JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pernyataan Menko PM Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang mengajak sejumlah menteri melakukan “tobat nasuha” terkait bencana di Sumatera mendapat sorotan. Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, menilai ungkapan itu tidak bijak karena disampaikan saat masyarakat masih berduka.
Firman menyebut, sebagai tokoh agama dan pejabat negara, Cak Imin seharusnya memikirkan sensitivitas publik dalam situasi bencana. Menurutnya, masalah kerusakan hutan tidak muncul dalam waktu singkat, melainkan akibat kebijakan panjang yang terjadi selama bertahun-tahun.
“Kerusakan hutan bukan persoalan yang terjadi dalam sebulan dua bulan. Ini berlangsung sejak 15–20 tahun lalu dan dipengaruhi kebijakan menteri-menteri sebelumnya. Dalam kondisi seperti ini, fokus kita harus membantu korban bencana,” ujar Firman, Selasa (2/12).
Ia menegaskan, para menteri sebagai pembantu presiden seharusnya mengedepankan kerja bersama dalam penanganan bencana, bukan saling menyalahkan. Firman juga menilai istilah “tobat nasuha”, meski dimaksudkan sebagai candaan, tidak tepat diucapkan di depan publik pada saat suasana masih berduka.
Ia mengimbau para pejabat untuk lebih berhati-hati dalam membuat pernyataan agar tidak menimbulkan polemik baru. Firman juga menekankan pentingnya fokus membantu Presiden Prabowo Subianto dalam percepatan penanganan bencana.
Sebelumnya, Cak Imin mengaku telah mengirim surat kepada Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, serta Menteri Lingkungan Hidup untuk melakukan evaluasi total seluruh kebijakan lingkungan.
Ia menyebut ajakan “tobat nasuha” sebagai simbol ajakan memperbaiki tata kelola lingkungan. “Bahasa NU-nya, taubatan nasuha,” ujar Cak Imin. Ia juga mengatakan bencana bisa menjadi peringatan atas kelalaian manusia dalam mengelola alam.(JPG)



