Kamis, 19 September 2024

Kasus PLTU Riau 1, Sofyan Divonis Bebas

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — UJIAN bertubi-tubi menerpa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Belum mereda polemik UU Nomor 19/2019 tentang KPK, Senin (4/11) lembaga antirasuah tersebut dikejutkan dengan putusan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang membebaskan mantan Direktur Utama (Dirut) PT PLN Sofyan Basir dari segala dakwaan jaksa.

Vonis tersebut mematahkan preseden Pengadilan Tipikor Jakarta yang tidak pernah memvonis bebas terdakwa KPK. Kata lain, Sofyan adalah terdakwa KPK pertama yang divonis bebas murni oleh hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Selama ini semua terdakwa kasus korupsi yang disidangkan di pengadilan tersebut selalu dinyatakan sah bersalah.

Sofyan sejatinya bukan orang pertama yang divonis tidak bersalah oleh hakim pengadilan tipikor. Selain mantan Dirut BRI itu, ada dua terdakwa KPK yang pernah diputus tidak bersalah oleh hakim tipikor. Yakni Mochtar Mohammad (Wali Kota Bekasi) dan Suparman (Bupati Rokan Hulu). Hanya saja keduanya tidak disidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Ada beberapa poin yang dibacakan majelis hakim dalam sidang putusan kemarin. Di antaranya menyatakan Sofyan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan penuntut umum. Dalam dakwaannya, Sofyan dinilai memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.

- Advertisement -

Kejahatan itu memfasilitasi pertemuan antara Eni Maulani Saragih, Johannes B Kotjo, Idrus Marham dengan jajaran direksi PLN. Pertemuan itu mempercepat kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI) dengan Blackgold Natural Resources, Ltd. dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC, Ltd.). Atas kesepakatan itu Eni dan Idrus mendapatkan imbalan dari Johannes B Kotjo. Perkara yang berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Juli 2018 lalu itu disidang di Pengadilan Tipikor Jakarta secara terpisah. Hakim memutuskan ketiganya bersalah dan terbukti secara sah melakukan tipikor sebagaimana didakwakan jaksa KPK.

Baca Juga:  Lima Terdakwa Kasus Narkoba Divonis Hukuman Mati dan Seumur Hidup

Beda dengan ketiga terdakwa itu, jaksa KPK tidak mendakwa Sofyan menerima fee atau imbalan terkait kesepakatan proyek PLTU Riau 1. Jaksa menggunakan pasal 12 huruf a juncto pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor juncto pasal 56 ke-2 KUHP terkait pembantuan tindak pidana. Dalam hal ini membantu Eni, Idrus dan Kotjo melakukan korupsi.

- Advertisement -

Selain menyatakan Sofyan tidak bersalah, majelis hakim yang diketuai Hariono itu juga memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan, memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya. KPK juga diperintahkan untuk membuka blokir rekening Sofyan dan atau keluarga atau pihak terkait lainnya. Putusan tersebut disetujui hakim anggota Hastopo dan Saifuddin Zuhri serta hakim ad hoc Anwar dan Ugo. Ada beberapa alasan hakim memutus bebas Sofyan. Di antaranya karena Sofyan dinilai tidak mengetahui adanya fee 2,5 persen dari China Huadian Engineering untuk Kotjo. Fee itu yang dijanjikan Kotjo kepada Eni dan Idrus. Hakim menyebut Sofyan tidak tercantum sebagai penerima fee itu.

"Terdakwa Sofyan tak memahami dan tidak tahu fee yang akan diterima Johannes Kotjo," kata hakim ad hoc Anwar dalam amar putusan.

Baca Juga:  Rohil Targetkan KLA Tercapai Tahun Ini

Selain itu, hakim juga menganggap Sofyan tidak mengetahui pemberian yang Rp4,75 miliar dari Kotjo untuk Eni yang kala itu menjabat sebagai anggota Komisi VII DPR dan Idrus. Atas putusan tersebut Sofyan kemarin langsung meninggalkan rumah tahanan negara (rutan) di gedung penunjang KPK. Pria kelahiran Bogor yang ditahan sejak Mei lalu itu keluar dari rutan sekitar pukul 17.50. Sejumlah kerabat dan tim kuasa hukum tampak menemani Sofyan. "Alhamdulillah. Alhamdulillah. Saya ucapkan terima kasih banyak," ujar Sofyan kepada awak media.

Sofyan terus mengumbar senyum ketika meninggalkan rutan. Namun dia tidak lama memberikan pernyataan kepada awak media. Khususnya terkait kegiatan apa yang akan dilakukan setelah bebas dari KPK. Dia langsung masuk ke mobil pribadinya.

"Enggak ke mana-mana, pulang ke rumah, mau istirahat di rumah," tutur Sofyan.

Kuasa hukum Sofyan, Susilo Ari Wibowo menambahkan secara umum kliennya berterima kasih atas putusan hakim. Putusan itu menolak tuntutan jaksa yang menuntut hakim menjatuhkan pidana penjara lima tahun dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. "Tuntutan dari KPK tidak terbukti, sehingga amarnya (hakim) berbunyi membebaskan Pak Sofyan," terangnya.

Susilo mengaku siap apabila KPK mengajukan kasasi sebagaimana diperintahkan hakim. Menurutnya, tidak ada pilihan lain selain menghadapi upaya hukum tersebut.

"Cuma kan mesti diingat bahwa pengajuan kasasi itu bukan lagi berbicara soal fakta, tetapi soal penerapan hukumnya. Apakah kelengkapan pasal 56 ke-2 KUHP itu sudah sesuai atau belum," paparnya.(tyo/ted)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — UJIAN bertubi-tubi menerpa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Belum mereda polemik UU Nomor 19/2019 tentang KPK, Senin (4/11) lembaga antirasuah tersebut dikejutkan dengan putusan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang membebaskan mantan Direktur Utama (Dirut) PT PLN Sofyan Basir dari segala dakwaan jaksa.

Vonis tersebut mematahkan preseden Pengadilan Tipikor Jakarta yang tidak pernah memvonis bebas terdakwa KPK. Kata lain, Sofyan adalah terdakwa KPK pertama yang divonis bebas murni oleh hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Selama ini semua terdakwa kasus korupsi yang disidangkan di pengadilan tersebut selalu dinyatakan sah bersalah.

Sofyan sejatinya bukan orang pertama yang divonis tidak bersalah oleh hakim pengadilan tipikor. Selain mantan Dirut BRI itu, ada dua terdakwa KPK yang pernah diputus tidak bersalah oleh hakim tipikor. Yakni Mochtar Mohammad (Wali Kota Bekasi) dan Suparman (Bupati Rokan Hulu). Hanya saja keduanya tidak disidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Ada beberapa poin yang dibacakan majelis hakim dalam sidang putusan kemarin. Di antaranya menyatakan Sofyan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan penuntut umum. Dalam dakwaannya, Sofyan dinilai memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.

Kejahatan itu memfasilitasi pertemuan antara Eni Maulani Saragih, Johannes B Kotjo, Idrus Marham dengan jajaran direksi PLN. Pertemuan itu mempercepat kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI) dengan Blackgold Natural Resources, Ltd. dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC, Ltd.). Atas kesepakatan itu Eni dan Idrus mendapatkan imbalan dari Johannes B Kotjo. Perkara yang berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Juli 2018 lalu itu disidang di Pengadilan Tipikor Jakarta secara terpisah. Hakim memutuskan ketiganya bersalah dan terbukti secara sah melakukan tipikor sebagaimana didakwakan jaksa KPK.

Baca Juga:  Tiba di Soekarno-Hatta, Jenazah Eril Diserahkan pada Keluarga

Beda dengan ketiga terdakwa itu, jaksa KPK tidak mendakwa Sofyan menerima fee atau imbalan terkait kesepakatan proyek PLTU Riau 1. Jaksa menggunakan pasal 12 huruf a juncto pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor juncto pasal 56 ke-2 KUHP terkait pembantuan tindak pidana. Dalam hal ini membantu Eni, Idrus dan Kotjo melakukan korupsi.

Selain menyatakan Sofyan tidak bersalah, majelis hakim yang diketuai Hariono itu juga memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan, memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya. KPK juga diperintahkan untuk membuka blokir rekening Sofyan dan atau keluarga atau pihak terkait lainnya. Putusan tersebut disetujui hakim anggota Hastopo dan Saifuddin Zuhri serta hakim ad hoc Anwar dan Ugo. Ada beberapa alasan hakim memutus bebas Sofyan. Di antaranya karena Sofyan dinilai tidak mengetahui adanya fee 2,5 persen dari China Huadian Engineering untuk Kotjo. Fee itu yang dijanjikan Kotjo kepada Eni dan Idrus. Hakim menyebut Sofyan tidak tercantum sebagai penerima fee itu.

"Terdakwa Sofyan tak memahami dan tidak tahu fee yang akan diterima Johannes Kotjo," kata hakim ad hoc Anwar dalam amar putusan.

Baca Juga:  Gerhana Matahari Cincin, Sampai Jumpa 12 Tahun Lagi

Selain itu, hakim juga menganggap Sofyan tidak mengetahui pemberian yang Rp4,75 miliar dari Kotjo untuk Eni yang kala itu menjabat sebagai anggota Komisi VII DPR dan Idrus. Atas putusan tersebut Sofyan kemarin langsung meninggalkan rumah tahanan negara (rutan) di gedung penunjang KPK. Pria kelahiran Bogor yang ditahan sejak Mei lalu itu keluar dari rutan sekitar pukul 17.50. Sejumlah kerabat dan tim kuasa hukum tampak menemani Sofyan. "Alhamdulillah. Alhamdulillah. Saya ucapkan terima kasih banyak," ujar Sofyan kepada awak media.

Sofyan terus mengumbar senyum ketika meninggalkan rutan. Namun dia tidak lama memberikan pernyataan kepada awak media. Khususnya terkait kegiatan apa yang akan dilakukan setelah bebas dari KPK. Dia langsung masuk ke mobil pribadinya.

"Enggak ke mana-mana, pulang ke rumah, mau istirahat di rumah," tutur Sofyan.

Kuasa hukum Sofyan, Susilo Ari Wibowo menambahkan secara umum kliennya berterima kasih atas putusan hakim. Putusan itu menolak tuntutan jaksa yang menuntut hakim menjatuhkan pidana penjara lima tahun dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. "Tuntutan dari KPK tidak terbukti, sehingga amarnya (hakim) berbunyi membebaskan Pak Sofyan," terangnya.

Susilo mengaku siap apabila KPK mengajukan kasasi sebagaimana diperintahkan hakim. Menurutnya, tidak ada pilihan lain selain menghadapi upaya hukum tersebut.

"Cuma kan mesti diingat bahwa pengajuan kasasi itu bukan lagi berbicara soal fakta, tetapi soal penerapan hukumnya. Apakah kelengkapan pasal 56 ke-2 KUHP itu sudah sesuai atau belum," paparnya.(tyo/ted)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari