Mereka mempertaruhkan nyawa dalam kepungan asap dan api. Beberapa kali, anggota Manggala Agni Daerah Operasi (Daops) Pekanbaru membahayakan diri mereka demi menyelamatkan lahan-lahan yang terbakar di Riau. Tak sedikit yang terjebak dalam kepungan api dan asap. Bahkan ada yang pingsan dan nyaris kehilangan nyawa. Seperti apa kisah mereka?
Laporan Muhammad Amin, Minas
Bob Santoso, anggota Manggala Agni Regu I Daops Pekanbaru baru saja turun dari helikopter, Kamis (16/5) siang. Dua anggota Manggala Agni, termasuk Bob di dalamnya, plus masing-masing seorang anggota TNI, Polri, BPBD Riau, dan Lanud Pekanbaru memang rutin melakukan patroli udara. Dalam kondisi panas yang tidak terlalu panjang beberapa pekan terakhir, aktivitas para penakluk api ini adalah pencegahan. Selain patroli udara, patroli darat juga mereka lakukan secara bergiliran.
“Pencegahan juga sangat penting,” ujar Bob kepada Riau Pos usai patroli udara itu.
Bob Santoso
Bob memang merasakan benar pentingnya pencegahan ini. Dia tahu betul ganasnya kepungan api dan asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) jika sudah membesar. Sebab, di saat orang lain harus menghindari asap, mereka justru menerjangnya, menyerang api dan asap itu habis-habisan. Tak peduli apapun. Bob tahu betul ganasnya api ketika itu. Nyawanya nyaris saja melayang saat kebakaran besar melanda Bukit Batu tahun 2005 silam.
Ketika itu, dia bersama timnya yang berjumlah 15 orang ditugaskan memadamkan api di area konsesi PT Arara Abadi itu. Mereka tergabung dalam Manggala Agni Daops Pekanbaru, Rengat, dan Siak. Tim ini bekerja dari pagi hingga menjelang magrib. Saat menjelang malam, tim memutuskan istirahat. Api sudah mulai bisa dijinakkan kendati asap masih menebal. Mereka pun mulai menggulung selang yang digunakan untuk menyiram api sebelumnya. Sebagian anggota sudah menyelesaikan tugas dan beranjak kembali ke posko. Yang lain masih menggulung selang dan membereskan mesin.
Ketika itu, Bob berada agak jauh dari beberapa kawannya. Dia masih menggulung selang. Bara api masih menyala. Asap masih membubung. Angin masih bersahabat. Berembus lembut dan tenang. Tiba-tiba saja arah angin berubah, berputar haluan dan berembus kencang. Arah angin ini menyebabkan asap yang semula vertikal dan hanya miring sedikit, tiba-tiba saja bergerak horizontal. Asap menyelubungi anggota Manggala Agni yang rata-rata masih muda dan minim pengalaman itu. Mereka pun gelagapan. Sebagian mereka saling mengingatkan untuk bergerak pulang ke arah posko. Mereka saling bantu untuk coba bernafas di dalam pekatnya asap.
Jelang makan malam, barulah diketahui, salah satu anggota mereka ternyata tidak ada. Dialah Bob Santoso. Seluruh anggota Manggala Agni pun kembali ke lokasi untuk mencari Bob. Setelah pencarian intensif dalam kegelapan, Bob ditemukan dalam keadaan pingsan. Dia tertelungkup di bekas lahan gambut yang terbakar. Posisinya yang tertelungkup membuat nyawanya terselamatkan. Sebab, di area gambut itu masih ada oksigen yang dapat diirupnya untuk bernafas.
Bob pun dilarikan ke klinik kesehatan milik perusahaan di Sungai Pakning lewat jalur air menggunakan kapal cepat (speed boat). Pertolongan pertama diberikan. Beruntung nyawanya masih bisa diselamatkan. Dia baru sadar satu jam kemudian setelah melalui perawatan medis intensif.
“Saya tidak tahu bagaimana kejadiannya. Tiba-tiba saja asap di mana-mana, semuanya serbaputih dalam keremangan senja. Tak terlihat apapun. Lalu tiba-tiba saja gelap. Saya baru sadar ketika sudah di klinik,” ujar Bob.
Apakah Bob trauma pada api dan asap? Ternyata tidak. Memang selama dua atau tiga hari dia harus istirahat dan merasa sedikit mengalami traumatik. Tapi setelah itu tidak. Bahkan kalau pun ada penugasan lagi sepekan setelah itu, dia mengaku siap. Tapi memang, hari itu adalah hari terakhir penugasan mereka di sana. Tim ini diganti tim lain dari Pekanbaru. Apalagi, setelah kejadian itu, hujan menyirami kawasan tersebut sehingga api tidak lagi mengganas.
“In sya Allah saya masih berani. Hanya trauma sebentar. Asalkan kita bisa membaca arah angin, tahu posisi, komunikasi dengan tim, mudah-mudahan aman. Kejadian itu jadi pelajaran bagi kami,” ujar Bob.
Kejadian di Bukit Batu itu menjadi pengalaman berharga bagi tim Manggala Agni se-Riau. Komandan Regu (Danru) I Manggala Agni Daops Pekanbaru, Roni Rodessa menyebutkan, ketika itu, rata-rata mereka adalah anggota baru di Manggala Agni. Pengalaman mereka masih minim. Yang ada adalah semangat yang menyala-nyala dalam melawan api yang membara. Tapi rupanya semangat saja tak cukup.
“Harus dengan perhitungan, kekompakan, dan kerja sama tim,” ujar Roni.
Dia sendiri merupakan bagian dari tim itu. Roni baru setahun bergabung dengan Manggala Agni ketika itu. Hingga saat ini, Bob adalah anggotanya di Regu I Daops Pekanbaru. Sejak saat itu, semua prosedur lebih diketatkan lagi. Ada standar operasional prosedur (SOP) baru yang diberlakukan ketika melakukan pemadaman. Sebelum dan setelah pemadaman harus ada apel. Komandan regu harus memastikan anggotanya lengkap saat sebelum terjun ke api dan setelahnya. Kelengkapan sarana dan prasarana pribadi dan tim juga diperiksa. Masing-masing anggota memang memiliki tanggung jawab. Selain perlengkapan pribadi berupa seragam, sepatu bot, helm, dan masker, perlengkapan tim juga jadi perhatian. Mesin pompa, selang isap, selang buang, dan nozle harus dalam keadaan siap. Tidak boleh ada yang macet, rusak, atau tak bisa digunakan saat menghadapi api.
“Kita harus ketat dalam hal ini,” ujar Roni.
Langgar SOP, Sempat Dikepung Asap
Kendati sudah memiliki SOP dalam pemadaman api, tapi kondisi di lapangan kadang berbeda-beda. Diperlukan kreativitas dan intuisi tertentu untuk bisa memadamkan api dengan baik. Hal itu pula yang pernah diterapkan Roni dan timnya di Desa Karya Indah, Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar 2 April 2019 lalu.
Dalam beberapa bulan belakangan, Manggala Agni memang hanya fokus pada pencegahan. Tapi bukan berarti tidak ada titik api. Luasannya bisa puluhan hektare. Kejadian di Karya Indah bermula ketika adanya laporan kebakaran lahan seluas sekitar 20 hektare. Ketika itu, garis api sudah jauh ke tengah. Garis api adalah istilah yang digunakan para penakluk api ini untuk api terdepan yang menjalar dan merangsek maju searah angin. Garis api itu kerap juga disebut dengan kepala api. Dalam standar pemadaman baku, tim Manggala Agni harus memadamkan api melalui dari sisi kiri dan kanan api, atau belakangnya. Tujuannya adalah untuk menghindari berhadapan langsung dengan api dan asap yang bisa membahayakan nyawa. Mereka harus masuk dari bekas lahan yang terbakar, lalu “menyerang” api dari belakang atau dari samping dengan jarak yang aman dan tidak melawan arah angin.
PADAMKAN API: Regu I Manggala Agni Daops Pekanbaru melakukan pemadaman karhutla di Desa Karya Indah, Tapung, beberapa waktu lalu.
Tapi kondisi ketika itu, garis api sudah jauh ke tengah. Kalau mereka menyambung selang, maka diperlukan 200 hingga 300 meter dari sumber air. Satu selang panjangnya hanya 30 meter dan bisa disambung dengan kopling. Tapi tentu diperlukan 10 selang sambungan untuk itu. Sebaliknya, di depan kepala api juga ada sumber air yang jaraknya diprediksi hanya 60 meter. Lebih efisien.
Maka tim ini kemudian melakukan briefing sejenak. Mereka menghitung jarak sumber air, panjang selang, arah dan kecepatan angin serta bahan bakar atau lahan yang kemungkinan akan terbakar dan membesar. Penilaian atau size up itu dilakukan dengan cepat dan cermat. Kendati ada risiko, tapi itu harus ditempuh untuk memastikan api bisa padam. Semakin cepat, semakin baik.
“Kesimpulan kami waktu itu mengabaikan SOP. Kami harus melawan api dari depan. Tapi itu bukan keputusan saya sendiri sebagai Danru. Kami sudah musyawarahkan secara cepat dengan segala risikonya,” ujar Roni.
Enam anggota Manggala Agni itu pun mulai berjibaku menghadang api dari depan. Teknik pemadaman sebenarnya tetap dari belakang garis api. Jadi, mereka harus menembus api terlebih dahulu, membuat jalan untuk selang agar bisa melewati garis api itu, lalu “menyerang” dari belakang garis api. Awalnya skenario ini berjalan mulus. Apalagi kondisi angin masih stabil. Asap masih condong sedikit dari 90 derajat. Tapi tiba-tiba angin berubah dan berputar-putar. Asap yang semula mengarah ke satu arah tiba-tiba mengarah horizontal dan tak beraturan. Kondisi ini sebenarnya sangat berbahaya. Jika kurang pengalaman, maka kondisi inilah yang bisa menyebabkan pingsan bahkan kematian. Sebab, oksigen atau O2 sangat tipis dalam kepungan asap itu. Bahkan bisa tidak ada sama sekali. Apalagi jarak pandang bisa mencapai hanya beberapa sentimeter.
“Kami cepat tiarap untuk mengambil nafas dari lahan gambut. Beruntung semuanya satu komando dan selamat,” ujar Roni.
Dalam tiarap, mereka terus mencari jarak aman dari asap. Mereka beringsut mencari jarak aman dan kemudian melanjutkan aksi pemadaman. Api pun kemudian bisa dijinakkan dan dilanjutkan dengan pendinginan.
Pemadaman karhutla di Desa Karya Indah, Tapung, Kampar.
Nyaris Kehilangan “Srikandi”
Manggala Agni Daops Pekanbaru tidak hanya didominasi kaum lelaki. Terdapat tiga perempuan di sana. Ketiganya adalah Masitoh Hasibuan, Meri Riski Amelia, dan Selly. Ketiganya sudah terampil dalam menangani api. Hanya saja, yang benar-benar sudah turun ke lapangan baru Masitoh. Meri dan Selly, karena masih baru, belum diturunkan dan hanya fokus di administrasi.
Cerita Masitoh tak kalah seru dibandingkan para penakluk api lelaki. Dia juga sempat terjebak dalam kepungan api. Nyawanya nyaris saja melayang jika mereka tak tanggap dan saling bantu. Kejadian ini menimpanya pada 2014 lalu saat kebakaran hebat melanda kawasan Rimbo Panjang Kampar. Ketika itu, dia termasuk satu di antara empat anggota Manggala Agni Daops Pekanbaru yang memadamkan api.
Mereka berempat terjebak di dalam asap ketika arah angin berubah. Api dan asap yang semula berlawanan arah, tiba-tiba saja berbalik ke arah mereka. Api pun membakar pepohonan, rumput, dan lahan gambut. Api tiba-tiba saja merebak. Asap mengepul pekat menyelimuti udara. Tidak ada bantuan lain ketika itu. Mereka berempatlah yang harus saling bantu untuk lolos dari asap yang mengepung.
“Kami ingin menyelamatkan selang. Tapi kata senior kami, lebih baik selamatkan nyawa lebih dahulu,” ujarnya mengenang.
PADAMKAN API: Masitoh bersama dua rekannya memadamkan api di Rimbo Panjang, beberapa waktu lalu.
Sekitar satu jam mereka berempat harus bersama mencari ruang untuk bernafas. Mereka melihat bagian mana dari ilalang, gambut, dan pepohonan yang masih belum terbakar. Sebab, di antara ilalang itulah masih tersedia oksigen untuk bernafas. Sebagai satu-satunya “Srikandi” Manggala Agni ketika itu, Masitoh menjadi yang paling rentan. Dia juga paling minim pengalaman karena terhitung baru bergabung dengan Manggala Agni dan untuk terjun ke lapangan dengan jam terbang minim.
“Tapi jiwa korsa teman-teman memang tinggi. Bersama-sama kami mencari jalan keluar dari kepungan asap. Kami mengikuti selang dan akhirnya bisa keluar,” ujar Masitoh.
Peristiwa itu tentunya memakan korban. Dua selang milik Manggala Agni terbakar dan tak bisa diselamatkan. Tapi anggotanya selamat. Bagi Masitoh, pengalaman ini sangat mengesankan. Kerja sama tim, jiwa korsa, dan kecermatan dalam menghadapi api ternyata sangat penting.
“Tidak boleh gegabah menghadapi api,” ujarnya.
Tahan Haus demi Dahaga Gambut
Danru I Manggala Agni Daops Pekanbaru Roni Rodessa menyebutkan, saat ini pihaknya fokus pada pencegahan karhutla. Mereka selalu rutin melakukan pendinginan pada titik rawan lahan gambut. Ada lima wilayah yang menjadi titik rawan. Titik rawan itu diidentifikasi karena sebaran hotspot, tingkat karhutla di sana yang tinggi, juga sebaran bahan bakar yakni gambut atau semak belukar yang tak diolah. Lima titik rawan itu adalah Desa Karya Indah di Tapung, Desa Lubuk Sakat, Kecamatan Pantai Raja, Desa Koto Garo, Tapunghilir, Desa Merangin, Kuok, yang semuanya di Kabupaten Kampar. Satu lagi adalah Kelurahan Air Hitam di Pekanbaru. Pencegahan dilakukan dengan patroli. Ada patroli darat, ada juga udara.
“Semua dapat giliran, termasuk patroli udara. Jadi, semua anggota Manggala Agni sudah pernah naik helikopter,” ujar Roni.
Patroli terpadu ini melibatkan banyak unsur, yakni Manggala Agni, Polri, TNI, dan unsur masyakat. Di antaranya adalah masyarakat peduli api (MPA). Masing-masing mereka beranggotakan satu orang, kecuali Manggala Agni dua orang.
“Kami melibatkan masyarakat karena mereka yang tahu lokasi. Ini sekaligus cara sosialisasi karena kami melakukan sosialisasi tak lagi dengan mengumpulkan masyarakat, melainkan dari kebun ke kebun atau door to door,” ujar Roni.
Upaya pendinginan lahan gambut di Riau memang sangat diperlukan. Kadang hanya panas dua pekan, sedikit saja ada pemantiknya, misalnya ada yang membakar sampah atau membuang puntung rokok, api bisa menyala. Makanya mereka lebih banyak berjibaku untuk pencegahan dalam beberapa bulan ini.
Disebutkan Roni, dari 30 anggota Manggala Agni Daops Pekanbaru, hanya satu orang yang nonmuslim. Sebagian mereka pun menjalankan ibadah puasa. Demi memberikan air untuk dahaga gambut Riau yang rawan terbakar, mereka rela tetap berhaus dan berlapar.
“Sebagian besar anggota tetap puasa di Bulan Ramadan ini kendati ada tugas di lapangan,” ujarnya.
Dengan kondisi posko patroli terpadu yang jauh, maka sebagian besar mereka tidak pulang ke rumah usai bertugas. Mereka berpuasa,berbuka dan sahur di posko. Sebagian posko berada di kantor desa. Yang lainnya berada di rumah masyarakat. Tak jarang di dekat hutan karena memang di sanalah titik-titik rawan kebakaran. Penugasan ini biasanya diberikan selama sepuluh hari. Setelah itu mereka digantikan tim lain.
“Kami tetap berkomitmen menjaga lahan dan hutan dari kebakaran. Ini tugas kami, janji kami, walaupun harus berpisah dari keluarga. Kebahagiaan besar bagi kami kalau ada yang menyampaikan terima kasih karena kebunnya selamat dari api,” ujar Roni.
Harus Selalu Siap
Manggala Agni Daops Pekanbaru memiliki wilayah kerja di Pekanbaru, Kampar, Rohul, dan tiga kecamatan di Siak, yakni Minas, Kandis, dan Tualang. Adapun kecamatan lainnya di Siak berada dalam koordinasi Daops Siak. Markas mereka berada di wilayah Minas, perbatasan Pekanbaru-Siak. Adapun untuk Riau secara keseluruhan terdiri dari beberapa Daops, yakni Daops Pekanbaru, Dumai, Siak dan Rengat serta satu lagi di Batam.
ALAT PEMADAM: Danru I Manggala Agni Daops Pekanbaru Roni Rodessa menerangkan tentang alat pemadam kebakaran lahan, Selasa(14/5/2019).
“Koordinatornya di Pekanbaru,” ujarnya.
Sebagai anggota Manggala Agni, mereka harus selalu siap. Makanya, selain terjun ke lapangan, mereka juga melakukan latihan rutin. Latihan kesamaptaan dilakukan sekali sepekan. Semuanya ikut termasuk tiga Srikandi Manggala Agni. Mereka harus lari minimal 4 km, senam ketangkasan, push up, dan rangkaian olah fisik lainnya.
“Bagaimanapun fisik itu penting. Sebab, di lapangan diperlukan fisik prima. Kami harus membawa peralatan pemadaman kadang hingga 2 km masuk hutan,” ujar Roni.***