Kamis, 19 September 2024

Bikin Perpres Baru untuk Kartu Prakerja

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Regulasi yang mengatur kartu prakerja baru saja diperbarui. Kini, pihak penyelenggara diberi mandat penuh dalam bekerja sama dengan platform digital yang menyediakan pelatihan bagi para peserta kartu prakerja. Sehingga, tidak lagi bergantung pada proses pengadaan barang dan jasa.

Pelonggaran kerja sama itu diatur dalam pasal 31A Perpres Nomor 76 Tahun 2020 tentang Perubahan Perpres 36/2020 yang mengatur program kartu prakerja. Pasal ituaan manfaat kartu prakerja, beserta pemilihan platform digital maupun lembaga pelatihannya tidak masuk lingkup pengaturan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Lembaga pelatihan yang hendak diajak kerja sama juga diberi tambahan persyaratan. Tidak sekadar memiliki pelatihan yang berbasis kompetensi kerja sesuai kebutuhan pasar kerja. Namun, kompetensi tersebut harus memperhatikan standar kompetensi kerja nasional, internasional, dan khusus.  

Selain itu, perpres 76 juga penegasan mengenai kebijakan yang sudah diambil oleh pihak project management officer (PMO). Bahwa kebijakan-kebijakan sebelumnya tetap dianggap sah sepanjang didasarkan pada iktikad baik. Meskipun, belum ada penjelasan lebih lanjut mengenai iktikad baik tersebut.

- Advertisement -

Ada sedikitnya enam kebijakan yang diatur dalam pasal tersebut. Yakni, kerja sama dengan platform digital beserta lembaga pelatihannya, penetapan penerima kartu prakerja, program pelatihan, dan besaran biaya program pelatihan. Juga kebijakan insentif yang sudah dibayarkan kepada peserta, dan biaya yang dikenakan platform digital kepada lembaga pelatihan.

Baca Juga:  "Istri Suku Ompek, Saya Suku Limo"

Pihak manajemen pelaksana kartu prakerja belum mau angkat bicara terkait perpres baru tersebut hingga tadi malam. Namun, dalam konferensi pers virtual 22 Juni lalu, Ketua Tim Pelaksana Komite Cipta Kerja Rudy Salahuddin menuturkan, keputusan mengubah perpres merupakan tindak lanjut hasil evaluasi dan masukan berbagai pihak.

- Advertisement -

Salah satunya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia menegaskan, pemilihan mitra platform digital dan lembaga pelatihan tidak termasuk dalam pengadaan barang dan jasa.

"Perubahan tersebut sesuai rekomendasi KPK agar tidak timbul polemik di masyarakat. Khususnya, terkait konflik kepentingan," terang Rudy. Revisi payung hukum terkait tata kelola kartu prakerja, lanjut dia, juga diketuai langsung oleh Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).

Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno mengatakan selama ini salah satu yang disorot masyarakat adalah penunjukan mitra program kartu prakerja. Dengan adanya Perpres yang baru itu, diharapkan sudah tidak ada masalah dengan penunjukkan mitra.

Untuk itu dia berharap mulai saat ini mitra program kartu prakerja berfokus meningkatkan kualitas konten pelatihan yang mereka jual. Dia mengatakan perlu dilakukan kurasi ulang terhadap materi-materi yang disediakan oleh mitra. "Sekarang tidak butuh ilmu tinggi-tinggi untuk mengetahui kualitas pelatihan program prakerja," katanya.

Baca Juga:  DPR Kritik Keras Menag Fachrul Razi Kerap Bikin Gaduh

Menurut Adi pelatihan-pelatihan yang disiapkan di program prakerja harus lebih spesifik. Materi pelatihan yang benar-benar dibutuhkan oleh para pencari kerja. Bukan pelatihan yang bisa dipelajari secara otodidak. Dia mencontohkan pelatihan seperti membuat kue, menjadi konten creator atau Youtuber, sebaiknya tidak dimasukkan dalam pelatihan Prakerja.

Adi berharap para mitra dan penyelenggara prakerja melakukan riset kebutuhan dunia kerja yang riil.

Misalnya saat ini dibutuhkan digital marketing, ahli koding, atau sejenisnya. Setelah itu materi pelatihannya difokuskan pada bidang-bidang yang dibutuhkan dunia industri.

"Bukan seperti sekarang. Setelah ikut pelatihan masih nenteng map cari kerja dan susah dapat kerja," jelasnya.

Menurut Adi publik sebaiknya menyudahi polemik perlu atau tidaknya program kartu Prakerja. Sebab program ini sudah terlanjur lahir.

Sebaliknya yang perlu dikawal adalah kualitas konten pelatihannya. Hasil dari pelatihan ini harus jelas. Bahwa para pencari kerja itu dapat terserap di dunia kerja dengan optimal. Dia juga mengatakan perlu dilakukan evaluasi seberapa banyak peserta kartu Prakerja yang sudah bisa dapat bekerja kembali atau memulai wirausaha.

"Kita ingin lulusan prakerja ini punya kepercayaan diri tinggi menghadapi persaingan kerja," katanya.(byu/han/wan/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Regulasi yang mengatur kartu prakerja baru saja diperbarui. Kini, pihak penyelenggara diberi mandat penuh dalam bekerja sama dengan platform digital yang menyediakan pelatihan bagi para peserta kartu prakerja. Sehingga, tidak lagi bergantung pada proses pengadaan barang dan jasa.

Pelonggaran kerja sama itu diatur dalam pasal 31A Perpres Nomor 76 Tahun 2020 tentang Perubahan Perpres 36/2020 yang mengatur program kartu prakerja. Pasal ituaan manfaat kartu prakerja, beserta pemilihan platform digital maupun lembaga pelatihannya tidak masuk lingkup pengaturan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Lembaga pelatihan yang hendak diajak kerja sama juga diberi tambahan persyaratan. Tidak sekadar memiliki pelatihan yang berbasis kompetensi kerja sesuai kebutuhan pasar kerja. Namun, kompetensi tersebut harus memperhatikan standar kompetensi kerja nasional, internasional, dan khusus.  

Selain itu, perpres 76 juga penegasan mengenai kebijakan yang sudah diambil oleh pihak project management officer (PMO). Bahwa kebijakan-kebijakan sebelumnya tetap dianggap sah sepanjang didasarkan pada iktikad baik. Meskipun, belum ada penjelasan lebih lanjut mengenai iktikad baik tersebut.

Ada sedikitnya enam kebijakan yang diatur dalam pasal tersebut. Yakni, kerja sama dengan platform digital beserta lembaga pelatihannya, penetapan penerima kartu prakerja, program pelatihan, dan besaran biaya program pelatihan. Juga kebijakan insentif yang sudah dibayarkan kepada peserta, dan biaya yang dikenakan platform digital kepada lembaga pelatihan.

Baca Juga:  KPK Cemas Indonesia Dianggap Tak Patuh UNCAC

Pihak manajemen pelaksana kartu prakerja belum mau angkat bicara terkait perpres baru tersebut hingga tadi malam. Namun, dalam konferensi pers virtual 22 Juni lalu, Ketua Tim Pelaksana Komite Cipta Kerja Rudy Salahuddin menuturkan, keputusan mengubah perpres merupakan tindak lanjut hasil evaluasi dan masukan berbagai pihak.

Salah satunya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia menegaskan, pemilihan mitra platform digital dan lembaga pelatihan tidak termasuk dalam pengadaan barang dan jasa.

"Perubahan tersebut sesuai rekomendasi KPK agar tidak timbul polemik di masyarakat. Khususnya, terkait konflik kepentingan," terang Rudy. Revisi payung hukum terkait tata kelola kartu prakerja, lanjut dia, juga diketuai langsung oleh Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).

Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno mengatakan selama ini salah satu yang disorot masyarakat adalah penunjukan mitra program kartu prakerja. Dengan adanya Perpres yang baru itu, diharapkan sudah tidak ada masalah dengan penunjukkan mitra.

Untuk itu dia berharap mulai saat ini mitra program kartu prakerja berfokus meningkatkan kualitas konten pelatihan yang mereka jual. Dia mengatakan perlu dilakukan kurasi ulang terhadap materi-materi yang disediakan oleh mitra. "Sekarang tidak butuh ilmu tinggi-tinggi untuk mengetahui kualitas pelatihan program prakerja," katanya.

Baca Juga:  Panas, Ibu Dimaki Oknum Keluarga TNI, Arteria Minta KSAD Dudung Bertindak

Menurut Adi pelatihan-pelatihan yang disiapkan di program prakerja harus lebih spesifik. Materi pelatihan yang benar-benar dibutuhkan oleh para pencari kerja. Bukan pelatihan yang bisa dipelajari secara otodidak. Dia mencontohkan pelatihan seperti membuat kue, menjadi konten creator atau Youtuber, sebaiknya tidak dimasukkan dalam pelatihan Prakerja.

Adi berharap para mitra dan penyelenggara prakerja melakukan riset kebutuhan dunia kerja yang riil.

Misalnya saat ini dibutuhkan digital marketing, ahli koding, atau sejenisnya. Setelah itu materi pelatihannya difokuskan pada bidang-bidang yang dibutuhkan dunia industri.

"Bukan seperti sekarang. Setelah ikut pelatihan masih nenteng map cari kerja dan susah dapat kerja," jelasnya.

Menurut Adi publik sebaiknya menyudahi polemik perlu atau tidaknya program kartu Prakerja. Sebab program ini sudah terlanjur lahir.

Sebaliknya yang perlu dikawal adalah kualitas konten pelatihannya. Hasil dari pelatihan ini harus jelas. Bahwa para pencari kerja itu dapat terserap di dunia kerja dengan optimal. Dia juga mengatakan perlu dilakukan evaluasi seberapa banyak peserta kartu Prakerja yang sudah bisa dapat bekerja kembali atau memulai wirausaha.

"Kita ingin lulusan prakerja ini punya kepercayaan diri tinggi menghadapi persaingan kerja," katanya.(byu/han/wan/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari