Minggu, 10 November 2024

Gemala Batik Puan Siti

- Advertisement -

Dia bak gemala (kemala). Iya, gemala. Batu yang indah dan bercahaya itu. Yang nanti akan dicari oleh sesiapa saja. Sepertinya tidak nanti, sekarangpun batik goresan tangan Puan Siti dan kawan-kawannya pun sudah dicari-cari. Dia raih prestasi nan membangga, tidak hanya Kabupaten Pelalawan dimana Puan Siti bermastautin, juga bagi negeri yang bernama Riau. Dia, bak Gemala. Iya, Gemala. Batu yang indah bercahaya itu.

 

- Advertisement -

Laporan GEMA SETARA, Pekanbaru

Dahulu, membatik bukanlah menjadi tradisi masyarakat Riau. Masyarakat Riau  lebih mengenal tenun, dan tradisi menenun ini masih ada sampai saat ini. Namun, beberapa dekade terakhir membatik sudah dikenal luas di masyarakat. Salah satunya Puan Siti. Berbekal ilmu  yang dia peroleh saat pelatihan membatik sampai saat ini pekerjaan  itu terus dia lakoni. Sampai kapan? Waktu yang  menjawab.

Berbekal informasi yang diperoleh saat virtual talkshow bersama PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), Sabtu (18/12) lalu, Riau Pos menghubungi Puan Siti. Nama lengkapnya Siti Nurbaya. Kata Puan sendiri adalah sebutan untuk kaum perempuan di masyarakat Melayu Riau. Lewat pembicara melalui telepon tersebut Puan Siti menyatakan kesiapannya menerima Riau Pos untuk datang bersilaturahmi ke rumahnya.

- Advertisement -

Begitulah. Bakda Zuhur Riau Pos bertamu ke rumahnya. Bersama suaminya H Mispan, Puan Siti menyambut Riau Pos. Kami langsung menuju ke tempat proses pembuatan kain batik. Tiga karyawannya sedang melakukan berbagai macam proses produksi.  Kami berkeliling di area produksi kain batiknya.

‘’Berbagai  macam motif yang kami buat. Tidak hanya motif-motif yang berasal dari kearifan lokal masyarakat Pelalawan saja akan tetapi membuat berbagai  macam motif motif yang berakar dari kearifan lokal masyarakat Riau,’’ ujarnya.

Usai berkeliling dan melihat beragam motif dan corak kain batik hasil produksinya, Puan Sit membawa Riau Pos ke tempat proses pewarnaan motif. Terlihat seorang anak gadis sedang melakukan proses pewarnaan di atas sehelai kain yang  belum di warnai.

Ayuningsih namanya,dengan penuh ketelatenannya, dia mengambil pewarna dengan menggunakan canting. Jari-jari tanganya seolah menari menggoreskan pewarna itu ke atas dasar motif yang sudah dibentuk. Pelan namun pasti, dari satu motif ke motif lainnya,

Baca Juga:  Ashanty: Alhamdulillah Belum Meninggal

Pelatihan ke Pelatihan

Kami duduk berbual tak jauh dari tempat proses pewarnaan kain batik yang sedang dilakukan. Ikhwal Puan Siti bergelut dengan proses membatik sendiri apakah memang sudah dibina sejak kecil atau seperti apa, Puan Siti mengatakan panjang ceritanya. ‘’Ai mak, panjang ceritanya tu,’’ katanya sambil tertawa.

Menurutnya, awalnya dia memang awam sekali terhadap proses membatik ini, terlebih di kultur budaya Melayu sendiri tidak mengenal dengan proses membatik. ‘’Usahkan membatik, menenun saja saya tidak pernah. Tapi itulah, jalan hidup seseorang memang sudah ditentukan Allah SWT, kita tidak dapat menolaknya,’’ ujarnya.

Awalnya, dirinya mengikuti pelatihan membatik yang diselenggarakan persatuan ibu Bhayangkari Polres Pelalawan yang bekerjasama dengan Pemkab Pelalawan dan PT RAPP tahun 2013 lalu. Dirinya ikut bergabung bersama peserta pelatihan lainnya yang jumlah sekitar 60 orang.

Pelatihan itu, menurut dia lagi berlangsung selama dua minggu dan yang diajarkan hanya pada teknik-teknik dasar membatik saja. ‘’Selesai pelatihan itu, kami pun pulanglah ke daerah masing-masing,’’ ujarnya

Dua minggu setelah itu, RAPP sebagai penyelenggara tidak mau pelatihan yang diselenggarakan hanya sebatas pelatihan saja. Maksudnya, sudah selesai pelatihan selesai. RAPP meminta hasil yang didapat selama pelatihan berlangsung. ‘’RAPP mau melihat hasil pelatihan selama dua minggu kepada peserta pelatihan,’’ ujarnya.

Namun, karena rata-rata peserta masih awam terhadap membatik ini sehingga banyak yang tidak siap dan belum paham bagaimana membatik. Akhirya, RAPP melakukakan seleksi terhadap 60 orang peserta itu, dari 60 orang itu akhirnya dapat 25 orang untuk mengikuti pelatihan kedua.

Selesai  pelatihan kedua peserta ditanya dan ditantang untuk membuat batik. Namun, peserta banyak yang belum sanggup dan mampu, terlebih saat itu peserta pelatihan belum memiliki kelompok, selain itu peralatan-peralatan yang diperlukan untuk membatik itu belum dimiliki peserta pelatihan.

Baca Juga:  Wako Pekanbaru Diminta Tegas kepada Anak Buah

‘’Akhirnya RAPP memediasi dan membentuk kelompok yang berasal dari peserta pelatihan. Namanya pun belum pakai nama Rumah Batik Andalan. Dari sinilah kami mulai membuat batik dengan bekal ilmu yang tidak seberapa dari pelatihan yang dilakukan,’’ ujarnya.

Dengan kondisi ilmu yang masih minim, RAPP kembali menawarkan dan melakukan seleksi kepada peserta pelatihan untuk melihat langsung bagaimana cara proses membuat batik yang baik dan benar di Jogjakarta. Akhirnya terpilih 12 orang peserta. Sebulan setelah melihat proses membuat batik di Jogjakarta, peserta kembali di ajak dan melihat proses membatik di Imogiri.

‘’Upaya keras perusahaan untuk membina kami untuk menghasilkan batik tidak pernah surut, ini saya apresiasi sekali. Mereka betul-betul membina kami sampai berhasil. Bahkan tidak sampai kami di bawa untuk melihat proses membatik, bahkan gurunya pun didatangkan langsung memberikan pelatihan lebih terperinci kepada kami,’’ tuturnya. 

Angkat Kearifan Lokal Riau

Perjalanan waktu pun berlalu, setelah pelatihan dengan mendatangkan guru langsung ke Pangkalankerinci, RAPP langsung memberikan pekerjaan pertama kepada kelompoknya dengan membut syal sebanyak 100 lembar. ‘’Kalau melihat hasil produksi  yang pertama itu, malu kami. Tapi RAPP terus men-support, mereka ambil semua hasil produksi itu sebagai cinderamata untuk tamu-tamu yang datang ke RAPP,’’ ujarnya.

Akhirnya, dengan motivasi dan dukungan penuh dari RAPP itu, pihaknya terus berupaya maksimal manghasil produk batik yang berkualitas dan bisa disandingkan dengan hasil produk batik dari daerah lainnya.

’Alhamdulillah, baru-baru ini produk batik kami, batik bono berhasil meraih juara kedua dalam Anugerah Pariwisata Indonesia (API) 2021 untuk kategori cinderamata (souvenir). Sekarang kami sedang fokus mengembang batik yang bermotifkan atau corak dari kearifan lokal masyarakat Riau umumnya dan Pelalawan khususnya,’’ ujarnya.

Sekarang, tambahnya pihaknya merancang corak-corak batik yang berasal dari kearifan lokal masyarakat Riau. Selain batik bono, Rumah Batik Andalan juga merancang batik dengan motif pucuk rebung, lebah bergayut, motif ukiran Istana Sayap dan sebagainya.

Dia bak gemala (kemala). Iya, gemala. Batu yang indah dan bercahaya itu. Yang nanti akan dicari oleh sesiapa saja. Sepertinya tidak nanti, sekarangpun batik goresan tangan Puan Siti dan kawan-kawannya pun sudah dicari-cari. Dia raih prestasi nan membangga, tidak hanya Kabupaten Pelalawan dimana Puan Siti bermastautin, juga bagi negeri yang bernama Riau. Dia, bak Gemala. Iya, Gemala. Batu yang indah bercahaya itu.

 

- Advertisement -

Laporan GEMA SETARA, Pekanbaru

Dahulu, membatik bukanlah menjadi tradisi masyarakat Riau. Masyarakat Riau  lebih mengenal tenun, dan tradisi menenun ini masih ada sampai saat ini. Namun, beberapa dekade terakhir membatik sudah dikenal luas di masyarakat. Salah satunya Puan Siti. Berbekal ilmu  yang dia peroleh saat pelatihan membatik sampai saat ini pekerjaan  itu terus dia lakoni. Sampai kapan? Waktu yang  menjawab.

- Advertisement -

Berbekal informasi yang diperoleh saat virtual talkshow bersama PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), Sabtu (18/12) lalu, Riau Pos menghubungi Puan Siti. Nama lengkapnya Siti Nurbaya. Kata Puan sendiri adalah sebutan untuk kaum perempuan di masyarakat Melayu Riau. Lewat pembicara melalui telepon tersebut Puan Siti menyatakan kesiapannya menerima Riau Pos untuk datang bersilaturahmi ke rumahnya.

Begitulah. Bakda Zuhur Riau Pos bertamu ke rumahnya. Bersama suaminya H Mispan, Puan Siti menyambut Riau Pos. Kami langsung menuju ke tempat proses pembuatan kain batik. Tiga karyawannya sedang melakukan berbagai macam proses produksi.  Kami berkeliling di area produksi kain batiknya.

‘’Berbagai  macam motif yang kami buat. Tidak hanya motif-motif yang berasal dari kearifan lokal masyarakat Pelalawan saja akan tetapi membuat berbagai  macam motif motif yang berakar dari kearifan lokal masyarakat Riau,’’ ujarnya.

Usai berkeliling dan melihat beragam motif dan corak kain batik hasil produksinya, Puan Sit membawa Riau Pos ke tempat proses pewarnaan motif. Terlihat seorang anak gadis sedang melakukan proses pewarnaan di atas sehelai kain yang  belum di warnai.

Ayuningsih namanya,dengan penuh ketelatenannya, dia mengambil pewarna dengan menggunakan canting. Jari-jari tanganya seolah menari menggoreskan pewarna itu ke atas dasar motif yang sudah dibentuk. Pelan namun pasti, dari satu motif ke motif lainnya,

Baca Juga:  Ashanty: Alhamdulillah Belum Meninggal

Pelatihan ke Pelatihan

Kami duduk berbual tak jauh dari tempat proses pewarnaan kain batik yang sedang dilakukan. Ikhwal Puan Siti bergelut dengan proses membatik sendiri apakah memang sudah dibina sejak kecil atau seperti apa, Puan Siti mengatakan panjang ceritanya. ‘’Ai mak, panjang ceritanya tu,’’ katanya sambil tertawa.

Menurutnya, awalnya dia memang awam sekali terhadap proses membatik ini, terlebih di kultur budaya Melayu sendiri tidak mengenal dengan proses membatik. ‘’Usahkan membatik, menenun saja saya tidak pernah. Tapi itulah, jalan hidup seseorang memang sudah ditentukan Allah SWT, kita tidak dapat menolaknya,’’ ujarnya.

Awalnya, dirinya mengikuti pelatihan membatik yang diselenggarakan persatuan ibu Bhayangkari Polres Pelalawan yang bekerjasama dengan Pemkab Pelalawan dan PT RAPP tahun 2013 lalu. Dirinya ikut bergabung bersama peserta pelatihan lainnya yang jumlah sekitar 60 orang.

Pelatihan itu, menurut dia lagi berlangsung selama dua minggu dan yang diajarkan hanya pada teknik-teknik dasar membatik saja. ‘’Selesai pelatihan itu, kami pun pulanglah ke daerah masing-masing,’’ ujarnya

Dua minggu setelah itu, RAPP sebagai penyelenggara tidak mau pelatihan yang diselenggarakan hanya sebatas pelatihan saja. Maksudnya, sudah selesai pelatihan selesai. RAPP meminta hasil yang didapat selama pelatihan berlangsung. ‘’RAPP mau melihat hasil pelatihan selama dua minggu kepada peserta pelatihan,’’ ujarnya.

Namun, karena rata-rata peserta masih awam terhadap membatik ini sehingga banyak yang tidak siap dan belum paham bagaimana membatik. Akhirya, RAPP melakukakan seleksi terhadap 60 orang peserta itu, dari 60 orang itu akhirnya dapat 25 orang untuk mengikuti pelatihan kedua.

Selesai  pelatihan kedua peserta ditanya dan ditantang untuk membuat batik. Namun, peserta banyak yang belum sanggup dan mampu, terlebih saat itu peserta pelatihan belum memiliki kelompok, selain itu peralatan-peralatan yang diperlukan untuk membatik itu belum dimiliki peserta pelatihan.

Baca Juga:  Wako Pekanbaru Diminta Tegas kepada Anak Buah

‘’Akhirnya RAPP memediasi dan membentuk kelompok yang berasal dari peserta pelatihan. Namanya pun belum pakai nama Rumah Batik Andalan. Dari sinilah kami mulai membuat batik dengan bekal ilmu yang tidak seberapa dari pelatihan yang dilakukan,’’ ujarnya.

Dengan kondisi ilmu yang masih minim, RAPP kembali menawarkan dan melakukan seleksi kepada peserta pelatihan untuk melihat langsung bagaimana cara proses membuat batik yang baik dan benar di Jogjakarta. Akhirnya terpilih 12 orang peserta. Sebulan setelah melihat proses membuat batik di Jogjakarta, peserta kembali di ajak dan melihat proses membatik di Imogiri.

‘’Upaya keras perusahaan untuk membina kami untuk menghasilkan batik tidak pernah surut, ini saya apresiasi sekali. Mereka betul-betul membina kami sampai berhasil. Bahkan tidak sampai kami di bawa untuk melihat proses membatik, bahkan gurunya pun didatangkan langsung memberikan pelatihan lebih terperinci kepada kami,’’ tuturnya. 

Angkat Kearifan Lokal Riau

Perjalanan waktu pun berlalu, setelah pelatihan dengan mendatangkan guru langsung ke Pangkalankerinci, RAPP langsung memberikan pekerjaan pertama kepada kelompoknya dengan membut syal sebanyak 100 lembar. ‘’Kalau melihat hasil produksi  yang pertama itu, malu kami. Tapi RAPP terus men-support, mereka ambil semua hasil produksi itu sebagai cinderamata untuk tamu-tamu yang datang ke RAPP,’’ ujarnya.

Akhirnya, dengan motivasi dan dukungan penuh dari RAPP itu, pihaknya terus berupaya maksimal manghasil produk batik yang berkualitas dan bisa disandingkan dengan hasil produk batik dari daerah lainnya.

’Alhamdulillah, baru-baru ini produk batik kami, batik bono berhasil meraih juara kedua dalam Anugerah Pariwisata Indonesia (API) 2021 untuk kategori cinderamata (souvenir). Sekarang kami sedang fokus mengembang batik yang bermotifkan atau corak dari kearifan lokal masyarakat Riau umumnya dan Pelalawan khususnya,’’ ujarnya.

Sekarang, tambahnya pihaknya merancang corak-corak batik yang berasal dari kearifan lokal masyarakat Riau. Selain batik bono, Rumah Batik Andalan juga merancang batik dengan motif pucuk rebung, lebah bergayut, motif ukiran Istana Sayap dan sebagainya.

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari