JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pedagang di pasar tradisional berharap pemerintah dapat lebih proaktif untuk mengontrol kesiapan pelaksanaan new normal, di wilayah mereka. Sebab, pasar tradisional yang selalu ramai berpotensi menjadi kluster baru penyebaran wabah virus corona.
Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ferry Juliantono menyatakan bahwa realisasi pelaksanaan protokol new normal di pasar tradisional tidak mudah. Terutama karena keterbatasan lahan pasar yang membuat protokol kesehatan seperti menjaga jarak antarpedagang tidak bisa dijalankan. ”Kami sudah usul supaya lahan parkir itu jadi penambahan lapak atau kios. Supaya jarak antara pedagang bisa terjaga,” ujar Ferry, Sabtu (6/6).
Ferry menilai pemerintah sudah kerap melakukan tinjauan ke ritel modern dan mal, namun dirinya menyayangkan perhatian serupa belum menyentuh pasar tradisional. Ferry mencontohkan di DKI Jakarta, dari 140 pasar yang ada hanya 10 sampai 20 pasar yang dilakukan penyemprotan disinfektan.
“Sisanya 120 pasar tidak ada tindakan dan alat yang memadai. Kami APSSI dan paguyuban pasar melakukan persiapan secara mandiri. Kami sedih juga satu sisi punya kewajiban buka tapi sisi lain kita tidak dilengkapi dengan alat yang memadai,” tambahnya.
APPSI berharap pemerintah memberikan perhatian lebih kepada pasar agar protokol kesehatan bisa dilaksanakan jauh lebih ketat. Sebab, dalam kondisi pandemi Ferry menganggap bahwa masyarakat tetap akan berburu kebutuhan primer yakni pangan, di pasar tradisional. ”Faktanya kesadaran (kesehatan, red) kadang kalah oleh tuntutan orang yang mau berdagang dan orang yang mau belanja,” tegasnya.
Sementara itu, Ikatan Pedagang Pasar Tradisional (Ikappi) juga mendorong pemerintah menggelar rapid test di pasar-pasar tradisional jika ingin menerapkan kebijakan new normal. Menurut Ketua Umum Ikappi Abdullah Mansuri, pasar tradisional menjadi salah satu tempat rentan terjadinya penularan virus corona. Aktivitas jual beli yang melibatkan kontak secara langsung antara pedagang dan pembeli menyebabkan kasus positif Korona cukup tinggi.
Bahkan dari data Ikappi, sebanyak 214 pedagang dinyatakan positif terjangkit corona, 19 orang di antaranya meninggal dunia. “Ini kalau diberlakukan new normal, kami mendorong agar rapid test itu dilakukan di pasar-pasar tradisional,” ujar Abdullah.
Senada dengan yang disampaikan Ferry, Abdullah menilai bahwa pelaksanaan tes secara massal di pasar tradisional masih jauh dari kata maksimal. Bahkan, belum menyentuh separuh dari total pasar yang ada.
“Rapid test di pasar itu sangat kecil sekali, mungkin dari 14 ribu pasar itu enggak lebih dari 400 pasar yang sudah dites. DKI Jakarta saja sebagai kota yang dekat dengan pemerintahan dan zona merah, itu tidak banyak dilakukan rapid test atau swab,” ujarnya.(agf/jpg)