- Advertisement -
JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Kepolisian dinilai kurang transparan dalam menangani kasus penyerangan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Itu seiring proses rekonstruksi yang terkesan dilakukan tertutup pada Jumat (7/2) lalu dan tanpa melibatkan Novel sebagai korban penyiraman air keras tersebut.
Tim advokasi Novel, Haris Azhar menegaskan pihaknya sudah meminta pihak kepolisian untuk menunda reka ulang tersebut seiring kondisi Novel yang memburuk beberapa hari terakhir. Reka ulang yang dipaksakan tanpa melibatkan korban, kata dia, sejatinya cacat hukum. ”Novel Baswedan sedang sakit dan tidak bisa ikut, kenapa dipaksakan (rekonstruksi, red),” kata dia, kemarin (8/2).
- Advertisement -
Rekonstruksi yang terkesan dipaksakan itu menunjukkan kesan bahwa aparat penegak hukum yang menangani kasus tersebut berupaya menyembunyikan sesuatu. Terlebih, dalam reka ulang yang dimulai sekitar pukul 03.00 dini hari tersebut ada pembatasan peliputan media. ”Umumnya rekonstruksi terbuka, wartawan boleh meliput,” ungkap tim advokasi Novel lain, Alghiffari Aqsa.
Alghif, sapaan Alghiffari Aqsa, meminta pihak kepolisian melaksanakan proses penyidikan perkara tersebut secara terbuka. Tanpa ada yang ditutup-tutupi. ”Kami berharap proses hukum kasus penyiraman Novel ini terang benderang ke publik,” ujar Direktur Kantor Hukum Amar Law Firm and Public Interest Law Office tersebut. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menambahkan lembaganya mendorong pengungkapan perkara Novel diungkap secara tuntas. Tidak hanya berhenti pada pelaku di lapangan, tapi juga aktor intelektual yang diduga berada dibalik penyerangan yang terjadi pada 11 April 2017 itu. ”Penyerangan ini telah menjadi perhatian dunia internasional,” tuturnya.
Penyerangan air keras terhadap Novel mendapat perhatian dunia seiring penanganan perkara yang terkesan setengah-setengah. Novel sempat memaparkan kondisi tersebut di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Desember lalu. Novel juga menerima penghargaan antikorupsi internasional 2020 dari Perdana International Anti-Corruption Champion Foundation (PIACCF).(tyo/jpg)
- Advertisement -
JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Kepolisian dinilai kurang transparan dalam menangani kasus penyerangan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Itu seiring proses rekonstruksi yang terkesan dilakukan tertutup pada Jumat (7/2) lalu dan tanpa melibatkan Novel sebagai korban penyiraman air keras tersebut.
Tim advokasi Novel, Haris Azhar menegaskan pihaknya sudah meminta pihak kepolisian untuk menunda reka ulang tersebut seiring kondisi Novel yang memburuk beberapa hari terakhir. Reka ulang yang dipaksakan tanpa melibatkan korban, kata dia, sejatinya cacat hukum. ”Novel Baswedan sedang sakit dan tidak bisa ikut, kenapa dipaksakan (rekonstruksi, red),” kata dia, kemarin (8/2).
- Advertisement -
Rekonstruksi yang terkesan dipaksakan itu menunjukkan kesan bahwa aparat penegak hukum yang menangani kasus tersebut berupaya menyembunyikan sesuatu. Terlebih, dalam reka ulang yang dimulai sekitar pukul 03.00 dini hari tersebut ada pembatasan peliputan media. ”Umumnya rekonstruksi terbuka, wartawan boleh meliput,” ungkap tim advokasi Novel lain, Alghiffari Aqsa.
Alghif, sapaan Alghiffari Aqsa, meminta pihak kepolisian melaksanakan proses penyidikan perkara tersebut secara terbuka. Tanpa ada yang ditutup-tutupi. ”Kami berharap proses hukum kasus penyiraman Novel ini terang benderang ke publik,” ujar Direktur Kantor Hukum Amar Law Firm and Public Interest Law Office tersebut. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menambahkan lembaganya mendorong pengungkapan perkara Novel diungkap secara tuntas. Tidak hanya berhenti pada pelaku di lapangan, tapi juga aktor intelektual yang diduga berada dibalik penyerangan yang terjadi pada 11 April 2017 itu. ”Penyerangan ini telah menjadi perhatian dunia internasional,” tuturnya.
- Advertisement -
Penyerangan air keras terhadap Novel mendapat perhatian dunia seiring penanganan perkara yang terkesan setengah-setengah. Novel sempat memaparkan kondisi tersebut di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Desember lalu. Novel juga menerima penghargaan antikorupsi internasional 2020 dari Perdana International Anti-Corruption Champion Foundation (PIACCF).(tyo/jpg)