Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Pemerintah Klaim Angka Kematian Corona Bukan Terbesar

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak Indonesia untuk melakukan lebih banyak tes Covid-19 lewat polymerase chain reaction (PCR) pada orang-orang yang dicurigai terinfeksi. Sebab WHO melihat jumlah kematian di Indonesia yang terkait Covid-19 ‘sangat tinggi’. Itu terjadi pada Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan Orang Dalam Pemantauan (ODP).

WHO mengakui bahwa Indonesia memang telah meningkatkan kapasitas pengujian secara signifikan. Tetapi WHO menilai banyak dari tes PCR telah digunakan pada orang yang sudah diketahui memiliki Covid-19, sesuai dengan pedoman WHO yang lama.

“Indonesia memiliki jumlah kematian pasien secara substansial yang tinggi di bawah pengawasan (PDP) dan orang-orang yang diobservasi (ODP). Oleh karena itu, tes PCR harus diprioritaskan untuk diagnosis kasus yang dicurigai (PDP dan ODP),” kata WHO dalam laporan situasi terbarunya untuk Indonesia seperti dilansir dari AsiaOne, Selasa (14/7).

Pada 10 Juli, Indonesia telah melakukan total 1.015.678 tes PCR. Namun, karena pedoman WHO lama tentang pemulangan pasien mengharuskan rumah sakit untuk menguji pasien yang dikonfirmasi beberapa kali, hanya 597.468 orang yang berbeda telah diuji. Itu berarti hanya 58,8 persen dari tes PCR telah digunakan pada orang yang belum pernah diuji sebelumnya.

Baca Juga:  Cerita Anies Baswedan Usai Besuk BJ Habibie

Pada 10 Juli, Indonesia melakukan total 23.609 tes dan menguji 9.388 orang. Pada tanggal yang sama, Indonesia telah menguji sekitar 2.213 orang per 1 juta, dengan asumsi populasi nasional 270 juta.

Pengawas Kawal Covid-19 menunjukkan bahwa setidaknya ada 6.875 kematian di antara PDP dan 485 kematian di antara ODP pada 9 Juli. Sejak April, WHO juga telah merevisi rekomendasinya untuk laporan kematian Covid-19, mendorong negara-negara untuk memasukkan kematian pasien yang kemungkinan dan yang dikonfirmasi.

Bukan Kasus Terbesar

Berbeda dengan penilaian WHO, Tim Percepatan Penanganan Covid-19 dokter Reisa Broto Asmoro menilai kasus kematian Covid-19 di Indonesia bukan yang terbesar. Padahal, angka kematian di Indonesia sudah mencapai 3.656 jiwa pada Senin (13/7) atau persentasenya mencapai 4,7 persen. Sedangkan angka kematian dunia yakni 4,3 persen dengan jumlah kematian 500 ribuan jiwa. Artinya, angka persentase kematian di Indonesia lebih rendah daripada data global.

Baca Juga:  Jajal Sirkuit Mandalika, Jokowi Sempat Dikira Mengendarai Esemka

“Sudah lebih dari 12 juta orang di dunia positif. Setengah juta meninggal. Negara-negara dengan kasus positif fatalitas tertinggi di benua Amerika seperti di AS, Brasil, dan Peru. Lalu India dan Rusia dengan kasus kematian yang tinggi. Sedangkan Indonesia bukan kasus terbesar karena kematian. Tapi bukan berarti kita lengah,” sebut dr Reisa.

Dia mengklaim selama 4 bulan Indonesia berhasil mencegah lonjakan kasus secara signifikan sehingga tak membanjiri fasilitas kesehatan. “Ini berkat kerja keras tanpa henti. Kita berhasil sembuhkan lebih dari 35.600 orang dan pulih. Angka kita 50 persen pasien sembuh,” jelasnya.

Menurutnya, Covid-19 tak hanya mengancam masalah kesehatan tetapi juga sosial dan ekonomi. Maka aktivitas harus kembali dilakukan dengan mematuhi protokol kesehatan.

“Jutaan orang kehilangan pekerjaan. Ancaman asupan gizi bisa mengganggu imun, mental, dan kesehatan. Aktivitas harus kembali ditingkatkan,” ungkapnya.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak Indonesia untuk melakukan lebih banyak tes Covid-19 lewat polymerase chain reaction (PCR) pada orang-orang yang dicurigai terinfeksi. Sebab WHO melihat jumlah kematian di Indonesia yang terkait Covid-19 ‘sangat tinggi’. Itu terjadi pada Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan Orang Dalam Pemantauan (ODP).

WHO mengakui bahwa Indonesia memang telah meningkatkan kapasitas pengujian secara signifikan. Tetapi WHO menilai banyak dari tes PCR telah digunakan pada orang yang sudah diketahui memiliki Covid-19, sesuai dengan pedoman WHO yang lama.

- Advertisement -

“Indonesia memiliki jumlah kematian pasien secara substansial yang tinggi di bawah pengawasan (PDP) dan orang-orang yang diobservasi (ODP). Oleh karena itu, tes PCR harus diprioritaskan untuk diagnosis kasus yang dicurigai (PDP dan ODP),” kata WHO dalam laporan situasi terbarunya untuk Indonesia seperti dilansir dari AsiaOne, Selasa (14/7).

Pada 10 Juli, Indonesia telah melakukan total 1.015.678 tes PCR. Namun, karena pedoman WHO lama tentang pemulangan pasien mengharuskan rumah sakit untuk menguji pasien yang dikonfirmasi beberapa kali, hanya 597.468 orang yang berbeda telah diuji. Itu berarti hanya 58,8 persen dari tes PCR telah digunakan pada orang yang belum pernah diuji sebelumnya.

- Advertisement -
Baca Juga:  4 Warga Kepri Positif Corona, Dua di Batam

Pada 10 Juli, Indonesia melakukan total 23.609 tes dan menguji 9.388 orang. Pada tanggal yang sama, Indonesia telah menguji sekitar 2.213 orang per 1 juta, dengan asumsi populasi nasional 270 juta.

Pengawas Kawal Covid-19 menunjukkan bahwa setidaknya ada 6.875 kematian di antara PDP dan 485 kematian di antara ODP pada 9 Juli. Sejak April, WHO juga telah merevisi rekomendasinya untuk laporan kematian Covid-19, mendorong negara-negara untuk memasukkan kematian pasien yang kemungkinan dan yang dikonfirmasi.

Bukan Kasus Terbesar

Berbeda dengan penilaian WHO, Tim Percepatan Penanganan Covid-19 dokter Reisa Broto Asmoro menilai kasus kematian Covid-19 di Indonesia bukan yang terbesar. Padahal, angka kematian di Indonesia sudah mencapai 3.656 jiwa pada Senin (13/7) atau persentasenya mencapai 4,7 persen. Sedangkan angka kematian dunia yakni 4,3 persen dengan jumlah kematian 500 ribuan jiwa. Artinya, angka persentase kematian di Indonesia lebih rendah daripada data global.

Baca Juga:  Mario Leo dan Masa Depan Tenun Tradisional Sabu

“Sudah lebih dari 12 juta orang di dunia positif. Setengah juta meninggal. Negara-negara dengan kasus positif fatalitas tertinggi di benua Amerika seperti di AS, Brasil, dan Peru. Lalu India dan Rusia dengan kasus kematian yang tinggi. Sedangkan Indonesia bukan kasus terbesar karena kematian. Tapi bukan berarti kita lengah,” sebut dr Reisa.

Dia mengklaim selama 4 bulan Indonesia berhasil mencegah lonjakan kasus secara signifikan sehingga tak membanjiri fasilitas kesehatan. “Ini berkat kerja keras tanpa henti. Kita berhasil sembuhkan lebih dari 35.600 orang dan pulih. Angka kita 50 persen pasien sembuh,” jelasnya.

Menurutnya, Covid-19 tak hanya mengancam masalah kesehatan tetapi juga sosial dan ekonomi. Maka aktivitas harus kembali dilakukan dengan mematuhi protokol kesehatan.

“Jutaan orang kehilangan pekerjaan. Ancaman asupan gizi bisa mengganggu imun, mental, dan kesehatan. Aktivitas harus kembali ditingkatkan,” ungkapnya.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari