Selasa, 20 Agustus 2024

Banyak Pelamar Belum Tuntaskan Pendaftaran

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Hingga hari kelima pendaftaran tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) kemarin (16/11), sudah ada 507 instansi yang membuka rekrutmen di sscn.bkn.go.id. Namun, masih banyak pelamar yang belum menuntaskan tahapan pendaftaran pada formasi yang telah dipilih.

Hingga pukul 15.43 kemarin, tercatat baru 285.363 pelamar yang sudah mengunggah (submit) data diri dan berkas persyaratan. Jumlah tersebut hanya 11,5 persen dari total 2.466.604 pelamar. “Kami mengira masih banyak pelamar yang masih wait and see mencari perkembangan pendaftaran,” ucap Plt Kepala Biro Hubungan Masyarakat Badan Kepegawaian Negara Paryono.

Paryono mengimbau agar pelamar yang telah menentukan pilihan instansi dan formasi menuntaskan tahapan pendaftaran hingga submit. Sebab, jika terus menunda, bukan tidak mungkin pelamar malah akan kerepotan. Belum lagi padatnya traffic online menjelang masa akhir pendaftaran. Praktis, pelamar akan kesulitan mengakses sscn.bkn.go.id.

Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengingatkan, agar pelamar membaca dengan teliti data dan berkas yang menjadi syarat pendaftaran pada instansi dan formasi yang dipilih. Khawatir jika pelamar main-main mengunggah dokumen dan kemudian yang bersangkutan lupa mengganti dengan data yang sesungguhnya. Akibatnya, yang tersimpan dalam database SSCN tidak sesuai. ”Tahun lalu banyak sekali yang gagal di seleksi administrasi karena tidak teliti membaca,” kata Bima.

- Advertisement -

Sementara itu, Data Center SSCN merilis informasi maraknya pemakaian NIP dan nomor KK untuk pendaftar abal-abal alias bodong. “Terbukti dengan banyaknya unggahan foto dan dokumen yang tidak dipersyaratkan instansi. Pengunggahan foto atau dokumen yang tidak disyaratkan tersebut dapat menjadi pintu masuk instansi menyatakan bahwa pelamar yang bersangkutan tidak memenuhi syarat,” beber Paryono.

Baca Juga:  Tampilkan 25 Karya dari Perupa Lima Provinsi Pameran ”Kembali ke Pangkal”

Maka dari itu, BKN mengimbau agar pelamar berhati-hati. Tidak menyebarluaskan NIK dan nomor KK di internet. Khususnya di media sosial. Akibat ulah oknum tidak bertanggung jawab, BKN mengapus fitur “jumlah pelamar” dalam portal sscn.bkn.go.id. Fitur tersebut terindikasi disalahgunakan pelamar fiktif sehingga jumlah pendaftar seolah terlihat sudah banyak.

- Advertisement -

Banyaknya jumlah pelamar dikhawatirkan mengecoh calon pelamar. Sehingga, malah nantinya ada formasi yang tidak terpenuhi. “Oleh karena itu, fitur tersebut kami tiadakan demi menciptakan kompetisi adil. Agar masyarakat tidak terpengaruh dengan kuantitas pelamar yang telah mengisi formasi tertentu pada CPNS 2019,” ujar Paryono.

Akibat hilangnya fitur “jumlah pelamar”, BKN banyak menerima pertanyaan dan keluhan dari masyarakat mengenai tidak adanya fitur jumlah pelamar Jumat (15/11). Sebab, melalui fitur tersebut masyarakat bisa mengetahui data jumlah pelamar pada setiap formasi secara real time.

Meski begitu, Paryono menegaskan, tidak adanya fitur “jumlah pelamar”, tidak mengurangi aspek transparansi tes CPNS 2019. Dia menjamin aspek transparansi tetap terjaga. Dengan adanya seleksi kompetensi dasar (SKD) menggunakan CAT (Computer Assisted Test) pada tahap selanjutnya juga menunjukkan pemerintah tetap berprinsip akuntabel.

Data hasil tes dapat diketahui secara real time sesaat setelah seleksi. “Sehingga transparansi dan akuntabilitas tetap menjadi prinsip utama pelaksanaan seleksi CPNS 2019,” ujarnya.

Sebagai alternatif, kata Paryono, BKN memberikan update jumlah pelamar melalui beberapa akun sosial media resmi BKN. Yakni, twitter dan laman facebook @BKNgoid, serta instagram @BKNgoidofficial. “Di media sosial memuat informasi pelamar yang sudah membuat akun, sudah mengisi formulir, sudah submit, top 5 instansi dan top 10 formasi paling banyak dipilih pelamar CPNS 2019 setiap harinya,” beber Paryono.

Baca Juga:  Langit Dumai Terlihat Biru, Kondisi Terbaik Tiga Pekan Terakhir

Di sisi lain, persyaratan CPNS Kementerian Perdagangan dan Kejaksaan Agung menimbulkan tanda tanya. Sebab, dua instansi tersebut menyebut pelamar tidak memiliki kelainan orientasi seks dan kelainan perilaku (transgender).

DIrektur Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat Ricky Gunawan menilai, pemerintah memiliki kebencian sekaligus ketakutan luar biasa terhadap homoseksual. Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencabut homoseksual dari daftar gangguan jiwa.

Demikian pula dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi III Kementerian Kesehatan 1993 telah menghapus homoseksual sebagai gangguan jiwa. “Persyaratan rekrutmen yang tidak menerima LGBT adalah persyaratan diskriminatif. Merekrut dan menempatkan seseorang ke dalam fungsi kerja tertentu dinilai berdasarkan kompetensi. Menolak seseorang diterima kerja hanya karena orientasi seksual atau identitas gendernya adalah wujud diskriminasi langsung,” beber Ricky.

Jika demikian, bentuk diskriminasi LGBT sebagai warga negara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan. Padahal dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 27 ayat 2 tertulis, bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan layak bagi kemanusiaan. Ditambah, dalam Undang Undang (UU) Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia pasa 38 ayat 1 samapi 4 yang mengatur soal hak-hak semua manusia atas pekerjaan.

Juga, UU Nomor 11 tahun 2005 tentang pengesahaan konvensi internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Di dalamnya, negara mengakui hak untuk bekerja kepada setiap orang dan memperkenankan setiap orang untuk bebas memilih pekerjaan. Bisa dibilang, dengan persyaratan tersebut tes CPNS telah melanggar konstitusi.(han/jpg)

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Hingga hari kelima pendaftaran tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) kemarin (16/11), sudah ada 507 instansi yang membuka rekrutmen di sscn.bkn.go.id. Namun, masih banyak pelamar yang belum menuntaskan tahapan pendaftaran pada formasi yang telah dipilih.

Hingga pukul 15.43 kemarin, tercatat baru 285.363 pelamar yang sudah mengunggah (submit) data diri dan berkas persyaratan. Jumlah tersebut hanya 11,5 persen dari total 2.466.604 pelamar. “Kami mengira masih banyak pelamar yang masih wait and see mencari perkembangan pendaftaran,” ucap Plt Kepala Biro Hubungan Masyarakat Badan Kepegawaian Negara Paryono.

Paryono mengimbau agar pelamar yang telah menentukan pilihan instansi dan formasi menuntaskan tahapan pendaftaran hingga submit. Sebab, jika terus menunda, bukan tidak mungkin pelamar malah akan kerepotan. Belum lagi padatnya traffic online menjelang masa akhir pendaftaran. Praktis, pelamar akan kesulitan mengakses sscn.bkn.go.id.

Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengingatkan, agar pelamar membaca dengan teliti data dan berkas yang menjadi syarat pendaftaran pada instansi dan formasi yang dipilih. Khawatir jika pelamar main-main mengunggah dokumen dan kemudian yang bersangkutan lupa mengganti dengan data yang sesungguhnya. Akibatnya, yang tersimpan dalam database SSCN tidak sesuai. ”Tahun lalu banyak sekali yang gagal di seleksi administrasi karena tidak teliti membaca,” kata Bima.

Sementara itu, Data Center SSCN merilis informasi maraknya pemakaian NIP dan nomor KK untuk pendaftar abal-abal alias bodong. “Terbukti dengan banyaknya unggahan foto dan dokumen yang tidak dipersyaratkan instansi. Pengunggahan foto atau dokumen yang tidak disyaratkan tersebut dapat menjadi pintu masuk instansi menyatakan bahwa pelamar yang bersangkutan tidak memenuhi syarat,” beber Paryono.

Baca Juga:  Kasus Positif Terus Naik, Jangan Panik

Maka dari itu, BKN mengimbau agar pelamar berhati-hati. Tidak menyebarluaskan NIK dan nomor KK di internet. Khususnya di media sosial. Akibat ulah oknum tidak bertanggung jawab, BKN mengapus fitur “jumlah pelamar” dalam portal sscn.bkn.go.id. Fitur tersebut terindikasi disalahgunakan pelamar fiktif sehingga jumlah pendaftar seolah terlihat sudah banyak.

Banyaknya jumlah pelamar dikhawatirkan mengecoh calon pelamar. Sehingga, malah nantinya ada formasi yang tidak terpenuhi. “Oleh karena itu, fitur tersebut kami tiadakan demi menciptakan kompetisi adil. Agar masyarakat tidak terpengaruh dengan kuantitas pelamar yang telah mengisi formasi tertentu pada CPNS 2019,” ujar Paryono.

Akibat hilangnya fitur “jumlah pelamar”, BKN banyak menerima pertanyaan dan keluhan dari masyarakat mengenai tidak adanya fitur jumlah pelamar Jumat (15/11). Sebab, melalui fitur tersebut masyarakat bisa mengetahui data jumlah pelamar pada setiap formasi secara real time.

Meski begitu, Paryono menegaskan, tidak adanya fitur “jumlah pelamar”, tidak mengurangi aspek transparansi tes CPNS 2019. Dia menjamin aspek transparansi tetap terjaga. Dengan adanya seleksi kompetensi dasar (SKD) menggunakan CAT (Computer Assisted Test) pada tahap selanjutnya juga menunjukkan pemerintah tetap berprinsip akuntabel.

Data hasil tes dapat diketahui secara real time sesaat setelah seleksi. “Sehingga transparansi dan akuntabilitas tetap menjadi prinsip utama pelaksanaan seleksi CPNS 2019,” ujarnya.

Sebagai alternatif, kata Paryono, BKN memberikan update jumlah pelamar melalui beberapa akun sosial media resmi BKN. Yakni, twitter dan laman facebook @BKNgoid, serta instagram @BKNgoidofficial. “Di media sosial memuat informasi pelamar yang sudah membuat akun, sudah mengisi formulir, sudah submit, top 5 instansi dan top 10 formasi paling banyak dipilih pelamar CPNS 2019 setiap harinya,” beber Paryono.

Baca Juga:  Anggarkan Gaji Ke-13 ASN dan Pensiunan Rp35,5 T, Sebentar Lagi Cair

Di sisi lain, persyaratan CPNS Kementerian Perdagangan dan Kejaksaan Agung menimbulkan tanda tanya. Sebab, dua instansi tersebut menyebut pelamar tidak memiliki kelainan orientasi seks dan kelainan perilaku (transgender).

DIrektur Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat Ricky Gunawan menilai, pemerintah memiliki kebencian sekaligus ketakutan luar biasa terhadap homoseksual. Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencabut homoseksual dari daftar gangguan jiwa.

Demikian pula dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi III Kementerian Kesehatan 1993 telah menghapus homoseksual sebagai gangguan jiwa. “Persyaratan rekrutmen yang tidak menerima LGBT adalah persyaratan diskriminatif. Merekrut dan menempatkan seseorang ke dalam fungsi kerja tertentu dinilai berdasarkan kompetensi. Menolak seseorang diterima kerja hanya karena orientasi seksual atau identitas gendernya adalah wujud diskriminasi langsung,” beber Ricky.

Jika demikian, bentuk diskriminasi LGBT sebagai warga negara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan. Padahal dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 27 ayat 2 tertulis, bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan layak bagi kemanusiaan. Ditambah, dalam Undang Undang (UU) Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia pasa 38 ayat 1 samapi 4 yang mengatur soal hak-hak semua manusia atas pekerjaan.

Juga, UU Nomor 11 tahun 2005 tentang pengesahaan konvensi internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Di dalamnya, negara mengakui hak untuk bekerja kepada setiap orang dan memperkenankan setiap orang untuk bebas memilih pekerjaan. Bisa dibilang, dengan persyaratan tersebut tes CPNS telah melanggar konstitusi.(han/jpg)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari