Sejak 1994 Anung Sugihantono berlangganan komik ‘’Donal Bebek’’. Mulanya untuk anak-anaknya, tapi ternyata dia jadi tertarik membacanya. Sebagian koleksinya sudah disumbangkan.
(RIAUPOS.CO) – Pekan depan menjadi awal kelabu bagi penggemar komik Donal Bebek. Tim redaksi mengumumkan tak akan lagi menerbitkan komik itu. Terbitan Senin (29/6) dengan nomor edisi 2.019 akan menjadi edisi terakhir. Masuk Indonesia sejak 5 Juni 1976, tokoh seperti Donal, Paman Gober, Mimi Hitam, hingga Trio Kwik, Kwek, Kwak punya tempat tersendiri di hati penggemarnya.
”Opo Donal Bebek keno Covid-19 yo? Sudah masuk kelompok rentan, punya komorbid karena usia sudah di atas 100 tahun, gizi kurang, stres tinggi, dan suka marah,” kelakar Anung Sugihantono melalui pesan WhatsApp.
Mantan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes itu adalah penggemar berat Donal Bebek. Dia mengumpulkan komiknya sejak 1994. Pada 2015 dia pindah ke Jakarta dan tetap melanjutkan berlangganan. Setelah dibaca, komik tersebut ditempatkan di lemari di rumah dinas. ”Ya sekarang pasti kehilangan. Setelah pekan depan sudah nggak ada lagi,” tutur pria kelahiran Temanggung itu.
Perkenalan Anung dengan tokoh-tokoh milik Disney tersebut sebenarnya tak sengaja. Dia sejak muda memang gemar membaca majalah.
Ketika menjadi dokter di salah satu puskesmas di Rembang, Anung berlangganan berbagai majalah dan surat kabar. ”Dulu di depan rumah dinas puskesmas, ada sekolah. Melihat anak-anak yang kurang bacaan jadi kepikiran koleksi majalah,” ucapnya.
Dia menuturkan bahwa waktu itu, sekitar 1985, tak banyak hiburan. Apalagi, dia masih melajang. Untuk melepas sepi, dia berlangganan majalah dan surat kabar. Setiap selesai membaca, dia menjilid koleksinya. Kemudian menyimpannya.
Kebiasaan itu berlanjut ketika dia pindah ke Semarang. Di Semarang, Anung memiliki keluarga dan anak balita. Dia tetap berlangganan majalah dan surat kabar. Waktu itu ditambah dengan berlangganan majalah anak dan komik Donal Bebek. Komik itu untuk bacaan anak-anaknya. ”Dibaca anak terus, akhirnya ada yang sobek. Maka, setiap sepuluh eksemplar dijilid,” ujar Anung.