JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim memberi sinyal bahwa pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dapat dilakukan pada wilayah yang masuk pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 1 hingga 3. Tindakan ini mendapatkan penolakan dari perhimpunan pendidikan dan guru (P2G). Salah satu alasannya adalah baru 9,6 persen anak yang menerima vaksin Covid-19 dosis pertama.
Kemarin (22/8), Kepala Bidang Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri menyebut bahwa ucapan Nadiem merupakan tindakan yang gegabah. Sebab vaksinasi guru dan murid belum dituntaskan.
"Mempelajari data Kemenkes dan Kemendikbudristek, progres vaksinasi anak usia 12-17 secara nasional masih lambat, baru mencapai 9,6 persen untuk dosis pertama," ucapnya.
Sedangkan sasaran vaksinasi anak usia 12-17 tahun sebanyak 26.705.490 orang. Data Kemenkes per 19 Agustus 2021 menunjukkan, baru 2,55 juta anak yang disuntik tahap pertama dan 1,16 juta anak mendapatkan dosis kedua.
Iman juga memperingatkan potensi pelanggaran selama PTM Terbatas. Alasannya banyaknya sekolah yang harus dipantau. Di beberapa daerah yang sudah melaksanakan PTM terbatas, P2G mendapatkan beberapa pelanggaran protokol kesehatan. "Kami masih mendapatkan laporan pelanggaran terhadap prokes di sekolah dan sepulang sekolah. Siswa tak pakai masker, makser dipasang di dagu, siswa berkumpul nongkrong sepulang sekolah," ungkapnya.
Di sisi lain, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam beberapa kesempatan menyampaikan bahwa maksimal tatap muka selama PTM Terbatas adalah dua jam sehari atau seminggu maksimal dua hari. Jumlah siswa yang dibolehkan masuk adalah 25 persen dari kapasitas. Dia menilai koordinasi Kemdikbudristek buruk.
"Ketentuan PTM Terbatas yang disampaikan antara Presiden dan Pak Budi Menkes dengan Mas Menteri Nadiem berbeda total, ini membuat kami pihak sekolah dan guru kebingungan," ucapnya.
Sekretaris Nasional (Seknas) P2G Afdhal menyoroti dasbor kesiapan belajar yang masih belum banyak terisi. Data dasbor per kemarin, menunjukkan baru 57,68 persen atau 309.709 sekolah dari seluruh Indonesia yang mengisi daftar periksa. Sisanya, 42,32 persen atau 227.191 sekolah belum mengisi.
"Pemda perlu melakukan assessment dan verifikasi terlebih dulu. Belum tentu sekolah yang sudah mengisi dasbor benar-benar siap melakukan PTM, makanya diperlukan verifikasi faktual," katanya.
Jika tidak, dia khawatir dengan risiko yang ada. Dia juga meminta sekolah terbuka mengenai kesanggupan mereka untuk melaksanakan PTM Terbatas sesuai prokes. Sekolah mesti menyampaikan data pemenuhan minimal 11 item. Salah satunya adalah data warga sekolah yang punya komorbid dan masih terinfeksi Covid-19, sedang isoman atau dirawat di rumah sakit. Semua data ini harus disampaikan ke orang tua atau wali murid sebagai bahan pertimbangan.