Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Usut Kejanggalan, Kapolri Bentuk Tim Gabungan

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Polri akhirnya membentuk tim gabungan untuk mengungkap kronologi di balik peristiwa tewasnya Brigadir Polisi (Brigpol) Nofriansyah Yosua Hutabarat, ajudan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Pol Ferdy Sambo. Tim itu tentu harus menjawab berbagai kejanggalan dalam insiden yang terjadi di rumah dinas Sambo tersebut.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, tim gabungan dipimpin Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono. Di dalamnya juga ada Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto, Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Komjen Pol Agung Budi Maryoto, Kabagintelkam Komjen Pol Ahmad Dofiri, Asisten Kapolri Bidang SDM (As SDM) Irjen Pol Wahyu Widada, Paminal, dan Provos.

Tim khusus yang bertugas menyingkap fakta lain terkait insiden berdarah di rumdin Kadiv propam itu juga akan melibatkan pihak eksternal. Antara lain, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). "Kami ingin peristiwa yang ada betul-betul bisa menjadi terang," ujar Listyo dalam konferensi pers, Selasa (12/7).

Listyo menerangkan, tim gabungan internal dan eksternal diharapkan memberikan output berupa rekomendasi untuk melengkapi penyidikan yang tengah dilakukan Polres Metro Jakarta Selatan. Sejauh ini, ada dua kasus yang ditangani Polres Jaksel. Yakni, percobaan pembunuhan dan ancaman kekerasan terhadap perempuan (pasal 298 KUHP).

Baca Juga:  Dana Haji Kian Menggelembung, Antrean Tambah Panjang

Listyo meminta kasus pidana ditangani menggunakan prinsip scientific crime investigation. Penanganan harus menggunakan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, bukan berdasar rumor atau isu-isu liar yang berkembang belakangan. "Walaupun ditangani Polres Jakarat Selatan, kami minta diasistensi Polda (Metro) dan Bareskrim Polri," tegas mantan Kabareskrim itu.

Polri memastikan penanganan kasus itu akan dilaksanakan secara transparan dan diawasi oleh tim khusus tersebut. Baik proses penyelidikan maupun penyidikan. Polri juga tidak menutup diri apabila ada laporan lain yang berkaitan dengan peristiwa tersebut. "Semuanya tentu harus kita telaah, kita cermati, dan kita tangani secara objektif, transparan, serta menggunakan kaidah-kaidah penyelidikan dan penyidikan," ungkap jenderal lulusan Akademi Polisi (Akpol) 1991 tersebut.

Atensi Kapolri itu menjawab keraguan publik terkait penanganan insiden baku tembak di rumdin Sambo pada Jumat (8/7) lalu tersebut. Kronologi versi Polri, peristiwa itu terjadi ketika Putri Ferdy Sambo (istri Kadiv Propam) berteriak karena Yosua tiba-tiba masuk ke kamar pribadinya dan menodongkan senjata.

Baca Juga:  Animator Tom & Jerry Meninggal Dunia

Teriakan itu membuat Bhayangkara Dua (Bharada) berinisial E bereaksi. Dari lantai 2 rumdin tersebut, Bharada E turun menuju sumber suara. Melihat kehadiran Bharada E, Yosua panik. Dia melepaskan tembakan ke arah Bharada E. Tembakan itu kemudian dibalas Bharada E. Dari lima tembakan yang dilepaskan, empat di antaranya mengenai tubuh Yosua hingga membuatnya tewas.

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebut bahwa kronologi versi Polri yang menyebut Yosua tewas karena terkena peluru senjata Bharada E memang terkesan janggal.

Sebab, sesuai ketentuan, bharada sebagai tamtama tidak diperkenankan memegang senjata. Kecuali sedang dalam tugas operasi pengamanan. Kalaupun mendapat izin membawa senjata, kata dia, seorang tamtama awal sangat riskan. "Kalau dia (Bharada E) membawa senjata api laras pendek, lantas siapa yang memberi izin? Ini juga jadi pertanyaan," kata Bambang.

Terkait kronologi versi lain tersebut, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan belum bisa memberikan komentar. Ketika dihubungi Jawa Pos, jenderal polisi bintang satu tersebut belum merespons. (tyo/lum/lyn/c6/oni/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Polri akhirnya membentuk tim gabungan untuk mengungkap kronologi di balik peristiwa tewasnya Brigadir Polisi (Brigpol) Nofriansyah Yosua Hutabarat, ajudan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Pol Ferdy Sambo. Tim itu tentu harus menjawab berbagai kejanggalan dalam insiden yang terjadi di rumah dinas Sambo tersebut.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, tim gabungan dipimpin Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono. Di dalamnya juga ada Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto, Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Komjen Pol Agung Budi Maryoto, Kabagintelkam Komjen Pol Ahmad Dofiri, Asisten Kapolri Bidang SDM (As SDM) Irjen Pol Wahyu Widada, Paminal, dan Provos.

- Advertisement -

Tim khusus yang bertugas menyingkap fakta lain terkait insiden berdarah di rumdin Kadiv propam itu juga akan melibatkan pihak eksternal. Antara lain, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). "Kami ingin peristiwa yang ada betul-betul bisa menjadi terang," ujar Listyo dalam konferensi pers, Selasa (12/7).

Listyo menerangkan, tim gabungan internal dan eksternal diharapkan memberikan output berupa rekomendasi untuk melengkapi penyidikan yang tengah dilakukan Polres Metro Jakarta Selatan. Sejauh ini, ada dua kasus yang ditangani Polres Jaksel. Yakni, percobaan pembunuhan dan ancaman kekerasan terhadap perempuan (pasal 298 KUHP).

- Advertisement -
Baca Juga:  Anak Mantan Bupati Kampar Borong 21 Kecamatan

Listyo meminta kasus pidana ditangani menggunakan prinsip scientific crime investigation. Penanganan harus menggunakan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, bukan berdasar rumor atau isu-isu liar yang berkembang belakangan. "Walaupun ditangani Polres Jakarat Selatan, kami minta diasistensi Polda (Metro) dan Bareskrim Polri," tegas mantan Kabareskrim itu.

Polri memastikan penanganan kasus itu akan dilaksanakan secara transparan dan diawasi oleh tim khusus tersebut. Baik proses penyelidikan maupun penyidikan. Polri juga tidak menutup diri apabila ada laporan lain yang berkaitan dengan peristiwa tersebut. "Semuanya tentu harus kita telaah, kita cermati, dan kita tangani secara objektif, transparan, serta menggunakan kaidah-kaidah penyelidikan dan penyidikan," ungkap jenderal lulusan Akademi Polisi (Akpol) 1991 tersebut.

Atensi Kapolri itu menjawab keraguan publik terkait penanganan insiden baku tembak di rumdin Sambo pada Jumat (8/7) lalu tersebut. Kronologi versi Polri, peristiwa itu terjadi ketika Putri Ferdy Sambo (istri Kadiv Propam) berteriak karena Yosua tiba-tiba masuk ke kamar pribadinya dan menodongkan senjata.

Baca Juga:  Penurunan Bendera Dipusatkan di Depan Kantor BPKAD Rohil

Teriakan itu membuat Bhayangkara Dua (Bharada) berinisial E bereaksi. Dari lantai 2 rumdin tersebut, Bharada E turun menuju sumber suara. Melihat kehadiran Bharada E, Yosua panik. Dia melepaskan tembakan ke arah Bharada E. Tembakan itu kemudian dibalas Bharada E. Dari lima tembakan yang dilepaskan, empat di antaranya mengenai tubuh Yosua hingga membuatnya tewas.

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebut bahwa kronologi versi Polri yang menyebut Yosua tewas karena terkena peluru senjata Bharada E memang terkesan janggal.

Sebab, sesuai ketentuan, bharada sebagai tamtama tidak diperkenankan memegang senjata. Kecuali sedang dalam tugas operasi pengamanan. Kalaupun mendapat izin membawa senjata, kata dia, seorang tamtama awal sangat riskan. "Kalau dia (Bharada E) membawa senjata api laras pendek, lantas siapa yang memberi izin? Ini juga jadi pertanyaan," kata Bambang.

Terkait kronologi versi lain tersebut, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan belum bisa memberikan komentar. Ketika dihubungi Jawa Pos, jenderal polisi bintang satu tersebut belum merespons. (tyo/lum/lyn/c6/oni/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari