WASHINGTON (RIAUPOS.CO) – Donald Trump belum menyerah untuk menggugat hasil pilpres AS 2020 yang memenangkan Joe Biden, meskipun Electoral College sudah resmi mengumumkan hasilnya. Kubu Trump mengeluarkan seruan terbaru, mendesak Mahkamah Agung untuk membatalkan hasil pilpres AS 3 November lalu.
Pengacara Trump, Rudy Giuliani, mengatakan, tim kampanye mengajukan petisi yang meminta pengadilan membatalkan tiga putusan oleh pengadilan Negara Bagian Pennsylvania terkait surat suara.
"Petisi tim kampanye berusaha membalikkan tiga keputusan yang menghapus perlindungan Badan Legislatif Pennsylvania terhadap kecurangan surat suara," kata Giuliani, dikutip dari Reuters, Senin (21/12/2020).
Dia menambahkan, pengajuan itu disampaikan guna mendapatkan hasil yang sesuai, termasuk perintah yang memungkinkan badan legislatif Pennsylvania yang dikuasai Partai Republik untuk merebut 20 suara elektoral yang dimeNangkan Biden kepada Trump. Biden menang di negara bagian itu dengan selisih 80.000 suara dari Trump.
Mahkamah Agung pada 11 Desember lalu menolak gugatan yang diajukan Texas serta didukung kubu Trump untuk membatalkan hasil pemilu di empat negara bagian, termasuk Pennsylvania.
Ahli hukum sengketa pemilu Universitas Kentucky, Joshua Douglas, menilai, petisi yang dikeluarkan kubu Trump itu merupakan tindakan sembrono dan tidak akan menghentikan hasil kemenangan Biden.
"Pengadilan akan segera menolaknya," kata Douglas.
Beberapa senator Partai Republik, termasuk Pemimpin Mayoritas Senat Mitch McConnell, juga sudah mengakui kemenangan Biden sebagai presiden AS terpilih. Dia juga menolak gagasan untuk membatalkan Pemilihan Presiden 2020 di Kongres.
Sidang yang akan dipimpin oleh Wakil Presiden Mike Pence akan digelar pada 6 Januari mendatang.
Biden menang dengan memperoleh 306 suara elektoral sedangkan Trump 232. Seorang kandidat harus mendapatkan minimal 270 suara elektoral untuk memenangkan pilpres AS.
Sementara itu berdasarkan hasil pemilihan populer, Biden unggul dengan selisih 7 juta suara dari Trump.
Sumber: Reuters/News/USA Today/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun