JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Beberapa pihak menilai uji laboratorium Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) lambat. Perbandingannya adalah rasio tes Indonesia per jumlah penduduk.
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan rasio tes Indonesia per jumlah penduduk tidak bisa dibandingkan secara serta merta dengan negara-negara lain. Hal ini karena karakteristik yang berbeda. Terutama dalam hal letak geografis dan kekuatan ekonomi yang berbeda-beda. Menurut Wiku, kondisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan diperlukan adalah memperkuat sistem untuk proses pengujian sampel guna mengetahui kasus Covid-19. “Pemerintah terus berupaya mempersiapkan laboratorium dan mendata jumlah sumber daya manusia petugas laboratorium yang dimiliki,” ungkapnya.
Sampai dengan Senin 4 Mei, secara akumulatif telah dilakukan pemeriksaan sebanyak 116.861 spesimen dari 86.061 orang yang diperiksa di seluruh Indonesia. Wiku menyebutkan pengetesan sampel menjadi hal yang sangat penting agar bisa mendeteksi keberadaan virus di suatu wilayah. “Untuk mengetahui virus ada di mana kita perlu melakukan testing menggunakan alat dan proses tertentu, diambil sampelnya dari manusia yang terpapar,” kata Wiku.
Dia menjelaskan saat ini ada tiga metode pemeriksaan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Pertama pemeriksaan Real Time-PCR yang merupakan standar utama dengan sensitifitas dan spesifisitas hingga 95 persen. Lalu tes cepat molekuler yang juga memiliki sensitifitas dan spesifisitas 95 persen. Ada juga rapid test berbasis antibodi dengan sensitifitas dan spesifitas 60-80 persen. “Untuk tes RT-PCR, Pemerintah Indonesia sudah menunjuk 46 laboratorium di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kapasitas tes dengan target 10 ribu pengujian sampel per hari,” ujarnya.
Wiku menyebut pemeriksaan tes cepat molekuler sebenarnya sudah bisa dilakukan di seluruh Indonesia. Namun terkendala pada ketersediaan cartridge khusus Covid-19 yang saat ini sulit didapat karena seluruh dunia membutuhkan.
“Yang banyak dikenal oleh masyarakat adalah tes cepat berbasis antibodi yang digunakan sebagai skrining status Covid-19 pada masyarakat yang diduga terpapar virus,” tuturnya. Tes cepat berbasis antibodi ini perlu diikuti oleh pemeriksaan RT-PCR untuk mengonfirmasi apabila seseorang diketahui positif terjangkit Covid-19.(lyn/jpg)
JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Beberapa pihak menilai uji laboratorium Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) lambat. Perbandingannya adalah rasio tes Indonesia per jumlah penduduk.
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan rasio tes Indonesia per jumlah penduduk tidak bisa dibandingkan secara serta merta dengan negara-negara lain. Hal ini karena karakteristik yang berbeda. Terutama dalam hal letak geografis dan kekuatan ekonomi yang berbeda-beda. Menurut Wiku, kondisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan diperlukan adalah memperkuat sistem untuk proses pengujian sampel guna mengetahui kasus Covid-19. “Pemerintah terus berupaya mempersiapkan laboratorium dan mendata jumlah sumber daya manusia petugas laboratorium yang dimiliki,” ungkapnya.
- Advertisement -
Sampai dengan Senin 4 Mei, secara akumulatif telah dilakukan pemeriksaan sebanyak 116.861 spesimen dari 86.061 orang yang diperiksa di seluruh Indonesia. Wiku menyebutkan pengetesan sampel menjadi hal yang sangat penting agar bisa mendeteksi keberadaan virus di suatu wilayah. “Untuk mengetahui virus ada di mana kita perlu melakukan testing menggunakan alat dan proses tertentu, diambil sampelnya dari manusia yang terpapar,” kata Wiku.
Dia menjelaskan saat ini ada tiga metode pemeriksaan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Pertama pemeriksaan Real Time-PCR yang merupakan standar utama dengan sensitifitas dan spesifisitas hingga 95 persen. Lalu tes cepat molekuler yang juga memiliki sensitifitas dan spesifisitas 95 persen. Ada juga rapid test berbasis antibodi dengan sensitifitas dan spesifitas 60-80 persen. “Untuk tes RT-PCR, Pemerintah Indonesia sudah menunjuk 46 laboratorium di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kapasitas tes dengan target 10 ribu pengujian sampel per hari,” ujarnya.
- Advertisement -
Wiku menyebut pemeriksaan tes cepat molekuler sebenarnya sudah bisa dilakukan di seluruh Indonesia. Namun terkendala pada ketersediaan cartridge khusus Covid-19 yang saat ini sulit didapat karena seluruh dunia membutuhkan.
“Yang banyak dikenal oleh masyarakat adalah tes cepat berbasis antibodi yang digunakan sebagai skrining status Covid-19 pada masyarakat yang diduga terpapar virus,” tuturnya. Tes cepat berbasis antibodi ini perlu diikuti oleh pemeriksaan RT-PCR untuk mengonfirmasi apabila seseorang diketahui positif terjangkit Covid-19.(lyn/jpg)