KEIV (RIAUPOS.CO) – Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menegaskan siap duduk di meja perundingan. Namun menyatakan tidak akan menyerah.
Dia ingin menemui Presiden Rusia Vladimir Putin secara langsung. Versi Zelensky, pertemuan tersebut penting untuk menghentikan perang.
“Tanpa pertemuan ini, tidak mungkin memahami sepenuhnya apa yang mereka (Rusia, red) siapkan untuk menghentikan perang,” tegasnya seperti dikutip Agence France-Presse. Rusia belum memberikan tanggapan terkait hal itu.
Dalam sebuah wawancara dengan salah satu stasiun TV Ukraina, Zelensky ingin mendiskusikan komitmen negaranya untuk tidak jadi bergabung sebagai anggota NATO. Sebagai gantinya, Rusia melakukan gencatan senjata, penarikan pasukan, dan menjamin keamanan Ukraina.
’’Ini adalah kompromi untuk semua pihak. Bagi Barat yang tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan kami sehubungan dengan NATO, bagi Ukraina yang menginginkan jaminan keamanan, dan untuk Rusia yang tidak ingin ekspansi NATO lebih lanjut,’’ ujarnya.
Sejatinya, jika sejak awal Ukraina tidak ngotot ingin bergabung dengan NATO, perang mungkin tidak akan pecah. Zelensky kini memang harus berpikir ulang. Sebab, meski dia tak mau menyerah dan matian-matian mempertahankan negaranya, Rusia jauh lebih kuat. Di sisi lain, negara-negara Barat hanya memberikan dukungan berupa kiriman senjata dan sanksi-sanksi ke Rusia. Mereka tidak mengirimkan pasukan seperti harapan Zelensky.
Sementara itu, satu per satu kota-kota di Ukraina luluh lantak. Mariupol adalah yang terparah. Selasa (22/3) kemarin dua bom berkekuatan besar dijatuhkan di kota pelabuhan tersebut. Di Kharkiv, 84 artileri ditembakkan pasukan Rusia selama 24 jam terakhir. Dalam pidato virtual di hadapan legislator Italia, Zelensky mengungkapkan, sejak awal perang ada 3.780 gedung permukiman yang rusak sebagian dan 651 rumah hancur di berbagai penjuru negeri.
Kiev juga menuding Moskow telah membawa dengan paksa 2.389 anak-anak Ukraina ke Rusia. Anak-anak tersebut berasal dari wilayah Donetsk dan Luhansk. Sebagian dari dua wilayah itu dikuasai pemberontak Ukraina pro-Rusia.
Di Kherson, stok makanan dan obat-obatan untuk penduduk kian menipis. Kota itu dikuasai oleh Rusia selama dua pekan terakhir. Menteri Luar Negeri Ukraina Oleg Nikolenko mengungkapkan, ada 300 ribu penduduk di kota tersebut yang bakal menghadapi bencana kemanusiaan karena blokade Rusia. Bukan hanya bantuan yang tidak bisa masuk, penduduk juga tidak bisa keluar dan mengungsi ke kota lain yang lebih aman.
’’Taktik barbar Rusia ini harus dihentikan sebelum semuanya terlambat,’’ ujar Nikolenko.
Meski kehancuran tampak di berbagai kota, Ukraina belum tumbang. Pasukan militer Ukraina mengklaim bahwa mereka berhasil mengambil lagi Kota Makariv yang sebelumnya dikuasai Rusia. Kota itu hanya berjarak 50 kilometer dari ibu kota Ukraina, Kiev. Mereka juga menegaskan bahwa stok amunisi, bahan bakar, dan makanan pasukan Rusia hanya cukup untuk bertahan selama tiga hari.
Namun, tidak ada yang bisa memprediksi langkah Rusia selanjutnya. Negeri Beruang Merah itu memiliki banyak senjata yang bisa ditembakkan dari jarak jauh. Salah satunya misil hipersonik Kinzhal yang pernah mereka pakai untuk menyerang Ukraina beberapa hari lalu.
Sumber: JawaPos.com
Editor: Erwan Sani