Kamis, 19 September 2024

26 Warga di Papua Tewas

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Puluhan korban meninggal akibat kerusuhan yang terjadi di Wamena, Papua. Tercatat, ada 26 warga tewas dalam peristiwa tersebut, 22 di antaranya merupakan warga pendatang.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyayangkan jatuhnya korban jiwa dalam peristiwa kerusuhan tersebut. Usman menginginkan agar pemerintah dapat bertanggung jawab terkait jatuhnya puluhan korban jiwa dalam kerusuhan di Papua.

"Mereka yang bertanggung jawab atas berbagai bentuk pelanggaran HAM, yang juga melibatkan pelanggaran hukum pidana harus dimintai pertanggungjawaban dalam pengadilan yang adil, dan pemerintah harus memastikan bahwa keluarga korban menerima reparasi yang memadai," kata Usman kepada JawaPos.com, Selasa (24/9).

Usman menyampaikan, pasukan keamanan yang ditugaskan untuk menghadapi pengunjuk rasa harus dilatih untuk menanggapi situasi mendesak. Menurutnya, mereka harus menggunakan kekuatan yang tidak mematikan secara proporsional.

- Advertisement -
Baca Juga:  Riau Dilibatkan dalam Penyerahan Sertifikat Pantun dari UNESCO

"Penggunaan senjata api hanya bisa menjadi pilihan terakhir ketika langkah-langkah lain gagal dilakukan. Setiap penggunaan kekuatan yang mengakibatkan kematian harus diselidiki secara independen dan menyeluruh," tegas Usman.

"Pasukan keamanan juga harus memberikan akses kepada keluarga korban yang terluka dan dirawat di rumah sakit setempat di Papua," sambungnya.

- Advertisement -

Meskipun pemulihan keamanan dan ketertiban umum sangat penting dan mendesak di Jayapura dan Wamena, kata Usman, penegakan hukum harus melakukan sesuai dengan standar hukum HAM internasional yang berlaku.

Usman menyebut dalam situasi yang tidak kondusif di Papua harus ada keterbukaan. Karena merupakan bagian penting untuk mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan.

"Sayangnya, keperluan akan transparansi informasi dirusak oleh keputusan pemerintah yang kembali melakukan pembatasan akses internet di wilayah tersebut sebagai tanggapan atas bentrokan di Wamena," sesal Usman.

Baca Juga:  Pesona Pantai Solop, Berpasir Putih dan Rimbun Hutan Bakau

"Keputusan pemerintah untuk memperlambat akses internet hanya akan menghalangi penyelidikan dan pengumpulan informasi oleh media dan aktor independen lainnya tentang apa yang sebenarnya terjadi di kota itu di tengah laporan yang saling bertentangan mengenai peristiwa dan informasi jumlah korban," tukasnya.

Sebelumnya, angka korban jiwa akibat kerusuhan di Wamena, Papua semakin bertambah. Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian telah mengatakan, saat ini tercatat 26 masyarakat sipil dipastikan tewas. Mayoritasnya merupakan masyarakat pendatang.

Tito menjelaskan, masyarakat pendatang yang menjadi korban kerusuhan ini bekerja sebagai tukang ojek, pekerja ruko, karyawan retoran dan lain sebagainya. Mereka tewas dengan luka bacok, tertembus panah dan lainnya.

Sumber : Jawapos
Editor : Rinaldi

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Puluhan korban meninggal akibat kerusuhan yang terjadi di Wamena, Papua. Tercatat, ada 26 warga tewas dalam peristiwa tersebut, 22 di antaranya merupakan warga pendatang.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyayangkan jatuhnya korban jiwa dalam peristiwa kerusuhan tersebut. Usman menginginkan agar pemerintah dapat bertanggung jawab terkait jatuhnya puluhan korban jiwa dalam kerusuhan di Papua.

"Mereka yang bertanggung jawab atas berbagai bentuk pelanggaran HAM, yang juga melibatkan pelanggaran hukum pidana harus dimintai pertanggungjawaban dalam pengadilan yang adil, dan pemerintah harus memastikan bahwa keluarga korban menerima reparasi yang memadai," kata Usman kepada JawaPos.com, Selasa (24/9).

Usman menyampaikan, pasukan keamanan yang ditugaskan untuk menghadapi pengunjuk rasa harus dilatih untuk menanggapi situasi mendesak. Menurutnya, mereka harus menggunakan kekuatan yang tidak mematikan secara proporsional.

Baca Juga:  Minta Pengamanan Tambahan di Beberapa Lini

"Penggunaan senjata api hanya bisa menjadi pilihan terakhir ketika langkah-langkah lain gagal dilakukan. Setiap penggunaan kekuatan yang mengakibatkan kematian harus diselidiki secara independen dan menyeluruh," tegas Usman.

"Pasukan keamanan juga harus memberikan akses kepada keluarga korban yang terluka dan dirawat di rumah sakit setempat di Papua," sambungnya.

Meskipun pemulihan keamanan dan ketertiban umum sangat penting dan mendesak di Jayapura dan Wamena, kata Usman, penegakan hukum harus melakukan sesuai dengan standar hukum HAM internasional yang berlaku.

Usman menyebut dalam situasi yang tidak kondusif di Papua harus ada keterbukaan. Karena merupakan bagian penting untuk mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan.

"Sayangnya, keperluan akan transparansi informasi dirusak oleh keputusan pemerintah yang kembali melakukan pembatasan akses internet di wilayah tersebut sebagai tanggapan atas bentrokan di Wamena," sesal Usman.

Baca Juga:  Siapkan Usulan Pencairan Gaji Guru Bantu Tahap 2

"Keputusan pemerintah untuk memperlambat akses internet hanya akan menghalangi penyelidikan dan pengumpulan informasi oleh media dan aktor independen lainnya tentang apa yang sebenarnya terjadi di kota itu di tengah laporan yang saling bertentangan mengenai peristiwa dan informasi jumlah korban," tukasnya.

Sebelumnya, angka korban jiwa akibat kerusuhan di Wamena, Papua semakin bertambah. Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian telah mengatakan, saat ini tercatat 26 masyarakat sipil dipastikan tewas. Mayoritasnya merupakan masyarakat pendatang.

Tito menjelaskan, masyarakat pendatang yang menjadi korban kerusuhan ini bekerja sebagai tukang ojek, pekerja ruko, karyawan retoran dan lain sebagainya. Mereka tewas dengan luka bacok, tertembus panah dan lainnya.

Sumber : Jawapos
Editor : Rinaldi

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari