JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Peraturan Presiden (Perpres) 54/2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020 disorot. Pemicunya adalah adanya pemangkasan tunjangan profesi guru (TPG). Tidak tanggung-tanggung, pemangkasan sekitar Rp3 triliun.
Semula anggaran TPG untuk para PNS daerah ditetapkan Rp53,836 triliun. Kemudian dengan keluarnya Perpres 54/2020 itu, anggarannya dipotong menjadi Rp50,881 triliun. Tunjangan guru lainnya juga dipotong seperti tunjangan khusus guru PNS di daerah khusus berkurang dari Rp2,063 triliun menjadi Rp1,985 triliun.
Pemotongan anggaran TPG itu sontak mendapatkan respon negatif dari sejumlah kalangan, di antaranya dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). "Saya sebenarnya menyayangkan kalau sampai ada pemotongan TPG. Karena TPG itu menjadi hak guru," kata Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi, Ahad (19/4).
Dia menuturkan TPG untuk para guru PNS daerah itu sebaiknya jangan dipotong. Pemerintah, menurutnya, bisa menyisir anggaran lain yang tidak terkait dengan kesejahteraan guru. Unifah menuturkan di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, guru-guru juga terdampak dari sektor ekonomi. Dia khawatir jika ada pemotongan anggaran TPG, bisa membuat guru semakin terbebani.
Unifah mengatakan ada banyak pos anggaran yang bisa dipotong, ketimbang harus memangkas anggaran TPG seperti anggaran perjalanan dinas, kegiatan rapat-rapat, serta anggaran pembangunan dan belanja modal. Program lain seperti organisasi penggerak yang digagas sebelum ada wabah, bisa ditunda dahulu.
Kemudian pemangkasan juga bisa memanfaatkan dana penyelenggaraan ujian nasional (UN). Seperti diketahui pemerintah sudah memutuskan UN tahun ini ditiadakan. Sementara anggaran UN tahun ini sekitar Rp400 miliar. "Dari pos-pos tersebut, bisa disisihkan Rp3 triliun," tuturnya. Sehingga pemerintah tidak perlu mengurangi anggaran TPG.
Sementara itu, sejak pertengahan Maret lalu Kementerian Agama (Kemenag) memberlakukan kebijakan teaching from home (TFH) untuk mencegah penularan Covid-19. Plt Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan kebijakan TFH tidak memengaruhi pembayaran tunjangan bagi guru madrasah. "Utamanya guru non-PNS," katanya.
Kamaruddin mengatakan ada beberapa jenis tunjangan bagi guru non-PNS di madrasah. Yaitu tunjangan profesi bagi guru non-PNS yang sudah bersertifikat. Kemudian tunjangan bagi guru non-PNS yang belum bersertifikat tapi sudah inpassing (penyetaraan guru PNS) sebesar Rp1,5 juta per bulan.
Lalu ada tunjangan bagi guru non-PNS yang belum bersertifikat dan inpassing sebesar Rp250 ribu per bulan. Kemudian ada honor tenaga mengajar yang bersumber dari dana operasional sekolah (BOS). Kemenag sejak awal tidak mensyaratkan nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK) bagi guru non-PNS di madrasah untuk mendapatkan honor dari dana BOS. (wan/mar/jpg)