BATAM (RIAUPOS.CO) — Berdasarkan data Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), terdapat lebih 330 hektare hutan lindung di seluruh Batam dirusak dan diperjualbelikan untuk dijadikan kaveling siap bangun (KSB) oleh sejumlah pengembang ilegal.
Mengetahui hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera mengambil tindakan yang diperlukan selain akan berupaya mengembalikan hutan lindung ke dalam fungsinya. KLHK tidak main-main dalam upaya mengungkap dan menjerat dengan hukum para pengrusak hutan lindung, apalagi hingga mengomersialkannya.
BPKN juga sudah merekomendasikan dan membuat surat permohonan ke Mabes Polri untuk ditertibkan, dan penegakan hukum terhadap penyerobotan hutan lindung di Batam.
Kasus penangkapan Zazli oleh tim gabungan KLHK, beberapa hari lalu, salah upaya penegakan hukum terhadap penyerobot hutan lindung.
Komisaris PT Prima Makmur Batam (PMB) itu, merupakan pengembang yang menggarap secara ilegal hutan lindung seluas 52 hektare di dua tempat. Yakni di Teluk Lengung, Punggur, dan Batubesar-Nongsa untuk dijadikan kaveling siap bangun, lalu diperjualbelikan ke masyarakat.
Ribuan warga yang mengaku menjadi korban dari PT PMB, juga mengadu ke BPKN.Aduan tersebut langsung ditanggapi oleh Ketua Komisi Advokasi BPKN Rizal dan wakil BPKN Rolas Sitinjak yang langsung datang ke Batam menggelar audiensi.
Dua kali pertemuan, pertama pada September 2019 dan awal Februari 2020. Dalam pertemuan tersebut terungkap jumlah warga yang menjadi korban mencapai 2.700 orang.
Kerugian warga korban kaveling ilegal ukuran 8 x 12 meter tersebut bervariasi. Mulai Rp 10 juta hingga Rp 30 juta untuk satu warga. Atas kerugian itulah, BPKN merekomendasikan PT PMB wajib mengembalikan uang warga yang terlanjur dibayar.
Apabila perusahaan tak mampu, BPKN terpaksa mengadukan ke Mabes Polri, KPK, serta
tembusan ke Presiden. Opsi kedua yang diminta warga adalah, proyek KSB oleh PT PMB tetap dilanjutkan sampai jadi berikut pengurusan perizinan lahan sampai jadi legal. Namun, opsi kedua sepertinya mustahil. Sebab lahan yang dikaveling-kaveling seluas 52 hektare oleh PT PMB, statusnya masih hutan lindung dan belum dialokasikan oleh BP Batam.
“Makanya kami menyediakan form pengaduan atau laporan masyarakat yang nantinya kami kumpulkan dan kami bawa ke pusat. Selanjutnya pengaduan ribuan warga korban PT PMB ini akan kami sampaikan langsung ke Presiden Jokowi agar ditindaklanjuti,” ujar Rolas.
Berdasarkan hasil audiensi pada September 2019 lalu, luas lahan yang diklaim dan dikaveling-kaveling oleh PT PMB di dua tempat. Yakni di Punggur seluas 24 hektare dan di Batubesar seluas 28 hektare. Ada sekitar 3.800 kaveling, dan sudah diperjualbelikan ke masyarakat Batam.
Sementara pada audiensi awal Februari 2020 ini, BPKN mengeluarkan data terbaru. Yakni sebanyak 768 konsumen atau warga membeli kaveling di Kaveling Bukit Indah Nongsa IV dan di Teluk Lengung yang dinamakan Bintang Kaveling Punggur.
Namun, setelah ditelusuri ke berbagai intansi terkait, lahan tersebut murni hutan lindung. sehingga tidak boleh ada aktivitas apapun di atasnya.
“Konsumen telah dirugikan karena membayar lunas ke pengembang, dalam hal ini manajemen PT PMB. Sementara legalitas kaveling tersebut ternyata bodong alias ilegal,” jelasnya. “Fakta itu tak bisa dibantah. Dibawa ke ranah hukum manapun jelas PT PMB telah melakukan penipuan massal ke masyarakat Batam,” tegas Rolas. BPKN juga telah berkoordinasi dengan pemangku kepentingan di Batam, yakni BP Batam, DPRD Batam, DPMPTSP Batam, BPN Kota Batam, KLHK dengan melibatkan beberapa ahli terkait.
Hasilnya didapati usaha yang dilakukan PT PMB di kawasan hutan lindung telah melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Perpres Nomor 87 Tahun 2011 tentang RTRW Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun. Serta Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.272/MENLHK/SETJEN/ PLA.0/6/2018 tentang perubahan peruntukan kawasan hutan lindung di Batam menjadi bukan kawasan hutan lindung.
Rolas mengatakan, adanya dugaan penyalahgunaan lahan di kawasan hutan lindung di Batam, karena ada pembiaran yang dilakukan pemangku kepentingan. Serta lemahnya pengendalian dan pengawasan lahan di kawasan BP Batam. Sehubungan dengan hal tersebut, BPKN merekomendasikan dan membuat surat permohonan untuk diusut tuntas ke Kapolri.
“Surat permohonan atau rekomendasi dari BPKN ini kami tembuskan pada 30 Desember 2019 lalu. Tak hanya ke Mabes Polri, tapi juga ke Presiden, Wakil Presiden, Ketua Komisi IV DPR RI, Ketua Komisi VI DPR RI, Menteri LHK, Mendagri, serta KPK. Ini kami tak main-main,” katanya. “Lihat saja nanti bagaimana gebrakan dari pusat untuk membersihkan mafia lahan di Batam,” tegas Rolas lagi.(gas/eja/leo/ska)
Laporan RPG, Batam