SENTUL (RIAUPOS.CO) — Pemerintah RI mencoba menyederhanakan proses perizinan penggunaan kawasan hutan. Hal ini diungkapkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar dalam diskusi panel dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Indonesia Maju Pemerintah Pusat dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) 2019 di Sentul, Rabu (13/11).
“Kalau tidak ada persoalan, sebetulnya seperti izin pinjam pakai untuk jalan, untuk listrik, geothermal, waduk dan lain-lain, kalau semua syarat-syaratnya maka akan singkat,” tuturnya saat diskusi panel bertema Transformasi Ekonomi II itu dalam siaran persnya.
Siti mengungkap, dirinya pernah melakukan tes terkait hal tersebut. Hasilnya, bila syarat-syarat dari pemohon izin sudah lengkap, maka sebetulnya dalam waktu 11 hari Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) ternyata bisa diselesaikan. “Jadi sudah banyak hal yang coba diperbaiki,” sebutnya.
Dijelaskan Siti, program KLHK yang sangat erat terkait transformasi ekonomi yaitu berkenaan dengan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA). Yaitu lahan kawasan hutan yang sudah tidak berfungsi hutan dan bisa dilepaskan, maka dilepaskan. Dalam hal ini sudah diserahkan lahan hutan seluas kurang lebih 110 ribu hektare untuk se-Kalimantan kecuali Kalimantan Utara (Kaltara).
“Saat ini sudah tersedia kurang lebih 980 ribu hektare freshland yang sudah bisa diredistribusi pada rakyat. Tetapi membutuhkan usulan programnya dari Pemerintah Daerah. Proposal seperti untuk pengembangan wilayah, untuk pusat kawasan peternakan, pertanian terpadu, kawasan pemukiman, dan sebagainya,” beber Siti.
Menyangkut transformasi ekonomi, program Perhutanan Sosial misalnya, data Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Ditjen PSKL) KLHK, hingga tanggal 12 November 2019 menunjukkan realisasi luas lahan sekitar kawasan hutan yang diberikan hak kelolanya kepada masyarakat mencapai angka 3,4 juta Hektare. Unit Surat Keputusan (SK) yang telah diserahkan kepada masyarakat sebanyak 6.110 Unit SK untuk kurang lebih 770.741 Kepala Keluarga.
Siti mengklaim, sejauh ini Hutan Sosial telah menciptakan sebanyak 5.208 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS). Yang menghasilkan berbagai macam produk bernilai ekonomis seperti kopi, madu, jasa wisata alam, buah-buahan, dan produk hasil hutan bukan kayu lainnya. Penyerapan tenaga kerja dari KUPS di seluruh Indonesia diperkirakan mencapai hampir sebanyak 2,2 juta orang.
Dia menegaskan, Hutan Sosial dan TORA bersama-sama konsesi swasta membangun sinergi bisnis pengelolaan kawasan. Yang membentuk skala ekonomi dan sebagai wilayah produktif menuju desa pusat pertumbuhan. Dengan beberapa program tersebut, terbentuk konfigurasi bisnis baru.
“Kalau dulu untuk swasta-swasta, maka sekarang dikombinasi. Swasta juga sekarang harus menjadi bagian atau offtaker, pembina manejemen di usaha yang dilakukan masyarakat sekitar. Dalam terobosan itu maka untuk hutan sosial seperti hutan tanaman rakyat dapat menjadi potensi Gross National Product (GNP) baru selain potensi bioprospecting,” terang Siti.(rls)