’’Dugaan makar karena pasal 107 itu tidak perlu ada akibat. Bukti materil saja cukup apa yang diucapkan, formilnya dalam bentuk kegiatan sudah ada, tidak menunggu akibat sudah bisa diterapkan. Apalagi ini sudah ada kegiatan, Jakarta dan Medan satu nafas tidak berdiri sendiri dimana tujuannya memprovokasi masyarakat. Ini yang harapannya kita cegah, silent majority lebih banyak kasihan masyarakat yang lain. ada kaitan dengan LP itu,’’ bebernya, Selasa (28/5/2019) di Medan.
Soal tudingan Polda Sumut melakukan kriminalisasi, Agus membantahnya. ’’Ini bukan kriminalisasi, tapi ada perbuatan melawan hukum, ada aturan hukum yang dilanggar, ada yang melapor kita dudukkan masalahnya kita tegakkan hukum,’’ ujarnya.
Sementara itu, sehari sebelum ditetapkan tersangka, Rafdinal yang akrab disapa Ustadz Rafdinal sempat membuat status di akun Facebooknya, tentang dia dijemput oleh aparat dari rumah. ’’Assalamualaikum, mohon doa semua keluarga sahabat, kaum muslimin dan para pejuang Islam, saya siang ini dijemput dari rumah oleh aparat Poldasu dengan tuduhan makar. Allahu akbar,’’ tulisnya.
Sedangkan, masih dari dugaan makar di Sumut, selain Rafdinal, orator aksi 22 Mei di Sumut juga mendapatkan surat pemanggilan. Di antaranya Ustadz Heriansyah (Ketua GNPF Sumut), R Bunda Roni Handoko (Ketua Komunitas Berani Hijrah), Rabu Alam Syahputra (Ketua GNKR Sumut) dan lainnya.