Tetap Demo Tolak Omnibus Law Cipta Kerja

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Di tengah pandemi Covid-19, masyarakat masih terus menyampaikan penolakan terhadap RUU Cipta Kerja. Kemarin (28/4), aktivis Pro Demokrasi (Prodem) menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR. Mereka menolak rancangan Omnibus Law itu.

Puluhan aktivis Prodem berkumpul di depan gedung parlemen sekitar pukul 13.30. Mereka menyampaikan aspirasi terkait pembahasan RUU Cipta Kerja yang sudah dimulai dilakukan DPR.

- Advertisement -

Ketua Majelis Pro Demok­rasi (Prodem) Iwan Sumule mengatakan, pihaknya menolak RUU Cipta Kerja. “Topik bahasan Omnibus Law jelas merupakan hasil rekayasa pemikiran pemerintah untuk merespons kepentingan pemilik modal asing,” teriak saat menyampaikan orasi kemarin.

Menurut dia, rancangan regulasi itu tidak aspiratif memenuhi kepentingan rakyat Indonesia dan berpotensi merugikan kelompok usaha ekonomi rakyat miskin, seperti buruh, petani, nelayan dan masyarakat miskin kota lainya.

- Advertisement -

Iwan mengatakan, Omnibus Law membuka ruang yang luas bagi presiden untuk melanggar hirarki perundang-undangan yang lebih tinggi, dan memungkinkan presiden dmengganti UU dengan peraturan pemerintah (PP). “Pendek kata terbersit tujuan untuk melindungi presiden dari impeach,” tegas dia.

Dengan adanya RUU sapu jagat itu, kata dia, ada puluhan UU yang harus di batalkan secara otomatis. “Lalu bagaimana merevisi UU tersebut dan konsekuensi yuridisnya dikemudian hari,” jelasnya.

Iwan mengatakan, Omnibus Law akan sangat merugikan. Misalnya, hak guna usaha (HGU) yang akan diberikan sampai 90 tahun. Regulasi itu lebih lama dari aturan di zaman kolonial yang hanya mencapai 25-30 tahun.

Selain itu, pemerintah juga akan memporak- porandakan pelaksanaan pembangunan reforma agraria. Tanah atau lahan pertanahan, hak ulayat atau hak adat dan sumber-sumber agraria lainya akan dikuasai oleh segelintir pemilik modal asing. Hal itu mengakibatkan pemiskinan sistemik bagi petani, peladang, masyarakat adat dan nelayan pesisir pantai.

“DPR seharusnya menghentikan pembahasan RUU Omnibus Law, karena terindikasi pemerintah ingin lolos dari jerat hukum dan tanggung jawab,” tegas dia. Selain menolak RUU Cipta Kerja, Prodem juga menolak Perppu Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara.

Willy Aditya, wakil ketua Baleg DPR RI menegaskan bahwa pihaknya akan tetap melanjutkan pembahasan. Menurut dia, RUU Omnibus Law sangat krusial untuk merespons perkembangan ekonomi di masa yang akan datang. “RUU ini adalah inisiasi murni dari anak bangsa, agar mampu mencapai visi Indonesia dalam jangka panjang,” katanya.

Sebagai bagian dari akun­tabilitas, kata dia,  baleg akan selalu melaporkan proses pembahasan kepada masyarakat. Setiap Senin,  pihaknya akan menyampaikan perkembangannya. (lum)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Di tengah pandemi Covid-19, masyarakat masih terus menyampaikan penolakan terhadap RUU Cipta Kerja. Kemarin (28/4), aktivis Pro Demokrasi (Prodem) menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR. Mereka menolak rancangan Omnibus Law itu.

Puluhan aktivis Prodem berkumpul di depan gedung parlemen sekitar pukul 13.30. Mereka menyampaikan aspirasi terkait pembahasan RUU Cipta Kerja yang sudah dimulai dilakukan DPR.

Ketua Majelis Pro Demok­rasi (Prodem) Iwan Sumule mengatakan, pihaknya menolak RUU Cipta Kerja. “Topik bahasan Omnibus Law jelas merupakan hasil rekayasa pemikiran pemerintah untuk merespons kepentingan pemilik modal asing,” teriak saat menyampaikan orasi kemarin.

Menurut dia, rancangan regulasi itu tidak aspiratif memenuhi kepentingan rakyat Indonesia dan berpotensi merugikan kelompok usaha ekonomi rakyat miskin, seperti buruh, petani, nelayan dan masyarakat miskin kota lainya.

Iwan mengatakan, Omnibus Law membuka ruang yang luas bagi presiden untuk melanggar hirarki perundang-undangan yang lebih tinggi, dan memungkinkan presiden dmengganti UU dengan peraturan pemerintah (PP). “Pendek kata terbersit tujuan untuk melindungi presiden dari impeach,” tegas dia.

Dengan adanya RUU sapu jagat itu, kata dia, ada puluhan UU yang harus di batalkan secara otomatis. “Lalu bagaimana merevisi UU tersebut dan konsekuensi yuridisnya dikemudian hari,” jelasnya.

Iwan mengatakan, Omnibus Law akan sangat merugikan. Misalnya, hak guna usaha (HGU) yang akan diberikan sampai 90 tahun. Regulasi itu lebih lama dari aturan di zaman kolonial yang hanya mencapai 25-30 tahun.

Selain itu, pemerintah juga akan memporak- porandakan pelaksanaan pembangunan reforma agraria. Tanah atau lahan pertanahan, hak ulayat atau hak adat dan sumber-sumber agraria lainya akan dikuasai oleh segelintir pemilik modal asing. Hal itu mengakibatkan pemiskinan sistemik bagi petani, peladang, masyarakat adat dan nelayan pesisir pantai.

“DPR seharusnya menghentikan pembahasan RUU Omnibus Law, karena terindikasi pemerintah ingin lolos dari jerat hukum dan tanggung jawab,” tegas dia. Selain menolak RUU Cipta Kerja, Prodem juga menolak Perppu Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara.

Willy Aditya, wakil ketua Baleg DPR RI menegaskan bahwa pihaknya akan tetap melanjutkan pembahasan. Menurut dia, RUU Omnibus Law sangat krusial untuk merespons perkembangan ekonomi di masa yang akan datang. “RUU ini adalah inisiasi murni dari anak bangsa, agar mampu mencapai visi Indonesia dalam jangka panjang,” katanya.

Sebagai bagian dari akun­tabilitas, kata dia,  baleg akan selalu melaporkan proses pembahasan kepada masyarakat. Setiap Senin,  pihaknya akan menyampaikan perkembangannya. (lum)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya