Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Merdeka dari Corona

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — WABAH corona (Covid-19) yang merebak di Indonesia sejak Maret lalu memberikan dampak besar bagi perekonomian. Hampir semua daerah merasakan hal sama. Ekonomi limbung akibat pembatasan-pembatasan sosial yang dilakukan untuk menekan penyebaran virus tersebut. Kemerdekaan dari virus ini juga asa tersendiri dengan tetap berjuang di tengah resesi ekonomi yang mengancam.

Berbagai pengusaha mulai dari usaha mikro kecil menengah (UMKM), perhotelan, hingga bisnis-bisnis lainnya me­ngalami kesulitan akibat pandemi ini. Bahkan tak jarang beberapa di antara­nya terpaksa harus mengurangi jumlah karyawan agar dapat bertahan. Salah satu pusat perbelanjaan Mal Pekanbaru (MP). Corporate Secretary PT Bima Sakti Pertiwi Tbk (Mal Pekanbaru) Riza Budi mengatakan, pihaknya cukup kesulitan mengatasi dampak akibat pandemi tersebut. Kunjungan ke MP mengalami penurunan hingga 80 persen saat new normal belum diberlakukan.  "Kalau dibilang susah, memang susah. Bahkan kunjungan ke MP menurun hingga 80 persen," kata Riza, Sabtu (15/8).

Untuk dapat bertahan, Riza menjelaskan pihaknya melaksanakan strategi berupa regulasi dan relaksasi khususnya kepada tenant-tenant MP. Ia juga tidak menampik pihaknya mendapati kerugian yang cukup besar akibat dampak Covid-19.  "Kami berikan regulasi dan relaksasi ke tenant seperti diskon sewa agar tenant tetap dapat berahan. Rugi sudah pasti. Karena mengurangi harga sewa berakibat pada menurunnya pendapatan," ucapnya.

Selain itu Riza mengatakan agar dapat menekan biaya operasional. Dana untuk hal yang tidak mendesak seperti renovasi dan promosi dilakukan penundaan. Kemudian, untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat dan meningkatkan kenyamanan serta keamanan saat berkunjung ke MP, Riza menjelaskan pihaknya melaksanakan protokol kesehatan dengan ketat.

"Dari pintu masuk kami lakukan protokol kesehatan. Bahkan saat kendaraan masuk kini tidak lagi harus menyentuh. Kita sudah menggunakan sensor, baik untuk karcis parkir, maupun cuci tangan. Masyarakat yang tidak pakai masker juga tidak diizinkan masuk. Ini berlaku untuk pengunjung dan pegawai MP," jelasnya.

Riza menuturkan, setelah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau menerapkan tatanan normal baru, perlahan-lahan perekonomian khususnya di MP merangkak naik. Beberapa wahana yang wajib tutup saat pandemi juga sudah kembali beroperasi. Pengunjung juga mulai meningkat. "Sekarang kunjungan sudah 40-50 persen. Yang belum buka sekarang bioskop," jelasnya.

Sementara itu bisnis di bidang perhotelan juga terkena dampak luar biasa. Bahkan okupansi hotel sangat jauh dibandingkan saat sebelum Covid-19 merebak. Menurunnya kunjungan wisatawan, acara-acara yang dibatalkan, hingga kekhawatiran masyarakat akan Covid-19 membuat hotel-hotel kelimpungan. Bahkan beberapa di antaranya sempat tutup untuk beberapa waktu.

Baca Juga:  Mau Jalan-jalan ke Bandung? 5 Tempat Wisata Hits dan Kekinian Ini Tak Boleh Anda Lewatkan

Marketing Comunication Labersa Grand Hotel & Convention Center Renta Pakpahan menjelaskan, Labersa sempat tutup saat pandemi berlangsung dan baru buka pada 1 Juli lalu. Renta menuturkan, pihaknya memanfaatkan waktu tersebut untuk membersihkan seluruh area hotel dan menyemprotnya dengan disinfektan agar saat buka kembali dapat memberikan kepercayaan dan keamanan bagi masyarakat.

Renta mengungkapkan, pemasukan Labersa saat ini adalah dari jumlah kamar yang dipesan setiap harinya. Jika dulu banyak kegiatan yang dilaksanakan di Labersa, saat ini banyak yang tertunda akibat pandemi.

"Biasanya kan kalau ada kegiatan itu banyak yang pesan kamar. Kalau saat ini lebih banyak individu yang pesan. Paling bawa keluarga," tuturnya.

Lebih lanjut Renta mengungkapkan, Labersa juga mengalami kerugian di mana jumlah kunjungan masih jauh dibandingkan saat sebelum pandemi. Di new normal ini dikatakan Renta, saat akhir pekan hanya memenuhi 50-60 persen.  "Tapi sekarang sudah mulai naik meskipun slow. Kami kan ada 200 kamar, itu saat week end paling terisi 100 kamar. Hari biasa hanya 20 persennya," jelasnya.

Banyaknya masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi, membuat masyarakat memutar otak agar mendapatkan pemasukan, seperti dengan membuka bisnis kecil-kecilan atau bisnis rumahan. Tak pelak, persaingan pasar pun bermunculan. Ada usaha yang mengalami penurunan dan ada juga yang mengalami peningkatan.

Menghadapi persaingan yang semakin ketat di masa pandemi, Komunitas UKM Siti Hajar terus memunculkan inovasi-inovasi, dan menggencarkan promosi agar tidak kehilangan pembeli. Ketua UKM Siti Hajar, Erlina mengaku salah satu produk UKM-nya yaitu sarden rumahan sempat mengalami penurunan signifikan akibat bermunculan para pebisnis baru yang membuat harga di pasaran menurun tajam. Namun, ia dan timnya tidak menyerah begitu saja. Erlina membuat inovasi sarden siap santap untuk kembali mendongkrak penjualan sarden.

Selain sarden, UKM Siti Hajar juga memiliki produk lain yang dipasarkan. Saat permintaan sarden menurun, Erlina melihat peningkatan permintaan untuk kebab. Hal tersebut membuat Erlina semakin menggenjot penjualan kebab olahannya. Promosi juga digencarkan, baik melalui Facebook, WhatsApp, dan media sosial lainnyanya. Alhasil, UKM Siti Hajar dapat bertahan, dan mendapatkan permintaan lebih di masa pandemi.

Menurut Erlina menjaga semangat tim agar tidak turun adalah hal yang penting. Jika semangat menurun, dan lesu selama beberapa hari, untuk menaikkan lagi akan mengalami kesulitan. Tak hanya itu, membangun imej juga tidak bisa ditinggalkan. Hal ini meme­ngaruhi kepercayaan konsumen terhadap barang yang dijual. Dikatakan Erlina, pihaknya selalu mem-branding usaha, sehingga mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.  "Kami tetap menyemangati diri. Untuk UKM lainnya meskipun pandemi, tak semua orang kehilangan pendapatan. Ada yang naik ada juga yang turun. Kita tak boleh terlena dengan keadaan, kita juga harus berjuang. Pasti rezeki akan selalu ada," jelasnya.

Baca Juga:  Tiket Presale Film "Kajeng Kliwon" Ludes di Bali

Tingkatkan Produk Lokal
Menurut Pengamat Ekonomi Dr H Edyanus Herman Halim SE MS, saat ini untuk memenuhi keperluan pangan, Riau masih bergantung akan impor. Ia berpendapat akan sangat lebih baik jika Riau dapat menggalakkan konsumsi pada produk-produk lokal, sehingga dapat meningkatkan produktivitas lokal dan mengurangi ketergantungan impor. "Produk pangan, dan sandang selamai ini dominan berkontribusi dalam struktur ekonomi daerah. Kalau dapat, kita harus menjadi produsen dan konsumen di daerah kita sendiri. Sehingga perpu­taran uang ada pada kita," kaga Edyanus.

Dengan memproduksi pangan se­perti jagung dan beras dalam negeri, maka akan mengurangi pengeluaran itu sendiri. Di mana harga barang impor lebih mahal yang menyebabkan terkurasnya devisa. Edyanus menuturkan, setidaknya Riau bisa memproduksi apa yang diperlukan. Dia juga meminta dinas-dinas terkait dapat meningkatkan kinerja operasional agar daerah tidak perlu lagi mengimpor daging, telur, dan keperluan pangan lainnya.

Edyanus melihat Riau sangat berpotensi memenuhi keperluan pangan daerah sendiri, seperti Siak, Rokan Hilir, Rokan Hulu dan lainnya dapat menjadi pemasok beras dan jagung. Selain itu dia juga mengatakan peran masyarakat sebagai konsumen dalam negeri juga perlu ditingkatkan. Sangat banyak produksi, tapi jika masyarakat tidak mau membeli dan lebih memilih produk impor tentu saja tidak dapat menimbulkan multiplier effect di dalam negeri. Padahal jika dilihat kembali, Indonesia memiliki jumlah penduduk kurang lebih 270 juta jiwa, dan Riau sekitar 7 juta jiwa. Angka tersebut merupakan potensi besar untuk memasarkan produk-produk lokal di negeri sendiri.

"Kalau daerah-daerah di kabupaten atau kota di Riau bisa memenuhi keperluan, ngapain kita impor. Uang akan berputar di sekitar kita. Petani punya duit bisa beli baju, penjual baju bisa beli jagung. Petani jagung dapat duit, itu yang diharapkan. Ada perputaran uang," ungkapnya.

Lebih lanjut, Edyanus berharap, pemerintah dapat mengarahkan refocusing angggaran dengan tepat sasaran. Yaitu ke masyarakat yang produktif dan dapat meningkatkan produksi daerah. Menurutnya, pemerintah juga harus memperbaiki database agar jelas mana yang harus disubsidi dan dibantu.

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — WABAH corona (Covid-19) yang merebak di Indonesia sejak Maret lalu memberikan dampak besar bagi perekonomian. Hampir semua daerah merasakan hal sama. Ekonomi limbung akibat pembatasan-pembatasan sosial yang dilakukan untuk menekan penyebaran virus tersebut. Kemerdekaan dari virus ini juga asa tersendiri dengan tetap berjuang di tengah resesi ekonomi yang mengancam.

Berbagai pengusaha mulai dari usaha mikro kecil menengah (UMKM), perhotelan, hingga bisnis-bisnis lainnya me­ngalami kesulitan akibat pandemi ini. Bahkan tak jarang beberapa di antara­nya terpaksa harus mengurangi jumlah karyawan agar dapat bertahan. Salah satu pusat perbelanjaan Mal Pekanbaru (MP). Corporate Secretary PT Bima Sakti Pertiwi Tbk (Mal Pekanbaru) Riza Budi mengatakan, pihaknya cukup kesulitan mengatasi dampak akibat pandemi tersebut. Kunjungan ke MP mengalami penurunan hingga 80 persen saat new normal belum diberlakukan.  "Kalau dibilang susah, memang susah. Bahkan kunjungan ke MP menurun hingga 80 persen," kata Riza, Sabtu (15/8).

- Advertisement -

Untuk dapat bertahan, Riza menjelaskan pihaknya melaksanakan strategi berupa regulasi dan relaksasi khususnya kepada tenant-tenant MP. Ia juga tidak menampik pihaknya mendapati kerugian yang cukup besar akibat dampak Covid-19.  "Kami berikan regulasi dan relaksasi ke tenant seperti diskon sewa agar tenant tetap dapat berahan. Rugi sudah pasti. Karena mengurangi harga sewa berakibat pada menurunnya pendapatan," ucapnya.

Selain itu Riza mengatakan agar dapat menekan biaya operasional. Dana untuk hal yang tidak mendesak seperti renovasi dan promosi dilakukan penundaan. Kemudian, untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat dan meningkatkan kenyamanan serta keamanan saat berkunjung ke MP, Riza menjelaskan pihaknya melaksanakan protokol kesehatan dengan ketat.

- Advertisement -

"Dari pintu masuk kami lakukan protokol kesehatan. Bahkan saat kendaraan masuk kini tidak lagi harus menyentuh. Kita sudah menggunakan sensor, baik untuk karcis parkir, maupun cuci tangan. Masyarakat yang tidak pakai masker juga tidak diizinkan masuk. Ini berlaku untuk pengunjung dan pegawai MP," jelasnya.

Riza menuturkan, setelah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau menerapkan tatanan normal baru, perlahan-lahan perekonomian khususnya di MP merangkak naik. Beberapa wahana yang wajib tutup saat pandemi juga sudah kembali beroperasi. Pengunjung juga mulai meningkat. "Sekarang kunjungan sudah 40-50 persen. Yang belum buka sekarang bioskop," jelasnya.

Sementara itu bisnis di bidang perhotelan juga terkena dampak luar biasa. Bahkan okupansi hotel sangat jauh dibandingkan saat sebelum Covid-19 merebak. Menurunnya kunjungan wisatawan, acara-acara yang dibatalkan, hingga kekhawatiran masyarakat akan Covid-19 membuat hotel-hotel kelimpungan. Bahkan beberapa di antaranya sempat tutup untuk beberapa waktu.

Baca Juga:  Katering dan Bus Salawat Disetop Sementara

Marketing Comunication Labersa Grand Hotel & Convention Center Renta Pakpahan menjelaskan, Labersa sempat tutup saat pandemi berlangsung dan baru buka pada 1 Juli lalu. Renta menuturkan, pihaknya memanfaatkan waktu tersebut untuk membersihkan seluruh area hotel dan menyemprotnya dengan disinfektan agar saat buka kembali dapat memberikan kepercayaan dan keamanan bagi masyarakat.

Renta mengungkapkan, pemasukan Labersa saat ini adalah dari jumlah kamar yang dipesan setiap harinya. Jika dulu banyak kegiatan yang dilaksanakan di Labersa, saat ini banyak yang tertunda akibat pandemi.

"Biasanya kan kalau ada kegiatan itu banyak yang pesan kamar. Kalau saat ini lebih banyak individu yang pesan. Paling bawa keluarga," tuturnya.

Lebih lanjut Renta mengungkapkan, Labersa juga mengalami kerugian di mana jumlah kunjungan masih jauh dibandingkan saat sebelum pandemi. Di new normal ini dikatakan Renta, saat akhir pekan hanya memenuhi 50-60 persen.  "Tapi sekarang sudah mulai naik meskipun slow. Kami kan ada 200 kamar, itu saat week end paling terisi 100 kamar. Hari biasa hanya 20 persennya," jelasnya.

Banyaknya masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi, membuat masyarakat memutar otak agar mendapatkan pemasukan, seperti dengan membuka bisnis kecil-kecilan atau bisnis rumahan. Tak pelak, persaingan pasar pun bermunculan. Ada usaha yang mengalami penurunan dan ada juga yang mengalami peningkatan.

Menghadapi persaingan yang semakin ketat di masa pandemi, Komunitas UKM Siti Hajar terus memunculkan inovasi-inovasi, dan menggencarkan promosi agar tidak kehilangan pembeli. Ketua UKM Siti Hajar, Erlina mengaku salah satu produk UKM-nya yaitu sarden rumahan sempat mengalami penurunan signifikan akibat bermunculan para pebisnis baru yang membuat harga di pasaran menurun tajam. Namun, ia dan timnya tidak menyerah begitu saja. Erlina membuat inovasi sarden siap santap untuk kembali mendongkrak penjualan sarden.

Selain sarden, UKM Siti Hajar juga memiliki produk lain yang dipasarkan. Saat permintaan sarden menurun, Erlina melihat peningkatan permintaan untuk kebab. Hal tersebut membuat Erlina semakin menggenjot penjualan kebab olahannya. Promosi juga digencarkan, baik melalui Facebook, WhatsApp, dan media sosial lainnyanya. Alhasil, UKM Siti Hajar dapat bertahan, dan mendapatkan permintaan lebih di masa pandemi.

Menurut Erlina menjaga semangat tim agar tidak turun adalah hal yang penting. Jika semangat menurun, dan lesu selama beberapa hari, untuk menaikkan lagi akan mengalami kesulitan. Tak hanya itu, membangun imej juga tidak bisa ditinggalkan. Hal ini meme­ngaruhi kepercayaan konsumen terhadap barang yang dijual. Dikatakan Erlina, pihaknya selalu mem-branding usaha, sehingga mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.  "Kami tetap menyemangati diri. Untuk UKM lainnya meskipun pandemi, tak semua orang kehilangan pendapatan. Ada yang naik ada juga yang turun. Kita tak boleh terlena dengan keadaan, kita juga harus berjuang. Pasti rezeki akan selalu ada," jelasnya.

Baca Juga:  Menko Airlangga: Era 4.0 Perlu Generasi Muda Kreatif dan inovatif

Tingkatkan Produk Lokal
Menurut Pengamat Ekonomi Dr H Edyanus Herman Halim SE MS, saat ini untuk memenuhi keperluan pangan, Riau masih bergantung akan impor. Ia berpendapat akan sangat lebih baik jika Riau dapat menggalakkan konsumsi pada produk-produk lokal, sehingga dapat meningkatkan produktivitas lokal dan mengurangi ketergantungan impor. "Produk pangan, dan sandang selamai ini dominan berkontribusi dalam struktur ekonomi daerah. Kalau dapat, kita harus menjadi produsen dan konsumen di daerah kita sendiri. Sehingga perpu­taran uang ada pada kita," kaga Edyanus.

Dengan memproduksi pangan se­perti jagung dan beras dalam negeri, maka akan mengurangi pengeluaran itu sendiri. Di mana harga barang impor lebih mahal yang menyebabkan terkurasnya devisa. Edyanus menuturkan, setidaknya Riau bisa memproduksi apa yang diperlukan. Dia juga meminta dinas-dinas terkait dapat meningkatkan kinerja operasional agar daerah tidak perlu lagi mengimpor daging, telur, dan keperluan pangan lainnya.

Edyanus melihat Riau sangat berpotensi memenuhi keperluan pangan daerah sendiri, seperti Siak, Rokan Hilir, Rokan Hulu dan lainnya dapat menjadi pemasok beras dan jagung. Selain itu dia juga mengatakan peran masyarakat sebagai konsumen dalam negeri juga perlu ditingkatkan. Sangat banyak produksi, tapi jika masyarakat tidak mau membeli dan lebih memilih produk impor tentu saja tidak dapat menimbulkan multiplier effect di dalam negeri. Padahal jika dilihat kembali, Indonesia memiliki jumlah penduduk kurang lebih 270 juta jiwa, dan Riau sekitar 7 juta jiwa. Angka tersebut merupakan potensi besar untuk memasarkan produk-produk lokal di negeri sendiri.

"Kalau daerah-daerah di kabupaten atau kota di Riau bisa memenuhi keperluan, ngapain kita impor. Uang akan berputar di sekitar kita. Petani punya duit bisa beli baju, penjual baju bisa beli jagung. Petani jagung dapat duit, itu yang diharapkan. Ada perputaran uang," ungkapnya.

Lebih lanjut, Edyanus berharap, pemerintah dapat mengarahkan refocusing angggaran dengan tepat sasaran. Yaitu ke masyarakat yang produktif dan dapat meningkatkan produksi daerah. Menurutnya, pemerintah juga harus memperbaiki database agar jelas mana yang harus disubsidi dan dibantu.

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari