelah, dan menarik diri. Jika ini terjadi, konsultasilah dengan petugas dan dibutuhkan dukungan dari keluarga/komunitas. Pasien sering dihantui masalah sosial seperti kehilangan pekerjaan (masalah ekonomi) ataupun hubungan seksual terganggu (masalah pernikahan).
Terlepas dari keluhan-keluhan di atas, pada Hari Ginjal Sedunia ini, kami mendorong pasien penyakit ginjal kronik untuk lebih mengenali apa itu ginjal, terapi pengganti ginjal, makanan dan minuman yang dianjurkan, masalah yang mungkin terjadi saat hemodialisis ataupun setelahnya, serta cara mengatasinya. Kami mendorong agar pasien dapat hidup bahagia dengan hemodialisis dengan melakukan usaha-usaha sebagai berikut: patuhi jadwal dan aturan di Unit HD, minumlah obat sesuai instruksi dokter, konsultasikan pola makan dan jumlah cairan yang dikonsumsi dengan dokter dan dietisien, lakukan pemeriksaan laboratorium berkala untuk menilai adekuasi hemodialisis, tetap beraktivitas dan bekerja disesuaikan dengan kondisi anda.
Pencegahan PGK dapat dilakukan melalui pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan primer yaitu dengan program skrining yang bertujuan untuk mendeteksi masyarakat yang berisiko terkena penyakit ginjal. Beberapa faktor risiko PGK, di antaranya diabetes, penyakit darah tinggi (hipertensi), kegemukan (obesitas), glomerulonefritis, penyakit autoimun, merokok, dan lain-lain. Data IRR tahun 2017 menunjukkan penyebab terbanyak gagal ginjal di Indonesia adalah hipertensi (36 persen) dan diabetes (29 persen). Pola hidup sehat memegang peranan penting dalam perkembangan PGK seperti mengontrol gula darah, kolesterol, asam urat, dan tekanan darah, pola makan yang sehat seperti hindari makanan kaleng dan makanan mengandung pengawet, tidak merokok, tidak minum alkohol, serta hindari pemakaian obat penghilang nyeri yang tidak sesuai anjuran dokter. Pasien dianjurkan menjaga berat badan ideal dan olah raga teratur.
Pencegahan sekunder dimaksudkan untuk mencegah para penderita PGK mengalami penurunan fungsi ginjal yang lebih berat lagi, sehingga dapat mengurangi jumlah pasien yang harus menjalani terapi pengganti ginjal. Pemeriksaan fungsi ginjal penting dilakukan untuk mengidentifikasi adanya penyakit ginjal sedini mungkin agar penatalaksanaan yang efektif dapat diberikan. Untuk mengetahui penurunan fungsi ginjal sejak dini dapat dilakukan pemeriksaan darah dan urin. Pemeriksaan darah dengan melihat kadar ureum, kreatinin, dan menilai Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Pemeriksaan urin (urinalisis) dengan melihat kadar albumin atau protein. Pada kondisi tertentu dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti USG ginjal.
Hari Ginjal Sedunia diharapkan dapat meningkatkan perilaku pencegahan penyakit ginjal, dan mendidik semua profesional medis tentang peran mereka dalam mendeteksi dan mengurangi risiko penyakit ginjal, terutama pada populasi berisiko tinggi. Diharapkan juga peran otoritas kesehatan lokal dan nasional dalam mengendalikan epidemi penyakit ginjal, terutama edukasi pada masyarakat. Tidak kalah penting adalah mengajak masyarakat untuk ikut berperan aktif memerangi bahaya penyakit ginjal. Sebab itu, penting peranan media dalam mempromosikan upaya-upaya untuk meningkatkan kesehatan ginjal, dan tidak luput sosialisasi dampak Covid-19 terhadap fungsi ginjal terutama di masa pandemi ini.
Akhir kata kami dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) Wilayah Sumbar Riau Kepri mengucapkan Selamat Hari Ginjal Sedunia, dan semoga memberikan manfaat.***