JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Karantina wilayah (lockdown) memang belum menjadi opsi bagi pemerintah dalam menanggulangi pagebluk covid-19. Namun melihat dari perkembangannya, jumlah korban atau kasus positif dan meninggal akibat virus corona terus meningkat.
Sebagian kalangan menyarankan pemerintah untuk menerapkan lockdown supaya korban tidak bertambah. Penularan virus corona pun tidak meluas. Di sisi lain, sebelumnya Presiden Jokowi lebih tertarik menerapkan jaga jarak antarwarga.
Jika memang keputusan karantina wilayah tetap ditempuh, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov menyarankan memperhatikan beberapa aspek. Sebelum lockdown harus dipastikan ketersediaan stok pangan.
Selain itu, pemerintah juga harus mencermati rupiah yang kian melemah sejak beberapa bulan terakhir. Pelemahannya cukup dalam.
Ketika suatu wilayah dikarantina, maka tidak ada kegiatan ekonomi atau produksi. Semua kebutuhan harus dipenuhi melalui impor. Impor di tengah nilai rupiah yang melemah, tentu akan bertransmisi pada harga jual di tingkatan konsumen.
"Pemerintah perlu mempertimbangkan skenario dan memprioritaskan untuk wilayah-wilayah di zona merah kayak Jabodetabek karena pasti akan ada permintaan yang meningkat," kata Abra Talattov dalam Telekonferensi Pers, Selasa (24/3).
Pemerintah pun harus mengantisipasi terjadinya panic buying. Setiap pembelian sebelum dilakukan lockdown, kebutuhan konsumen harus dibatasi agar tidak terjadi penumpukan barang. Konsumen atau masyarakat lainnnya dapat dipastikan mendapatkan barang yang mereka dibutuhkan.
Antisipasi panic buying lebih memerhatikan masyarakat yang sudah berstatus orang dalam pengawasan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP). Untuk kalangan mereka pemerintah perlu menyiapkan sistem pengiriman ke rumah-rumah. "Langkah untuk ini pemerintah bisa melakukan kerja sama dengan perusahaan daring dan e-commerce," ucapnya.
Di sisi lain Abra tidak sependapat dengan menambah nilai bantuan yang diberikan dalam bentuk bantuan pangan non tunai (BNPT). Sebelumnya Rp 200 ribu menjadi Rp 500 ribu.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal