JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen pemerintah menghentikan praktik tambang ilegal yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah. Hal itu disampaikannya saat menyaksikan penyerahan barang rampasan negara ke PT Timah Tbk di Smelter PT Tinindo Internusa, Pangkalpinang, Senin (6/10).
Penyerahan aset rampasan dilakukan secara berjenjang, mulai dari Jaksa Agung ke Wakil Menteri Keuangan, lalu ke CEO Danantara, hingga akhirnya ke Direktur Utama PT Timah. Barang sitaan tersebut merupakan hasil kerja Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dalam pengelolaan sumber daya mineral di Bangka Belitung.
Aset yang diserahkan meliputi 108 unit alat berat, 99,04 ton produk kristal Sn, 94,47 ton crude tin, 18,26 ton aluminium, 29 ton logam timah Rfe, dan lainnya. Nilainya ditaksir Rp6–7 triliun, belum termasuk monasit (rare earth) yang berpotensi bernilai lebih besar.
“Kerugian negara akibat tambang ilegal di kawasan PT Timah mencapai Rp300 triliun. Ini kebocoran kekayaan negara yang sangat besar dan harus dihentikan,” ujar Prabowo. Ia menyebut enam perusahaan terlibat, yakni PT SIP, CV VIP, PT MCM, PT Tinindo, PT SBS, dan PT RBT.
Di sisi lain, ribuan warga mendatangi kantor PT Timah Tbk untuk menyampaikan aspirasi. Para pendemo menuntut harga timah dinaikkan, satgas dibubarkan, serta izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah yang tidak produktif dialihkan ke pemerintah provinsi agar masyarakat bisa menambang.
Koordinator lapangan aksi, Batara, menegaskan massa berkomitmen menyampaikan aspirasi secara damai. “Kalau ada yang berbuat anarkis, itu bukan bagian dari kita. Tindak tegas saja,” ucapnya di depan ribuan demonstran.