Jumat, 20 September 2024

KPK Resmi Minta Bantuan Polri Kejar Harun Masiku

JAKARTA(RIAUPOS.CO)– Hari kesembilan sejak penangkapan sejumlah tersangka, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih saja kesulitan untuk menangkap Harun Masiku, tersangka kasus dugaan suap Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Setelah fokus pada koordinasi dan pencarian di luar negeri, KPK kini juga memburu bekas caleg PDIP itu di dalam negeri.

Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan, dirinya dan empat pimpinan lain KPK telah mengirim surat kepada Polri untuk minta bantuan mencari Harun. ”Tadi saya sudah tanda tangani permintaan bantuan pencarian dengan aparat penegak hukum,” ujar dia di Gedung Merah Putih KPK kemarin (17/1).

Firli meyakini, keterlibatan polisi akan membuat pencarian lebih mudah. Sebab, Polri memiliki jaringan luas. Soal kepastian keberadaan Harun di Indonesia, Firli tidak secara langsung membenarkan. Namun, dia mengungkapkan, para tersangka kasus korupsi rata-rata tidak akan menghabiskan waktu terlalu lama di luar negeri.

- Advertisement -

”Saya kan pernah jadi deputi penindakan KPK. Yang kabur ke luar negeri itu pasti balik. Koruptor itu berbeda dengan pelaku pembunuhan yang siap tidur di hutan. Pelaku korupsi, berapa pun uang dia bawa, pasti akan kembali ke Indonesia,” tegas Firli.

Ali Fikri, juru bicara KPK, mengatakan bahwa KPK telah mengirim surat panggilan kepada Harun. Surat tersebut dikirimkan ke alamat rumah Harun yang tercatat sesuai di KTP-nya, yakni Kebayoran Lama. Pekan lalu Jawa Pos sempat bertandang ke rumah itu, tapi kosong.

- Advertisement -

Nama Harun juga didapati dalam daftar pemeriksaan KPK yang terjadwal kemarin. Harun tercatat bakal diperiksa sebagai tersangka. Namun, hingga berita ini ditulis tadi malam, tidak ada tanda-tanda Harun datang.

Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis menyampaikan, Polri berkomitmen membantu KPK. ”Kami tentu akan memberikan bantuan apabila rekan-rekan KPK berkoordinasi,” ucapnya.

Apabila Harun benar-benar masih berada di luar negeri, Idham memastikan bahwa jaringan Polri bakal dikerahkan. ”Kami juga akan melanjutkan ke Interpol,” tegasnya. Namun, dia mengaku belum mendapat informasi soal keberadaan Harun.

Sementara itu, Koordinator Tim Lawyer PDIP Teguh Samudera mengatakan, pihaknya tidak mengetahui keberadaan Harun. Yang pihaknya ketahui, Harun ada di luar negeri. ”Malah kami dapat informasi dari teman-teman media,” ujar dia.

Tim PDIP masih terus melakukan kunjungan ke beberapa instansi. Setelah berkunjung ke KPU dan Dewas KPK, kemarin mereka mendatangi Dewan Pers. Jubir PDIP Andreas Hugo Pareira mengatakan, tim hukum datang ke Dewan Pers untuk berkonsultasi. Sebab, partainya merasa prihatin atas sejumlah pemberitaan tentang dugaan suap kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Baca Juga:  PUPR Alihkan Anggaran Sebesar Rp 24,53 T

Politikus asal NTT tersebut menilai ada kesan penggiringan opini bahwa partainya, termasuk Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, sudah pasti bersalah. ”Tim hukum mencari masukan sejauh mana prinsip-prinsip jurnalistik dilanggar atau diabaikan media,” ujar dia.

Masa Lalu Harun Masiku
Harun Masiku ketika menjadi caleg di Partai Demokrat pada Pemilu 2014. (Istimewa)

Siapa sesungguhnya Harun Masiku? Berdasar penelusuran Fajar, Harun adalah alumnus SMPN 2 Watampone. Namanya tercatat dalam fotokopi sertifikat NEM SMP tahun pelajaran 1985–1986. Dia merupakan anak Johannes Masiku.

Dalam daftar nilai evaluasi belajar tahap akhir nasional (ebtanas) murni SMP, Harun mengikuti evaluasi tersebut pada 14 sampai 28 April 1986. Ada enam bidang studi yang telah diikuti. Yakni pendidikan moral Pancasila dengan nilai 8,23, bahasa Indonesia (7,06), ilmu pengetahuan alam (6,00), ilmu pengetahuan sosial (6,50), matematika (3,82), dan bahasa Inggris (4,68).

Saat itu ketua panitia ebtanas rayon SMP subrayon 22 adalah Palingrungi Abdullah. Namun, sejauh ini tidak ada lagi yang mengenal Harun di sekolah tersebut. ”Saya tidak tahu soal Harun Masiku. Sudah saya tanyakan ke beberapa teman, juga tidak ada yang tahu. Ternyata, setelah dicek, dia betul lulusan SMP Negeri 2 Watampone,” jelas Kepala Tata Usaha Hajra saat ditemui Fajar di sekolahnya.

Harun menghabiskan masa kecil dan remaja di Sulawesi Selatan (Sulsel). Dia menyelesaikan studi S-1 di Fakultas Hukum (FH) Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar pada 1989. Menurut sumber Fajar, sejak mahasiswa Harun dikenal sebagai aktivis kampus meski tidak termasuk orang yang terlalu frontal. Harun disebut pernah terlibat tawuran yang melibatkan mahasiswa fakultas teknik dengan sejumlah fakultas lain. Tawuran itu berujung pada terbakarnya laboratorium teknik perkapalan. Insiden tersebut dikenang dengan sebutan Black September 1992.

Sumber Fajar yang kini menjadi dosen Unhas tersebut mengakui sempat aktif berkomunikasi dengan Harun. Apalagi saat Harun menjadi caleg DPR dari Partai Demokrat melalui dapil Sulsel III. ”Tapi, setelah itu saya lama tidak berkomunikasi lagi,” ujarnya.

Wakil Dekan II FH Unhas Syamsuddin Muchtar mengaku baru mengenal nama Harun setelah kasusnya ramai di media. Selama ini Harun tidak pernah muncul sebagai alumnus untuk menyapa atau memberikan bantuan pembangunan kampus. ”Saya tidak bisa memberikan keterangan banyak soal Harun Masiku. Selama ini sering ada temu alumni, tapi dia tidak pernah hadir.”

Baca Juga:  Hasil Survei Indonesia Indicator, Skor Polri Turun Jadi 68%

Sumber lain yang cukup dekat dengan Harun membeberkan, Harun beberapa kali datang ke Makassar. Dia selalu menggunakan mobil Toyota Camry bernopol B (Jakarta). ”Dulu sering ke Makassar dan dia selalu meminta bertemu saya,” kata sumber yang enggan namanya disebutkan itu.

Status Harun yang pernah menjadi caleg DPR dari Demokrat pada 2014 dibenarkan Ilham Arief Sirajuddin (IAS). IAS saat itu menjabat ketua Demokrat Sulsel. ”Tapi, setelah tidak terpilih, sudah hilang juga entah ke mana,” katanya.

Mantan wali kota Makassar tersebut menerangkan, Harun dimasukkan sebagai caleg setelah menyebut nama salah satu orang besar.

Ketua Bappilu Demokrat Sulsel Selle Ks. Dalle mengatakan, tidak ada pengurus Demokrat Sulsel yang kenal dengan Harun. ”Dia jadi caleg saat itu pakai jalur dari Jakarta. Tidak pernah berkarir politik di sini,” terangnya.

Hal yang sama diutarakan Sekretaris PDIP Sulsel Rudy Pieter Goni. Dia mengaku baru tahu nama Harun setelah ramai diberitakan media. ”Kami dari PDIP Sulsel tidak tahu sama sekali siapa dia,” ucapnya.

Keluarga Minta Harun Serahkan diri

Sementara itu, di Kabupaten Toraja Utara, keluarga besarnya berharap Harun menyerahkan diri. Dia harus taat hukum. Apalagi, mendiang ayahnya, Johannes Masiku, merupakan seorang hakim yang dikenal baik. ”Dia juga kan paham hukum,” tutur sepupu Harun yang enggan namanya dikorankan kepada Fajar.

Menurut dia, rumpun keluarga di Lembang Tandung Tabo, Kecamatan Sangelangi, Kabupaten Toraja Utara, sangat prihatin atas kasus Harun. Apalagi, mendiang ayah dan ibunya yang akrab dengan sapaan Mama Herman itu belum lama meninggal dunia. ”Kami siap pasang badan untuk Harun,” tegasnya lagi.

Keluarganya menduga Harun hanya tumbal para elite partai. Hal tersebut bermula saat pelantikan anggota DPR. Saat itu kerabat dekat Harun sudah diundang ke Jakarta untuk menghadiri pelantikannya. Tetapi, pelantikan tersebut tak pernah terjadi.

Keluarganya juga melihat ada banyak kejanggalan dalam kasus tersebut. Pertama, perolehan suara Harun hanya 5.878 suara. Itu berarti masih ada beberapa caleg di dapilnya yang lebih berhak menjadi anggota DPR. Selain Riezky Aprilia yang meraih 44.402 suara, ada nama Darmadi Jufri yang meraih 26.103 suara. Kemudian Doddy Julianto Siahaan dengan 19.776 suara dan Diah Okta Sari (13.310). ”Kami melihat ada yang aneh. Tidak mungkin dia dipaksakan dilantik dengan perolehan suara hanya sebesar itu,” cetusnya.

Editor :Deslina
Sumber: jawapos.com

JAKARTA(RIAUPOS.CO)– Hari kesembilan sejak penangkapan sejumlah tersangka, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih saja kesulitan untuk menangkap Harun Masiku, tersangka kasus dugaan suap Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Setelah fokus pada koordinasi dan pencarian di luar negeri, KPK kini juga memburu bekas caleg PDIP itu di dalam negeri.

Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan, dirinya dan empat pimpinan lain KPK telah mengirim surat kepada Polri untuk minta bantuan mencari Harun. ”Tadi saya sudah tanda tangani permintaan bantuan pencarian dengan aparat penegak hukum,” ujar dia di Gedung Merah Putih KPK kemarin (17/1).

Firli meyakini, keterlibatan polisi akan membuat pencarian lebih mudah. Sebab, Polri memiliki jaringan luas. Soal kepastian keberadaan Harun di Indonesia, Firli tidak secara langsung membenarkan. Namun, dia mengungkapkan, para tersangka kasus korupsi rata-rata tidak akan menghabiskan waktu terlalu lama di luar negeri.

”Saya kan pernah jadi deputi penindakan KPK. Yang kabur ke luar negeri itu pasti balik. Koruptor itu berbeda dengan pelaku pembunuhan yang siap tidur di hutan. Pelaku korupsi, berapa pun uang dia bawa, pasti akan kembali ke Indonesia,” tegas Firli.

Ali Fikri, juru bicara KPK, mengatakan bahwa KPK telah mengirim surat panggilan kepada Harun. Surat tersebut dikirimkan ke alamat rumah Harun yang tercatat sesuai di KTP-nya, yakni Kebayoran Lama. Pekan lalu Jawa Pos sempat bertandang ke rumah itu, tapi kosong.

Nama Harun juga didapati dalam daftar pemeriksaan KPK yang terjadwal kemarin. Harun tercatat bakal diperiksa sebagai tersangka. Namun, hingga berita ini ditulis tadi malam, tidak ada tanda-tanda Harun datang.

Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis menyampaikan, Polri berkomitmen membantu KPK. ”Kami tentu akan memberikan bantuan apabila rekan-rekan KPK berkoordinasi,” ucapnya.

Apabila Harun benar-benar masih berada di luar negeri, Idham memastikan bahwa jaringan Polri bakal dikerahkan. ”Kami juga akan melanjutkan ke Interpol,” tegasnya. Namun, dia mengaku belum mendapat informasi soal keberadaan Harun.

Sementara itu, Koordinator Tim Lawyer PDIP Teguh Samudera mengatakan, pihaknya tidak mengetahui keberadaan Harun. Yang pihaknya ketahui, Harun ada di luar negeri. ”Malah kami dapat informasi dari teman-teman media,” ujar dia.

Tim PDIP masih terus melakukan kunjungan ke beberapa instansi. Setelah berkunjung ke KPU dan Dewas KPK, kemarin mereka mendatangi Dewan Pers. Jubir PDIP Andreas Hugo Pareira mengatakan, tim hukum datang ke Dewan Pers untuk berkonsultasi. Sebab, partainya merasa prihatin atas sejumlah pemberitaan tentang dugaan suap kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Baca Juga:  KPK Periksa Tiga Mantan Pejabat Kampar 

Politikus asal NTT tersebut menilai ada kesan penggiringan opini bahwa partainya, termasuk Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, sudah pasti bersalah. ”Tim hukum mencari masukan sejauh mana prinsip-prinsip jurnalistik dilanggar atau diabaikan media,” ujar dia.

Masa Lalu Harun Masiku
Harun Masiku ketika menjadi caleg di Partai Demokrat pada Pemilu 2014. (Istimewa)

Siapa sesungguhnya Harun Masiku? Berdasar penelusuran Fajar, Harun adalah alumnus SMPN 2 Watampone. Namanya tercatat dalam fotokopi sertifikat NEM SMP tahun pelajaran 1985–1986. Dia merupakan anak Johannes Masiku.

Dalam daftar nilai evaluasi belajar tahap akhir nasional (ebtanas) murni SMP, Harun mengikuti evaluasi tersebut pada 14 sampai 28 April 1986. Ada enam bidang studi yang telah diikuti. Yakni pendidikan moral Pancasila dengan nilai 8,23, bahasa Indonesia (7,06), ilmu pengetahuan alam (6,00), ilmu pengetahuan sosial (6,50), matematika (3,82), dan bahasa Inggris (4,68).

Saat itu ketua panitia ebtanas rayon SMP subrayon 22 adalah Palingrungi Abdullah. Namun, sejauh ini tidak ada lagi yang mengenal Harun di sekolah tersebut. ”Saya tidak tahu soal Harun Masiku. Sudah saya tanyakan ke beberapa teman, juga tidak ada yang tahu. Ternyata, setelah dicek, dia betul lulusan SMP Negeri 2 Watampone,” jelas Kepala Tata Usaha Hajra saat ditemui Fajar di sekolahnya.

Harun menghabiskan masa kecil dan remaja di Sulawesi Selatan (Sulsel). Dia menyelesaikan studi S-1 di Fakultas Hukum (FH) Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar pada 1989. Menurut sumber Fajar, sejak mahasiswa Harun dikenal sebagai aktivis kampus meski tidak termasuk orang yang terlalu frontal. Harun disebut pernah terlibat tawuran yang melibatkan mahasiswa fakultas teknik dengan sejumlah fakultas lain. Tawuran itu berujung pada terbakarnya laboratorium teknik perkapalan. Insiden tersebut dikenang dengan sebutan Black September 1992.

Sumber Fajar yang kini menjadi dosen Unhas tersebut mengakui sempat aktif berkomunikasi dengan Harun. Apalagi saat Harun menjadi caleg DPR dari Partai Demokrat melalui dapil Sulsel III. ”Tapi, setelah itu saya lama tidak berkomunikasi lagi,” ujarnya.

Wakil Dekan II FH Unhas Syamsuddin Muchtar mengaku baru mengenal nama Harun setelah kasusnya ramai di media. Selama ini Harun tidak pernah muncul sebagai alumnus untuk menyapa atau memberikan bantuan pembangunan kampus. ”Saya tidak bisa memberikan keterangan banyak soal Harun Masiku. Selama ini sering ada temu alumni, tapi dia tidak pernah hadir.”

Baca Juga:  Hasil Survei Indonesia Indicator, Skor Polri Turun Jadi 68%

Sumber lain yang cukup dekat dengan Harun membeberkan, Harun beberapa kali datang ke Makassar. Dia selalu menggunakan mobil Toyota Camry bernopol B (Jakarta). ”Dulu sering ke Makassar dan dia selalu meminta bertemu saya,” kata sumber yang enggan namanya disebutkan itu.

Status Harun yang pernah menjadi caleg DPR dari Demokrat pada 2014 dibenarkan Ilham Arief Sirajuddin (IAS). IAS saat itu menjabat ketua Demokrat Sulsel. ”Tapi, setelah tidak terpilih, sudah hilang juga entah ke mana,” katanya.

Mantan wali kota Makassar tersebut menerangkan, Harun dimasukkan sebagai caleg setelah menyebut nama salah satu orang besar.

Ketua Bappilu Demokrat Sulsel Selle Ks. Dalle mengatakan, tidak ada pengurus Demokrat Sulsel yang kenal dengan Harun. ”Dia jadi caleg saat itu pakai jalur dari Jakarta. Tidak pernah berkarir politik di sini,” terangnya.

Hal yang sama diutarakan Sekretaris PDIP Sulsel Rudy Pieter Goni. Dia mengaku baru tahu nama Harun setelah ramai diberitakan media. ”Kami dari PDIP Sulsel tidak tahu sama sekali siapa dia,” ucapnya.

Keluarga Minta Harun Serahkan diri

Sementara itu, di Kabupaten Toraja Utara, keluarga besarnya berharap Harun menyerahkan diri. Dia harus taat hukum. Apalagi, mendiang ayahnya, Johannes Masiku, merupakan seorang hakim yang dikenal baik. ”Dia juga kan paham hukum,” tutur sepupu Harun yang enggan namanya dikorankan kepada Fajar.

Menurut dia, rumpun keluarga di Lembang Tandung Tabo, Kecamatan Sangelangi, Kabupaten Toraja Utara, sangat prihatin atas kasus Harun. Apalagi, mendiang ayah dan ibunya yang akrab dengan sapaan Mama Herman itu belum lama meninggal dunia. ”Kami siap pasang badan untuk Harun,” tegasnya lagi.

Keluarganya menduga Harun hanya tumbal para elite partai. Hal tersebut bermula saat pelantikan anggota DPR. Saat itu kerabat dekat Harun sudah diundang ke Jakarta untuk menghadiri pelantikannya. Tetapi, pelantikan tersebut tak pernah terjadi.

Keluarganya juga melihat ada banyak kejanggalan dalam kasus tersebut. Pertama, perolehan suara Harun hanya 5.878 suara. Itu berarti masih ada beberapa caleg di dapilnya yang lebih berhak menjadi anggota DPR. Selain Riezky Aprilia yang meraih 44.402 suara, ada nama Darmadi Jufri yang meraih 26.103 suara. Kemudian Doddy Julianto Siahaan dengan 19.776 suara dan Diah Okta Sari (13.310). ”Kami melihat ada yang aneh. Tidak mungkin dia dipaksakan dilantik dengan perolehan suara hanya sebesar itu,” cetusnya.

Editor :Deslina
Sumber: jawapos.com

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari