BEOGRAD (RIAUPOS.CO) – Novak Djokovic mengecam keputusan yang melarang petenis Rusia dan Belarusia tampil dalam Grand Slam Wimbledon tahun ini sebagai reaksi atas invasi di Ukraina.
Petenis nomor satu dunia itu mengaku tidak membenarkan perang, tetapi melarang atlet berkompetisi dianggapnya sebagai hal yang tidak adil.
“Saya akan selalu mengutuk perang, saya tidak akan pernah mendukung perang karena saya sendiri adalah anak (korban) perang,” kata Djokovic dalam acara ATP di Beograd seperti dikutip AFP, Kamis (21/4/2022).
“Saya tahu berapa banyak trauma emosional yang ditinggalkan. Di Serbia, kita semua tahu apa yang terjadi pada 1999. Di Balkan, kami mengalami banyak perang dalam sejarah. Namun, saya tidak bisa mendukung keputusan Wimbledon, saya pikir itu gila. Pemain, tenis, atlet tidak ada hubungannya (perang). Kalau politik mencampuri olahraga, hasilnya akan buruk,” jelasnya.
All England Lawn Tennis Club (AELTC) yang menyelenggarakan Wimbledon menyatakan pihaknya bertindak demikian untuk “membatasi pengaruh global Rusia dengan cara sekuat mungkin.”
Namun, asosiasi tenis putra dan putri, ATP serta WTA, juga mengkritik larangan tersebut dengan mengatakan keputusan itu “tidak adil” dan “sangat mengecewakan.”
AELTC menjadi organisasi tenis pertama yang melarang petenis Rusia bertanding. ATP dan WTA mengizinkan mereka tetap bertanding di bawah bendera netral. Artinya, tidak boleh mengibarkan bendera dan memperdengarkan lagu kebangsaan Rusia.
Daniil Medvedev yang merupakan saingan terdekat Djokovic dalam peringkat dunia (nomor dua dunia), akan menjadi salah satu yang terdampak atas keputusan ini. Djokovic sendiri baru bermain dalam turnamen ketiganya musim ini di ibu kota Serbia, Beograd Open, setelah dideportasi dari Australia menjelang Australian Open karena menolak divaksin COVID-19.
Juara Grand Slam 20 kali itu mengalahkan Laslo Djere 2-6 7-6(8/6) 7-6(7/4) pada babak kedua Beograd, Rabu (20/4/2022).
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman