(RIAUPOS.CO) – Untuk kali pertama jumlah kasus sembuh di Indonesia mengalahkan jumlah kasus positif. Saat ini sekitar separuh dari total pasien Covid-19 di Indonesia telah sembuh. Meski demikian, pertumbuhan kasus positif masih terbilang tinggi. Berdasar data dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (GTPPC-19), tercatat 1.489 kasus sembuh pada periode 16 hingga 17 Juli 2020.
Total kasus sembuh kumulatif mencapai 41.834 orang. Jumlah pertambahan itu sedikit lebih tinggi daripada pertumbuhan kasus positif, yakni 1.462 orang. Dengan jumlah kesembuhan yang semakin banyak itu, angka kesembuhan atau recovery rate Indonesia seperti yang ditampilkan laman coronatracker.com naik menjadi 50,3 persen. Sebelumnya konsisten di 40 sekian persen.
Sementara itu, tingkat kematian atau fatality rate juga sedikit turun ke angka 4,8 persen setelah konsisten di angka 5 persen. Beberapa provinsi yang menjadi episentrum persebaran Covid-19 pun mencatatkan kasus kesembuhan yang hampir menyamai bahkan melebihi pertambahan kasus positif. Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 Achmad Yurianto mencontohkan Jawa Timur.
Jawa Timur mencatatkan 255 kasus baru, tapi dengan jumlah kasus sembuh yang jauh lebih banyak, 387 orang. ”Kemudian ada Provinsi Bali yang melaporkan 86 kasus baru dan 88 kasus sembuh. Juga, Sulawesi Selatan dengan 83 kasus baru dan 112 sembuh,” jelas Yuri kemarin (17/7).
Keputusan Menkes mengenai tolok ukur pasien sembuh itu selaras dengan petunjuk WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) yang dikeluarkan pada akhir Mei lalu. Pada intinya, WHO menyatakan bahwa masa perawatan pasien Covid-19 yang diawali gejala adalah 10 hari. Terhitung sejak gejala muncul. Ditambah perawatan setidaknya selama tiga hari dalam kondisi tanpa gejala.
Setelah dua masa perawatan tersebut, pasien boleh langsung dipulangkan. Dalam petunjuk itu, tidak ada keterangan bahwa para pasien yang sudah tak bergejala harus menjalani dua kali tes swab sebelum dinyatakan sembuh dan diperbolehkan pulang. Bila sudah tidak lagi bergejala setidaknya selama tiga hari, mereka boleh pulang dari fasilitas kesehatan.
Meski demikian, pada akhir Juni lalu Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengisyaratkan bahwa Indonesia tidak akan begitu saja mengadopsi petunjuk WHO tersebut. Dalam arti tetap akan berpedoman pada hasil dua kali tes swab negatif untuk menyatakan seseorang sembuh dari Covid-19.
Sementara itu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan, Indonesia saat ini dihadapkan pada persoalan yang rumit dan berat terkait Covid-19. Menurut dia, kondisi serupa dirasakan negara-negara lain di dunia. ’’Lebih dari 215 negara terkena (Covid-19, red),’’ katanya saat membuka silaturahmi dan dialog bersama ormas-ormas Islam di Jakarta kemarin.
Ma’ruf berharap jangan ada lagi pihak yang mempersoalkan wabah Covid-19. Misalnya, menyebut wabah itu adalah rekayasa atau konspirasi. Ma’ruf juga berharap tidak ada lagi yang menganggap bahwa Covid-19 tidak berbahaya.
Ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut juga menyinggung upaya pemerintah melakukan refocusing anggaran. Upaya itu dilakukan untuk mengatasi dampak sosial akibat pandemi Covid-19.
Dampak yang harus diantisipasi, antara lain, munculnya keluarga atau orang miskin baru.
’’Banyak orang miskin. Misbar-misbar (miskin baru, red) sekarang,’’ tuturnya. Untuk itu, pemerintah mengeluarkan banyak bantuan sosial (bansos). Ma’ruf menjelaskan, anggaran yang sudah dikeluarkan pemerintah untuk bansos di tengah wabah Covid-19 lebih dari Rp 120 triliun. Sedangkan anggaran untuk kesehatan, tes masif, isolasi, penelusuran atau tracing, dan penanganan lainnya sekitar Rp85 triliun.(jpg)
Laporan JPG, Jakarta