Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Pakai Kebijakan Darurat Sipil

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — KARANTINA wilayah belum juga menjadi pilihan bagi pemerintah untuk membendung penyebaran Covid-19. Sebagai gantinya, pemerintah memperkuat landasan hukum untuk menerapkan physical distancing atau menjaga jarak fisik antarwarga. Yakni, dengan menggunakan sistem darurat sipil.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin menggelar rapat terbatas membahas perkembangan terkini wabah Covid-19. Dalam kesempatan itu, imbauan-imbauan yang selama ini digaungkan pemerintah dinilai masih belum cukup kuat membuat masyarakat berdiam diri di rumah. Sehingga, perlu ada peningkatan ketegasan.

Presiden pun meminta agar kebijakan pembatasan sosial berskala besar, dalam hal ini physical distancing dilakukan lebih tegas, disiplin, dan efektif.

"Saya sudah sampaikan bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil," ujar Presiden.

Selama penerapan darurat sipil, apotek dan toko-toko penyuplai keperluan pokok bisa tetap buka untuk melayani keperluan warga. Dasar hukum pengetatan physical distancing menggunakan tiga UU. UU 24/2007 tentang Bencana, UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan Perppu 23/1959 tentang Menetapkan Keadaan Bahaya. Regulasi terakhir menjadi dasar utama penerapan status darurat sipil.

Dalam Perppu tersebut, darurat sipil bisa ditetapkan salah satunya bila negara mengalami keadaan-keadaan khusus yang menimbulkan gejala- gejala yang dapat membahayakan hidup negara. Presiden punya pilihan untuk menerapkan darurat sipil di sebagian atau seluruh wilayah negara. Salah satu konsekuensinya, penguasa darurat sipil berhak memerintahkan aparat melakukan sebuah tindakan tertentu. Dalam kasus physical distancing misalnya, kepala daerah bisa memerintahkan kepolisian untuk membubarkan kerumunan orang di manapun. Penerapan darurat sipil membuat kepolisian punya dasar hukum lebih kuat menindak orang-orang yang masih bandel berkerumun.

Baca Juga:  BMW i8 Tutup Usia, Diganti dengan i12 yang Lebih Kencang

Kepala gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menuturkan, pemerintah tidak mengikuti apa yang telah dilakukan oleh sejumlah negara. Sebab, ternyata kebijakan yang diambil juga tidak efektif dan justru menimbulkan dampak baru. "Penyelesaian bencana tidak dibenarkan menimbulkan masalah baru,"  terangnya.

Bila kebijakan karantina wilayah diambil, konsekuensinya teramat besar. UU Karantina Kesehatan mengatur, konsekuensi dari pemberlakuan karantina wilayah. Kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

Artinya, semua orang yang berada di wilayah yang dikarantina tanpa terkecuali harus ditanggung oleh pemerintah. Berdasarkan pengalaman sejumlah negara yang melakukan karantina wilayah, ternyata tidak efektif. Malah menimbulkan masalah baru.

"Sehingga terjadi penumpukan masyarakat dalam jumlah yang sangat besar, sangat banyak," lanjut kepala BNPB itu.

Meski tidak menyebut negara, namun penjelasan itu mirip dengan yang terjadi di India. Di mana terjadi rush akibat karantina wilayah. Masyarakat berbondong-bondong pulang kampung sehingga justru terjadi kerumunan besar. Bila ada 1-2 orang positif, bisa dibayangkan betapa banyak yang akan tertular.

Dalam waktu dekat, pemerintah akan menerbitkan perppu sebagai landasan hukum melaksanakan pembatasan sosial secara lebih ketat. Sehingga, setiap langkah yang diambil oleh pemerintah pusat maupun pemda bisa lebih terukur dan efektif. Di luar kebijakan pembatasan sosial, pemerintah juga memastikan bahwa ketersediaan bahan pokok aman di seluruh daerah. Termasuk sarana kesehatan publik seperti masker, hand sanitizer dan cairan disinfektan. Sehingga, tidak perlu ada pembelian dalam jumlah besar untuk kebutuhan-kebutuhan itu.

Baca Juga:  Gubernur Minta Laporan Harian Pembebasan Lahan Tol Padang-Pekanbaru

Mengenai APD, Presiden sejak awal menyebut kebutuhan Indonesia cukup besar. Aampai akhir Mei mendatang, diperlukan sedikitnya 3 juta APD untuk kebutuhan dalam negeri. Saat ini, sudah ada 28 perusahaan yang memproduksi APD, di mana 5 di antaranya adalah produsen tetap. Walaupun sebagian besar bahan bakunya impor.

Gugus tugas sudah menyalurkan 165 ribu APD ke seluruh Indoensia. Sementara, kemarin tiba 100 ribu unit APD lagi hasil produksi perusahaan-perusahaan tersebut. Memang, konsekuensi bahan baku impor adalah Indonesia wajib mengekspor APD. Dia sudah berkonsultasi dengan menlu dan menteri lainnya.

"Ada kesepakatan bahwa kita juga mendapatkan hak dan prioritas untuk memenuhi kebutuhan domestik," lanjut Doni.

Pemerintah juga telah menyetujui usulan para kepala daerah agar dilakukan pemeriksaan kesehatan door to door oleh puskesmas. Saat ini, Kemenkes sedang menyusun SOP-nya. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan dan bagaimana mekanisme pemeriksaan tersebut dijalankan di lapangan. (byu/tau/syn/deb/ted)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — KARANTINA wilayah belum juga menjadi pilihan bagi pemerintah untuk membendung penyebaran Covid-19. Sebagai gantinya, pemerintah memperkuat landasan hukum untuk menerapkan physical distancing atau menjaga jarak fisik antarwarga. Yakni, dengan menggunakan sistem darurat sipil.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin menggelar rapat terbatas membahas perkembangan terkini wabah Covid-19. Dalam kesempatan itu, imbauan-imbauan yang selama ini digaungkan pemerintah dinilai masih belum cukup kuat membuat masyarakat berdiam diri di rumah. Sehingga, perlu ada peningkatan ketegasan.

- Advertisement -

Presiden pun meminta agar kebijakan pembatasan sosial berskala besar, dalam hal ini physical distancing dilakukan lebih tegas, disiplin, dan efektif.

"Saya sudah sampaikan bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil," ujar Presiden.

- Advertisement -

Selama penerapan darurat sipil, apotek dan toko-toko penyuplai keperluan pokok bisa tetap buka untuk melayani keperluan warga. Dasar hukum pengetatan physical distancing menggunakan tiga UU. UU 24/2007 tentang Bencana, UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan Perppu 23/1959 tentang Menetapkan Keadaan Bahaya. Regulasi terakhir menjadi dasar utama penerapan status darurat sipil.

Dalam Perppu tersebut, darurat sipil bisa ditetapkan salah satunya bila negara mengalami keadaan-keadaan khusus yang menimbulkan gejala- gejala yang dapat membahayakan hidup negara. Presiden punya pilihan untuk menerapkan darurat sipil di sebagian atau seluruh wilayah negara. Salah satu konsekuensinya, penguasa darurat sipil berhak memerintahkan aparat melakukan sebuah tindakan tertentu. Dalam kasus physical distancing misalnya, kepala daerah bisa memerintahkan kepolisian untuk membubarkan kerumunan orang di manapun. Penerapan darurat sipil membuat kepolisian punya dasar hukum lebih kuat menindak orang-orang yang masih bandel berkerumun.

Baca Juga:  Penerima Bantuan Bisa Dicek di Website Covid-19

Kepala gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menuturkan, pemerintah tidak mengikuti apa yang telah dilakukan oleh sejumlah negara. Sebab, ternyata kebijakan yang diambil juga tidak efektif dan justru menimbulkan dampak baru. "Penyelesaian bencana tidak dibenarkan menimbulkan masalah baru,"  terangnya.

Bila kebijakan karantina wilayah diambil, konsekuensinya teramat besar. UU Karantina Kesehatan mengatur, konsekuensi dari pemberlakuan karantina wilayah. Kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

Artinya, semua orang yang berada di wilayah yang dikarantina tanpa terkecuali harus ditanggung oleh pemerintah. Berdasarkan pengalaman sejumlah negara yang melakukan karantina wilayah, ternyata tidak efektif. Malah menimbulkan masalah baru.

"Sehingga terjadi penumpukan masyarakat dalam jumlah yang sangat besar, sangat banyak," lanjut kepala BNPB itu.

Meski tidak menyebut negara, namun penjelasan itu mirip dengan yang terjadi di India. Di mana terjadi rush akibat karantina wilayah. Masyarakat berbondong-bondong pulang kampung sehingga justru terjadi kerumunan besar. Bila ada 1-2 orang positif, bisa dibayangkan betapa banyak yang akan tertular.

Dalam waktu dekat, pemerintah akan menerbitkan perppu sebagai landasan hukum melaksanakan pembatasan sosial secara lebih ketat. Sehingga, setiap langkah yang diambil oleh pemerintah pusat maupun pemda bisa lebih terukur dan efektif. Di luar kebijakan pembatasan sosial, pemerintah juga memastikan bahwa ketersediaan bahan pokok aman di seluruh daerah. Termasuk sarana kesehatan publik seperti masker, hand sanitizer dan cairan disinfektan. Sehingga, tidak perlu ada pembelian dalam jumlah besar untuk kebutuhan-kebutuhan itu.

Baca Juga:  7 Karung Narkoba Siap Edar, Berhasil Diamankan

Mengenai APD, Presiden sejak awal menyebut kebutuhan Indonesia cukup besar. Aampai akhir Mei mendatang, diperlukan sedikitnya 3 juta APD untuk kebutuhan dalam negeri. Saat ini, sudah ada 28 perusahaan yang memproduksi APD, di mana 5 di antaranya adalah produsen tetap. Walaupun sebagian besar bahan bakunya impor.

Gugus tugas sudah menyalurkan 165 ribu APD ke seluruh Indoensia. Sementara, kemarin tiba 100 ribu unit APD lagi hasil produksi perusahaan-perusahaan tersebut. Memang, konsekuensi bahan baku impor adalah Indonesia wajib mengekspor APD. Dia sudah berkonsultasi dengan menlu dan menteri lainnya.

"Ada kesepakatan bahwa kita juga mendapatkan hak dan prioritas untuk memenuhi kebutuhan domestik," lanjut Doni.

Pemerintah juga telah menyetujui usulan para kepala daerah agar dilakukan pemeriksaan kesehatan door to door oleh puskesmas. Saat ini, Kemenkes sedang menyusun SOP-nya. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan dan bagaimana mekanisme pemeriksaan tersebut dijalankan di lapangan. (byu/tau/syn/deb/ted)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari