Selasa, 10 Desember 2024

Membumikan Al-Quran dalam Kehidupan Sehari-hari

RIAUPOS.CO – Sudah menjadi tradisi di negeri kita bahwa peringatan Nuzulul Qur’an dilaksanakan di masjid-masjid, dengan banyak corak kegiatan yang dilakukan untuk menyemarakkan nya. Mulai dari tausiyah yang diisi oleh para alim ulama dan mubaligh, ada juga yang mengekspresikannya dengan syukuran bersama (genduri) atau sekedar berdoa bersama. Terdapat juga kegiatan meriah lainnya, yang semua itu adalah spirit untuk melaksanakan peringatan Nuzulul Quran, dengan senantiasa mengharapkan pemahaman dan keberkahan Ramadan.

Nuzulul Quran, berasal dari dua kata, Nuzulul dan Al-Quran. Nuzul yang berarti dipindahkan atau diturunkan, sedangkan Al-Quran adalah kalamullah (firman Allah) berupa wahyu. Terkait dengan kapan dilaksanakan kegiatan peringatan Nuzulul Qur’an, sebagian masyarakat Islam di Nusantara melaksanakannya pada malam ketujuh belas, dinisbatkan pada terjadinya Perang Badar, di tanggal 17 Ramadan.

Sebagian ulama berpendapat di tanggal 18, 21 ada juga yang di tanggal 24. Namun demikian, yang terpenting bukan pada tanggal kapan jatuhnya Nuzulul Quran, tapi semangat untuk menelaah hari besar sebagai tonggak sejarah Nuzulul Quran itulah yang terpenting, sehingga kita tahu bahwa Al-Quran diturunkan dengan sejarah panjang yang melatarbelakangi nya dan menjadi pelajaran besar bagi umat Islam.

Al-Quran sebagai dasar hukum utama umat muslim hendaknya kita di bulan Ramadan di samping mempelajari dan mengamalkan isi dan kandungan Al-Quran juga memperbanyak membacanya. Kita harus merasa dengan baginda nabi yang sangat rajin membaca Al-Quran walaupun beliau sudah dijamin surga dan sosok yang maksum.

Fenomena  baginda Rasulullah Saw sendiri orang yang  sangat giat membaca Al-Quran di bulan Ramadan sebagaimana di gambarkan dalam sebuah hadist diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas radiyallahu anhuma, ia berkata: “Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah orang yang amat dermawan, dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadan, saat beliau ditemui Jibril untuk membacakan padanya Al-Quran.

Jibril menemui beliau setiap malam pada bulan Ramadan, lalu membacakan padanya Al-Qur’an. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika ditemui jibril lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus.” Hadist diatas menunjukkan kepada kita untuk memperbanyak membaca Al-Quran terlebih di bulan Ramadan ini.

Baca Juga:  Menyatukan Pikiran dan Keyakinan

Nabi Saw bukan hanya banyak membaca Al-Quran di luar sembahyang bahkan juga beliau memanjangkan bacaan Al-Qurannya pada saat saalat malam di bulan Ramadan, melebihi dari malam di bulan lainnya. Dalam kajian fiqh memanjangkan bacaan Al-Quran boleh-boleh saja dan Ini termasuk sesuatu yang disyariatkan bagi mereka yang ingin memanjangkannya sesuai dengan kehendaknya, maka hendaknya ia shalat sendiri.

Namun boleh juga memperpanjang bacaan dalam salat berjamaah atas persetujuan para jamaah. Selain itu, maka dianjurkan untuk membaca dengan bacaan yang ringan. Imam Ahmad berkata kepada sebagian sahabatnya yang salat bersamanya di bulan Ramadan, “Mereka itu orang yang lemah, maka bacalah lima, enam, atau tujuh ayat”. Berdasarkan pernyataan Imam Ahmad rahimahullah untuk memperingatkan agar memperhatikan keadaan para makmum dan jangan membebani mereka.

Apa yang di lakukan oleh Rasulullah juga di praktikkan para salafussaleh dan ulama terdahulu. Ini di praktekkan oleh mereka dengan memperbanyak membaca Al-Quran di bulan Ramadan  baik di dalam dan luar salat. Mereka menambah perhatian mereka terhadap Al-Quran yang mulia.

Contoh teladan ini seperti yang pernah dikerjakan oleh Al-Aswad, beliau mengkhatamkan Al-Quran setiap dua hari. Pengalaman yang berbeda juga pernah di praktikkan oleh An-Nakha-I dengan mengkhatamkannya setiap tiga hari, namun di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan beliau tambah giat lagi dari kebiasaannya.

Pengalaman yang tidak kalah hebatnya juga dilakoni oleh sosok yang bernama Qatadah, beliau mengkhatamkan Alquran di setiap tujuh hari namun di sepuluh hari terakhir Ramadan meningkatkan volume khtamanya sehingga mampu menyelesaikannya khatam dalam tiga hari sekali.

Apabila bulan Ramadan tiba, Az-Zuhri mengatakan, “Bulan ini adalah bulan membaca Al-Quran dan memberi makan”. Bahkan Imam Malik apabila masuk bulan Ramadan meninggalkan membaca hadits dan berdiskusi bersama penuntut ilmu lainnya, beliau memfokuskan diri untuk membaca Al-Quran dari mushafnya.

Baca Juga:  Peran Guru Bimbingan Konseling Dalam Kurikulum Merdeka Belajar

Qatadah fokus mempelajari Alquran di bulan Ramadan. Hal ini juga di kerjakan oleh Sufyan ats-Tauri apabila datang bulan Ramadhan beliau meninggalkan ibadah sunnah dan menyibukkan diri dengan membaca Al-Quran. Dan masih banyak lagi riwayat-riwayat tentang perhatian para salaafush shalih terhadap Alquran di bulan Ramadan.

Isi kandungan Al-Quran tidak hanya mencakup pokok ajaran yang berkaitan dengan aqidah, ibadah, akhlak, muamalah, sejarah dan hukum semata, namun Al-Quran juga berisi tentang ilmu pengetahuan. Bahkan wahyu pertama berupa perintah membaca merupakan tonggak perubahan peradaban dunia. Berubah dari kehidupan jahiliyah di alam kebodohan menuju kehidupan yang berkemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Wahyu pertama dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 mengandung nilai pendidikan dan metodenya. Ayat pertama Iqra’ atau bacalah merupakan kata pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW dari wahyu pertama. Sedemikian pentingnya kata iqra’ ini, sehingga perlu diulang dua kali dalam rangkaian wahyu pertama. Mungkin sedikit mengherankan ketika perintah tersebut ditujukan pertama kali kepada seseorang yang tidak pernah membaca kitab-kitab sebelum turunnya Al-Quran, bahkan seorang yang tidak pandai membaca suatu tulisan sampai akhir hayatnya.

Beranjak dari pembahasan diatas terlepas dari kontroversi kapan terjadi nuzulul Al-Quran, kita sebagai umat muslim dengan momentum dan peristiwa ini mari kita gali kembali isi kandungan Al-Quran dan menerapkan dalam keseharian baik untuk diri kita sendiri, keluarga juga tidak bosan dan jenuh juga menyampaikannya kepada masyarakat dalam bingkai amar ma’ruf nahi mungkar.

Semoga  bulan Ramadan ini dapat kita jadikan  sebagai madrasah dalam mengintropeksi diri dengan bercermin kepada nilai-nilai Al-Quran dan juga bulan ini sebagai ladang dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas amal ibadah menuju hari esok yang lebih baik.**

Oleh: Tgk Helmi Abu Bakar el-Langkawi, Dosen Universitas Islam Al-Aziziyah Indonesia (UNISAI) Samalanga Aceh

RIAUPOS.CO – Sudah menjadi tradisi di negeri kita bahwa peringatan Nuzulul Qur’an dilaksanakan di masjid-masjid, dengan banyak corak kegiatan yang dilakukan untuk menyemarakkan nya. Mulai dari tausiyah yang diisi oleh para alim ulama dan mubaligh, ada juga yang mengekspresikannya dengan syukuran bersama (genduri) atau sekedar berdoa bersama. Terdapat juga kegiatan meriah lainnya, yang semua itu adalah spirit untuk melaksanakan peringatan Nuzulul Quran, dengan senantiasa mengharapkan pemahaman dan keberkahan Ramadan.

Nuzulul Quran, berasal dari dua kata, Nuzulul dan Al-Quran. Nuzul yang berarti dipindahkan atau diturunkan, sedangkan Al-Quran adalah kalamullah (firman Allah) berupa wahyu. Terkait dengan kapan dilaksanakan kegiatan peringatan Nuzulul Qur’an, sebagian masyarakat Islam di Nusantara melaksanakannya pada malam ketujuh belas, dinisbatkan pada terjadinya Perang Badar, di tanggal 17 Ramadan.

- Advertisement -

Sebagian ulama berpendapat di tanggal 18, 21 ada juga yang di tanggal 24. Namun demikian, yang terpenting bukan pada tanggal kapan jatuhnya Nuzulul Quran, tapi semangat untuk menelaah hari besar sebagai tonggak sejarah Nuzulul Quran itulah yang terpenting, sehingga kita tahu bahwa Al-Quran diturunkan dengan sejarah panjang yang melatarbelakangi nya dan menjadi pelajaran besar bagi umat Islam.

Al-Quran sebagai dasar hukum utama umat muslim hendaknya kita di bulan Ramadan di samping mempelajari dan mengamalkan isi dan kandungan Al-Quran juga memperbanyak membacanya. Kita harus merasa dengan baginda nabi yang sangat rajin membaca Al-Quran walaupun beliau sudah dijamin surga dan sosok yang maksum.

- Advertisement -

Fenomena  baginda Rasulullah Saw sendiri orang yang  sangat giat membaca Al-Quran di bulan Ramadan sebagaimana di gambarkan dalam sebuah hadist diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas radiyallahu anhuma, ia berkata: “Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah orang yang amat dermawan, dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadan, saat beliau ditemui Jibril untuk membacakan padanya Al-Quran.

Jibril menemui beliau setiap malam pada bulan Ramadan, lalu membacakan padanya Al-Qur’an. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika ditemui jibril lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus.” Hadist diatas menunjukkan kepada kita untuk memperbanyak membaca Al-Quran terlebih di bulan Ramadan ini.

Baca Juga:  Penerbitan IMB dan SLF Gedung Fungsi Khusus

Nabi Saw bukan hanya banyak membaca Al-Quran di luar sembahyang bahkan juga beliau memanjangkan bacaan Al-Qurannya pada saat saalat malam di bulan Ramadan, melebihi dari malam di bulan lainnya. Dalam kajian fiqh memanjangkan bacaan Al-Quran boleh-boleh saja dan Ini termasuk sesuatu yang disyariatkan bagi mereka yang ingin memanjangkannya sesuai dengan kehendaknya, maka hendaknya ia shalat sendiri.

Namun boleh juga memperpanjang bacaan dalam salat berjamaah atas persetujuan para jamaah. Selain itu, maka dianjurkan untuk membaca dengan bacaan yang ringan. Imam Ahmad berkata kepada sebagian sahabatnya yang salat bersamanya di bulan Ramadan, “Mereka itu orang yang lemah, maka bacalah lima, enam, atau tujuh ayat”. Berdasarkan pernyataan Imam Ahmad rahimahullah untuk memperingatkan agar memperhatikan keadaan para makmum dan jangan membebani mereka.

Apa yang di lakukan oleh Rasulullah juga di praktikkan para salafussaleh dan ulama terdahulu. Ini di praktekkan oleh mereka dengan memperbanyak membaca Al-Quran di bulan Ramadan  baik di dalam dan luar salat. Mereka menambah perhatian mereka terhadap Al-Quran yang mulia.

Contoh teladan ini seperti yang pernah dikerjakan oleh Al-Aswad, beliau mengkhatamkan Al-Quran setiap dua hari. Pengalaman yang berbeda juga pernah di praktikkan oleh An-Nakha-I dengan mengkhatamkannya setiap tiga hari, namun di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan beliau tambah giat lagi dari kebiasaannya.

Pengalaman yang tidak kalah hebatnya juga dilakoni oleh sosok yang bernama Qatadah, beliau mengkhatamkan Alquran di setiap tujuh hari namun di sepuluh hari terakhir Ramadan meningkatkan volume khtamanya sehingga mampu menyelesaikannya khatam dalam tiga hari sekali.

Apabila bulan Ramadan tiba, Az-Zuhri mengatakan, “Bulan ini adalah bulan membaca Al-Quran dan memberi makan”. Bahkan Imam Malik apabila masuk bulan Ramadan meninggalkan membaca hadits dan berdiskusi bersama penuntut ilmu lainnya, beliau memfokuskan diri untuk membaca Al-Quran dari mushafnya.

Baca Juga:  Meraih Bonus Demografi

Qatadah fokus mempelajari Alquran di bulan Ramadan. Hal ini juga di kerjakan oleh Sufyan ats-Tauri apabila datang bulan Ramadhan beliau meninggalkan ibadah sunnah dan menyibukkan diri dengan membaca Al-Quran. Dan masih banyak lagi riwayat-riwayat tentang perhatian para salaafush shalih terhadap Alquran di bulan Ramadan.

Isi kandungan Al-Quran tidak hanya mencakup pokok ajaran yang berkaitan dengan aqidah, ibadah, akhlak, muamalah, sejarah dan hukum semata, namun Al-Quran juga berisi tentang ilmu pengetahuan. Bahkan wahyu pertama berupa perintah membaca merupakan tonggak perubahan peradaban dunia. Berubah dari kehidupan jahiliyah di alam kebodohan menuju kehidupan yang berkemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Wahyu pertama dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 mengandung nilai pendidikan dan metodenya. Ayat pertama Iqra’ atau bacalah merupakan kata pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW dari wahyu pertama. Sedemikian pentingnya kata iqra’ ini, sehingga perlu diulang dua kali dalam rangkaian wahyu pertama. Mungkin sedikit mengherankan ketika perintah tersebut ditujukan pertama kali kepada seseorang yang tidak pernah membaca kitab-kitab sebelum turunnya Al-Quran, bahkan seorang yang tidak pandai membaca suatu tulisan sampai akhir hayatnya.

Beranjak dari pembahasan diatas terlepas dari kontroversi kapan terjadi nuzulul Al-Quran, kita sebagai umat muslim dengan momentum dan peristiwa ini mari kita gali kembali isi kandungan Al-Quran dan menerapkan dalam keseharian baik untuk diri kita sendiri, keluarga juga tidak bosan dan jenuh juga menyampaikannya kepada masyarakat dalam bingkai amar ma’ruf nahi mungkar.

Semoga  bulan Ramadan ini dapat kita jadikan  sebagai madrasah dalam mengintropeksi diri dengan bercermin kepada nilai-nilai Al-Quran dan juga bulan ini sebagai ladang dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas amal ibadah menuju hari esok yang lebih baik.**

Oleh: Tgk Helmi Abu Bakar el-Langkawi, Dosen Universitas Islam Al-Aziziyah Indonesia (UNISAI) Samalanga Aceh

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari