JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayan (Mendikub) Nadiem Makarim membuka sekolah untuk mengaktifkan kembali belajar secara tatap muka munai kritik. Pasalnya di luar zona hijau, pembukaan sekolah bisa membahayakan keselamatan dan kesehatan para siswa.
Kritik itu disampaikan oleh Mantan Koordinator pada Direktorat Hukum pada Tim Kampanye Nasional Jokowi-Maruf Amin, Hendra Setiawan Boen.
Hendra mengaku, dirinya tidak paham dengan keputusan tersebut. Karena data apa yang digunakan oleh pemerintah dan Nadiem Makarim untuk memutuskan bahwa sudah dapat dilakukan kegiatan belajar mengajar di sekolah pada saat pandemi Covid-19. Faktanya di Indonesia belum menunjukan penurunan.
"Data terakhir bahkan menyatakan bahwa orang yang terinfeksi Covid-19 terus mengalami kenaikan dan per hari ini ada 104.432 kasus di Indonesia dan muncul 90 kluster perkantoran hanya di Jakarta saja," ujar Hendra dalam keterangan tertulisnya pada JawaPos.com, Kamis (30/7).
Menurutnya, data di atas adalah data resmi pemerintah, yang kondisinya masih sangat terbuka kemungkinan jumlah yang tidak terdeteksi jauh lebih banyak. Misalnya pada saat data resmi pemerintah menunjukkan terdapat korban meninggal sebanyak 2.276 orang, ternyata ditemukan data dari rumah sakit yang menanggani pasien Covid-19 di seluruh Indonesia bahwa orang meninggal sebenarnya sudah berjumlah 13.885 orang atau lebih dari empat kali lipat angka kematian yang diumumkan.
"Kenaikan klaster virus corona di puluhan kantor sejak PSBB dilonggarkan pada tanggal 4 Juni 2020 juga membuktikan bahwa protokol kesehatan yang diterapkan pada semua perkantoran, hanya dapat menekan angka orang yang akan terinfeksi tapi tidak dapat menghalangi kenaikan kasus infeksi Covid-19," ujarnya.
Lebih lanjut, Hendra juga menuturkan, orang-orang di kantor adalah orang-orang yang sudah dewasa dan seharusnya lebih disiplin dalam melaksanakan protokol kesehatan tapi mereka masih tetap kena. Bagaimana dengan anak-anak yang tentunya tidak akan sedisiplin orang dewasa.
"Di dalam sekolah mereka dapat dipaksa melakukan protokol kesehatan dengan ketat, tapi apa ada jaminan begitu mereka keluar sekolah akan juga melakukan protokol kesehatan? Orang dewasa saja tidak bisa dan hal ini merupakan salah satu sebab angka penderita Covid-19 di Indonesia terus naik," yegasnya.
Belum lagi, kata dia, data dari US Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menemukan bahwa virus Covid-19 ini dapat menular melalui udara dan pada ruang tertutup (ruang kelas atau ruang kantor misalnya) ternyata virus ini dapat bertahan di udara selama 16 jam.
Artinya, lanjut Hendra, protokol kesehatan berupa pembatasan kapasitas kelas menjadi 50 persen tidak akan efektif menghindari sekolah menjadi klaster baru apabila ada satu saja anak tanpa gejala yang bersekolah dan menyebabkan virus tersebut melayang di ruang kelas.
Hendra juga kembali menegaskan, dalam hal apapun sekolah tidak boleh dibuka di luar zona hijau sampai masalah Covid-19 selesai. Dia menilai sistem belajar jarak jauh sudah benar. Bahwa ada masalah anak-anak yang tidak punya akses internet maupun gawai, maka hal tersebut harus diatasi agar memastikan mereka bisa mengakses internet dan gawai untuk belajar jarak jauh.
"Bukankah dana Program Organisasi Penggerak (POP) yang ratusan miliar tersebut dapat digunakan untuk pengadaan internet dan gawai bagi peserta didik yang tidak mampu? Kebosanan anak di rumah juga bukan alasan. Lebih baik anak bosan di rumah daripada masa depan mereka rusak atau bahkan mereka kehilangan nyawa akibat terjangkit Covid-19," tutupnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi