Minggu, 10 November 2024

Konsumsi Anjlok, Diramal Bisa Nol Persen

- Advertisement -

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Konsumsi rumah tangga diramal terus tertekan di tahun ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahkan memproyeksi konsumsi rumah tangga anjlok hingga nyaris 0 persen apabila pandemi Covid-19 tak kunjung mereda.

Menteri yang akrab disapa Ani ini menjelaskan, dalam skenario optimis yakni pertumbuhan ekonomi masih akan tumbuh 2,3 persen, tentu konsumsi masih tertolong. Namun, apabila pertumbuhan ekonomi lebih parah dari perkiraan itu alias dalam skenario berat, maka konsumsi bisa nyaris 0 persen.

- Advertisement -

‘’Kalau (pertumbuhan ekonomi) di 2,3 persen itu artinya konsumsi masih tumbuh positif.

Kalau sampai (pertumbuhan ekonomi) di -0,5 persen barangkali konsumsi sebagian mengalami pertumbuhan nyaris 0 persen secara over all,’’ ujarnya melalui video conference, Sabtu (9/5).

Seperti diketahui, selama kuartal I 2020, pertumbuhan ekonomi hanya 2,97 persen. Sementara, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 2,84 persen. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,02 persen. Tren yang terjadi sebelumnya pun konsumsi rumah tangga bisa tumbuh di kisaran level 5 persen. Kondisi itu bisa menjadi lebih parah apabila kebijakan PSBB terus diperluas.

- Advertisement -
Baca Juga:  BPN Optimis Program TORA Capai Target

‘’Untuk kuartal II kita prediksi memang akan lebih buruk, karena seperti kita lihat kuartal II mulai April dan Mei ini PSBB sudah dilakukan secara masif ke berbagai daerah. Sehingga belanja di berbagai household mungkin akan mengalami penurunan yang cukup signifikan,’’ tuturnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebut, salah satu pemicu penurunan pertumbuhan adalah belanja jasa transporasi yang merosot. Selain itu, produk pakaian dan alas kaki mengalami penurunan besar. Sementara, apabila dilihat dari jenis barang, consumer goods dan produk-produk makanan masih tumbuh. Tak hanya itu, belanja bidang kesehatan juga masih baik.

Namun, Ani menyebut bahwa masih ada sisa tujuh bulan lagi sampai akhir tahun untuk dapat melakukan pemulihan ekonomi nasional. Dia berharap ekonomi di kuartal III dan IV bisa mulai bergairah. ‘’Jadi kalau kuartal II memang kondisi PSBB meluas mungkin akan merosot. Kita berharap di kuartal III dan IV bisa agak sedikit pulih,’’ tambahnya.

Baca Juga:  Ampunan Allah

Pemerintah, lanjut dia, terus mendorong konsumsi masyarakat melalui akselerasi bansos kepada masyarakat. Meski, dia mengakui bahwa porsi bansos yang digelontorkan belum dapat mensubstitusi konsumsi yang andilnya dalam perekonomian mencapai 57 persen atau setara Rp9.000 triliun secara nasional.

Selain itu, lanjut Ani, konsumsi masyarakat di Jakarta dan Jawa berkontribusi hingga 50-55 persen terhadap total konsumsi di Indonesia atau setara Rp 5.000 triliun. ‘’Maka kalaupun kemudian dilakukan bantuan sosial sebesar Rp110 triliun tidak bisa substitute penurunan konsumsi dari Rp5.000 triliun tersebut,’’ tutur Ani.

Terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menggarisbawahi salah satu persoalan yang terjadi yang berkorelasi pada daya beli dan konsumsi yang menurun yakni akselerasi bansos yang terbilang terlambat. Dia mengimbau agar pemerintah bisa memperluas jumlah penerima manfaat bansos.

‘’Bantuan sosialnya harus diperluas dan nilainya harus ditambah. Karena Rp110 triliun tidak cukup dan sudah tidak relevan di tengah situasi seperti ini,’’ tuturnya.(dee/jpg)

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Konsumsi rumah tangga diramal terus tertekan di tahun ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahkan memproyeksi konsumsi rumah tangga anjlok hingga nyaris 0 persen apabila pandemi Covid-19 tak kunjung mereda.

Menteri yang akrab disapa Ani ini menjelaskan, dalam skenario optimis yakni pertumbuhan ekonomi masih akan tumbuh 2,3 persen, tentu konsumsi masih tertolong. Namun, apabila pertumbuhan ekonomi lebih parah dari perkiraan itu alias dalam skenario berat, maka konsumsi bisa nyaris 0 persen.

- Advertisement -

‘’Kalau (pertumbuhan ekonomi) di 2,3 persen itu artinya konsumsi masih tumbuh positif.

Kalau sampai (pertumbuhan ekonomi) di -0,5 persen barangkali konsumsi sebagian mengalami pertumbuhan nyaris 0 persen secara over all,’’ ujarnya melalui video conference, Sabtu (9/5).

- Advertisement -

Seperti diketahui, selama kuartal I 2020, pertumbuhan ekonomi hanya 2,97 persen. Sementara, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 2,84 persen. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,02 persen. Tren yang terjadi sebelumnya pun konsumsi rumah tangga bisa tumbuh di kisaran level 5 persen. Kondisi itu bisa menjadi lebih parah apabila kebijakan PSBB terus diperluas.

Baca Juga:  Bersanding dengan Tokoh Masyarakat dan Adat

‘’Untuk kuartal II kita prediksi memang akan lebih buruk, karena seperti kita lihat kuartal II mulai April dan Mei ini PSBB sudah dilakukan secara masif ke berbagai daerah. Sehingga belanja di berbagai household mungkin akan mengalami penurunan yang cukup signifikan,’’ tuturnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebut, salah satu pemicu penurunan pertumbuhan adalah belanja jasa transporasi yang merosot. Selain itu, produk pakaian dan alas kaki mengalami penurunan besar. Sementara, apabila dilihat dari jenis barang, consumer goods dan produk-produk makanan masih tumbuh. Tak hanya itu, belanja bidang kesehatan juga masih baik.

Namun, Ani menyebut bahwa masih ada sisa tujuh bulan lagi sampai akhir tahun untuk dapat melakukan pemulihan ekonomi nasional. Dia berharap ekonomi di kuartal III dan IV bisa mulai bergairah. ‘’Jadi kalau kuartal II memang kondisi PSBB meluas mungkin akan merosot. Kita berharap di kuartal III dan IV bisa agak sedikit pulih,’’ tambahnya.

Baca Juga:  Menyedihkan, 86 Persen Koruptor yang Ditangkap KPK Berpendidikan Tinggi

Pemerintah, lanjut dia, terus mendorong konsumsi masyarakat melalui akselerasi bansos kepada masyarakat. Meski, dia mengakui bahwa porsi bansos yang digelontorkan belum dapat mensubstitusi konsumsi yang andilnya dalam perekonomian mencapai 57 persen atau setara Rp9.000 triliun secara nasional.

Selain itu, lanjut Ani, konsumsi masyarakat di Jakarta dan Jawa berkontribusi hingga 50-55 persen terhadap total konsumsi di Indonesia atau setara Rp 5.000 triliun. ‘’Maka kalaupun kemudian dilakukan bantuan sosial sebesar Rp110 triliun tidak bisa substitute penurunan konsumsi dari Rp5.000 triliun tersebut,’’ tutur Ani.

Terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menggarisbawahi salah satu persoalan yang terjadi yang berkorelasi pada daya beli dan konsumsi yang menurun yakni akselerasi bansos yang terbilang terlambat. Dia mengimbau agar pemerintah bisa memperluas jumlah penerima manfaat bansos.

‘’Bantuan sosialnya harus diperluas dan nilainya harus ditambah. Karena Rp110 triliun tidak cukup dan sudah tidak relevan di tengah situasi seperti ini,’’ tuturnya.(dee/jpg)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari