BOGOR (RIAUPOS.CO) – PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII meminta pengosongan kepada Pesantren Agrokultural Markaz Syariah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ponpes itu dikelola oleh Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab.
Kuasa Hukum Front Pembela Islam (FPI) Aziz Yanuar mengakui telah menerima surat yang dilayangkan PTPN VIII tersebut. Habin Rizieq, lanjut Aziz, juga sudah menjelaskan terkait status sertifikat berdirinya tempat Pondok Pesantren A
"Pada tanggal 13 November 2020 IB-HRS telah menjelaskan terkait status sertifikat tanah tempat berdirinya Pondok Pesantren Markaz Syariah, bahwa benar sertifikat HGU-nya atas nama PT. PN VIII, dalam Undang-Undang Agraria tahun 1960 disebutkan bahwa jika suatu lahan kosong digarap oleh masyarakat lebih dari 20 tahun maka masyarakat berhak untuk membuat sertifikat tanah yang digarap dan masyarakat Megamendung itu sendri sudah 30 tahun lebih menggarap tanah tersebut," kata Aziz, dalam keterangannya, Rabu (23/12/2020).
Sedangkan dalam Undang-Umdang HGU tahun 196O disebutkan sertifikat HGU tidak bisa diperpanjang/akan dibatalkan jika lahan itu ditelantarkan oleh pemilik HGU/pemilik HGU tidak menguasai secara fisik lahan tersebut.
"Betul bahwa HGU tanah Ponpes Markaz syariah adalah milik PTPN VII, tapi 30 tahun lebih PTPN VIll tidak pernah menguasai secara fisik. Selama 30 tahun lebih PTPN VIII menelantarkan tanah tersebut. Maka dari itu seharusnya HGU tersebut batal. Jika sudah batal maka HGU-nya jadi milik masyarakat," katanya.
Aziz menambahkan, perlu dicatat masuknya Habib Rizieq dan pengurus Yayasan MS-MM untuk mendirikan pondok pesantren tersebut yaitu dengan membayar kepada petani bukan merampas. Para petani itu datang membawa surat yang sudah ditandatangani oleh lurah dan RT setempat.
"Jadi tanah yang didirikan Ponpes Markaz Syariah itu semua ada suratnya. Itulah yang dinamakan membeli tanah over-garap. Dokumen itu lengkap dan sudah ditembuskan kepada institusi negara mulai dari bupati sampai bubernur. Dan benar tanah itu HGU-nya milik PTPN VIll yang digarap masyarakat. Jadi kami tegaskan lagi bahwa kami tidak merampas tanah PTPN VIII tapi kami membeli dari para petani," katanya.
Di sisi lain, pengurus pesantren siap melepas lahan tersebut jika dibutuhkan negara. Dengan catatan, ganti rugi semua biaya yang telah dikeluarkan.
"Pihak pengurus MS-MM siap melepas lahan tersebut jika dibutuhkan negara, tapi silahkan ganti rugi uang keluarga dan ummat yang sudah dikeluarkan untuk beli over-garap tanah dan biaya pembangunan yang telah dikeluarkan, agar biaya ganti rugi tersebut bisa digunakan untuk membangun kembali pesantren Markaz Syariah di tempat lain," kata Aziz.
Sumber: RMOL/Antara/News
Editor: Hary B Koriun