JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pemerintah akhirnya angkat bicara mengenai dorongan penundaan pembelajaran tatap muka (PTM) karena rendahnya capaian vaksinasi Covid-19 pada anak. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menegaskan, vaksinasi Covid-19 terhadap murid bukan prakondisi untuk pembukaan sekolah.
Hal tersebut disampaikan olehnya pada rapat bersama Komisi X DPR RI, kemarin (13/8). Nadiem menyampaikan, bahwa yang menjadi kriteria pembukaan sekolah ialah tingkat level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di daerah tersebut.
"Vaksinasi bukan kriteria untuk pembukaan sekolah. Kondisi untuk membuka sekolah ada di PPKM level 1, 2, 3. Itu saja," ujarnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, bahwa tidak mungkin siswa terus melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) sampai seluruh siswa mendapat vaksin Covid-19. Sebab, ini akan memerlukan waktu hingga 2,5 tahun. Sementara, saat ini sudah banyak siswa yang mengalami learning loss. "Kita tidak punya opsi, kita harus sekolah dalam kondisi virus ini," ungkap mantan Bos Gojek tersebut.
Belum lagi, PJJ ini juga memberikan dampak negatif lainnya pada anak. Menurutnya, banyak siswa mengalami tekanan psikologis bahkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) selama belajar dari rumah.
Namun, bukan berarti vaksinasi tidak penting. Sebab, vaksinasi guru menjadi syarat wajib apabila sekolah ingin memulai PTM terbatas. Sekolah wajib memberi opsi tatap muka pada siswanya bila guru dan tenaga kependidikan sudah divaksin seluruhnya. Tentunya, dibarengi dengan pemenuhan prasyarat pembukaan sekolah lainnya yang ada dalam SKB empat Menteri. Termasuk, tata cara pelaksanaan PTM terbatas yang secara jelas disampaikan di sana. Mulai dari kapasitas kelas hingga kegiatan apa saja yang dibolehkan dan tidak selama di sekolah nantinya.
Diakuinya, angka PTM terbatas masih rendah. Dalam catatan pihaknya, sejatinya sudah 63 persen dari 540.979 sekolah di Indonesia saat ini berada di wilayah dengan PPKM Level 1, 2, dan 3. Artinya, mereka sudah diizinkan melaksanakan PTM terbatas. Namun, baru 26 persen sekolah yang membuka sekolah kembali untuk kegiatan belajar mengajar.
Oleh karenanya, ia meminta, agar Komisi X untuk menyuarakan hal ini pada kepala daerah dan masyarakat di dapilnya agar sekolah-sekolah mau segera melaksanakan PTM terbatas. PTM terbatas sendiri awalnya sudah mencapai 30 persen di awal tahun. Namun, seluruh ssiswa harus kembali melakukan PJJ karena merebaknya Covid-19 varian Delta.
Mengenai rendahnya angka PTM saat ini, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikbudristek Jumeri mengungkapkan, sejatinya siswa, orang tua hingga guru ingin segera melaksanakan PTM terbatas. Namun sepertinya, beberapa kepala daerah masih mempertimbangkan beberapa aspek untuk buka sekolah kembali.
"Mungkin karena wilayah aglomerasi dan lainnya," ujarnya.
Kendati begitu, dia meyakini, jika pemerintah daerah juga sedang bersiap untuk melakukan PTM ini. Namun, masih harus menyesuaikan dengan status pandemi di wilayahnya.
Sementara itu Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kemenag Moh. Ishom Yusqi mengatakan sampai saat ini belum ada madrasah negeri di bawah naungannya yang menggelar PTM di tengah pandemi Covid-19. Sama seperti di Kemendikbudristek, Kemenag bakal menyiapkan aplikasi khusus untuk isian kesiapan madrasah kembali menjalankan PTM secara terbatas.
’’Kami siapkan aplikasi Siap Belajar. Rencananya kami rilis 30 Agustus depan,’’ katanya, kemarin.
Kemenag menegaskan regulasi PTM terbatas di tengah pandemi Covid-19 di madrasah sama dengan di Kemendikbudristek. Pengelola madrasah diminta untuk bersiap menjalankan PTM. Sehingga jika sudah mendapatkan izin dari Satgas Covid-19 setempat, PTM dapat dilaksanakan dengan lancar. Dia menegaskan protokol kesehatan harus diterapkan secara disiplin untuk keamanan dan keselamatan seluruh warga madrasah.
Kemenag juga sudah memutuskan kembali memberikan keringan uang kuliah tunggal (UKT). Total anggaran yang disiapkan mencapai Rp 169 miliar. Keringanan UKT ini diberikan pada semester genap (Februari 2021) dan semester ganjil (Agustus 2021). Keringanan UKT bervariasi hingga ada yang digratiskan. Total ada 6.559 mahasiswa yang mendapatkan diskon UKT 100 persen.
Dirjen Pendidikan Islam Kemenag M. Ali Ramdhani mengatakan keringanan UKT untuk semester genap diberikan kepada 187.488 mahasiswa. ’’Anggarannya 97,7 miliar,’’ katanya.
Sementara untuk semester ganjil keringanan UKT kepada 151.781 mahasiswa dengan anggaran Rp71,5 miliar. Sebanyak 5.490 mahasiswa di antaranya mendapatkan diskon UKT sebesar 100 persen.
Pemberian keringanan UKT itu bagian dari kebijakan afirmasi auntuk mahasiswa. Khususnya kepada mahasiswa yang orangtuanya terdampak langsung pandemi Covid-19. Seperti orang tua meninggal, terkena PHK, dan lainnya. Dengan adanya diskon UKT ini diharapkan mahasiswa tidak sampai putus kuliah.(mia/wan/jpg)