PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) menyoroti sembilan persoalan serius yang akan dihadapi Riau tahun 2020 mendatang. Persoalan ini menurut pemuka masyarakat di Riau mesti diperhatikan dan ada solusi.
Demikian diungkapkan Ketua FKPMR drh Chaidir saat pertemuan akhir tahun di Pekanbaru, Senin (30/12). Menurutnya FKPMR juga membuat rekomendasi kepada pihak terkait dalam penanganan persoalan ini.
"Ada sembilan persoalan yang kami soroti dari pemuka masyarakat Riau, hendaknya ini menjadi perhatian kedepannya," ujar Chaidir.
Persoalan dimaksud, mulai dari bencana kabut asap dan lingkungan hidup. Dijelaskannya, bencana kabut asap di Riau tahun 2019 tergolong parah, sebagian masyarakat terpaksa mengungsi ke rumah-rumah evakuasi yang disediakan pemerintah dan organisasi kemasyarakatan.
Ribuan penduduk, lanjutnya juga terserang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), pendidikan lumpuh dan sejumlah penerbangan batal. Akar masalah bencana kabut asap lanjut Chaidir, perambahan yang terjadi secara masif, penggundulan hutan akibat keserakahan pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan HTI. Sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan.
"Patut diwaspadai, seperti dirilis berbagai media, prediksinya Provinsi Riau akan mengalami kemarau panjang hingga tujuh bulan lamanya pada 2020. Berdasarkan catatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) musim kemarau panjang itu diperkirakan mulai Februari 2020," jelas Chaidir.
Maka untuk itu, FKPMR meminta Pemprov Riau perlu segera mengambil langkah pengaturan dan penertiban agar karhutla tak terulang lagi. Mendorong Pemprov Riau segera mengantisipasi kemungkinan terburuk dari dampak kemarau panjang pada tahun 2020 di Riau.
"Penjarahan hutan dan lahan perlu ditindak tegas tanpa pandang bulu. Pihak yang sudah ditetapkan sebagai tersangka segera diproses hukum untuk menimbulkan efek jera. Korporasi yang tersangkut supaya dikenakan sanksi," katanya.
Sorotan kedua penertiban perkebunan kelapa sawit ilegal. Di mana terdapat perkebunan ilegal seluas 1,8 juta hektare di dalam kawasan dan luar kawasan hutan (temuan pansus DPRD Riau 2017) yang telah diverifikasi oleh KPK.
"Semua stakeholder di Riau di bawah kendali Pemerintah Provinsi Riau perlu duduk bersama secara periodik untuk membahas isu-isu perkebunan di Riau, sehingga setiap masalah atau keluhan masyarakat bisa segera dicarikan solusinya. Intinya, agar perkebunan di Riau memberikan manfaat yang besar terhadap peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat," bebernya.
Sorotan ketiga, pergantian kepemimpinan daerah, dan isu pembangunan daerah. Dalam rilis ICW, Riau berada pada peringkat ke-7 Provinsi terkorup di Indonesia.
"Reformasi birokrasi belum sepenuhnya terlaksana. Hal ini terindikasi dari selalu lambatnya pelaksanaan dan rendahnya penyerapan APBD/APBN. Maka dari itu, Pemerintah Provinsi Riau dalam melakukan komunikasi pemerintahan, di samping managing staff, juga perlu meningkatkan performa komunikasi managing people," jelas Chaidir.
Berikutnya poin keempat yang disorot, Pemilu legislatif dan Pilpres 2019 serentak. Di mana telah menimbulkan polarisasi bahkan fragmentasi di tengah masyarakat yang sedikit banyak mencederai rasa persatuan dan kesatuan masyarakat, karena masyarakat pada umumnya belum siap dengan dinamika demokrasi liberal yang berkembang.
"Semua pemuka masyarakat diminta aktif menyejukkan suasana dengan meredam ujaran kebencian, fitnah dan sebagainya dengan saling mengingatkan antara satu sama yang lain. Semua pihak diminta untuk saling melupakan persaingan yang terjadi dalam Pileg dan Pilpres," katanya.
Poin kelima adalah pelantikan anggota baru DPR-RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota 2019-2024. Berbagai tanggapan muncul di masyarakat, menyangkut komitmen keberpihakan dan kompetensi anggota DPR RI dapil Riau dan DPRD untuk memenuhi harapan masyarakat dan kedudukannya sebagai unsur pemerintahan daerah.
"Untuk itu, kami meminta agar anggota DPR RI Dapil Riau dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara amanah serta memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah Riau secara optimal," jelasnya.
FKPMR juga menyoroti alih kelola wilayah kerja migas Blok Rokan. Diharapkan alih kelola blok migas Rokan harus dimanfaatkan secara maksimal oleh daerah untuk merebut peluang peningkatan dan akselerasi pembangunan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat Riau.
Kemudian soal pilkada serentak 2020 pada sembilan kabupaten dan kota di Riau. FKPMR secara terbuka mengajak semua pihak untuk memberi kesempatan kepada putra Melayu Riau memimpin daerahnya.
"Putra Melayu Riau yang didukung, tentulah memiliki kompetensi yang bagus, berakhlak mulia dan memiliki komitmen/keberpihakan yang jelas untuk membangun daerah dan masyarakatnya," harap Chaidir.
Kemudian poin kedelapan, penyakit masyarakat dan narkoba. Dimana maraknya penyakit masyarakat seperti pencurian dan perampokan/begal, perjudian, miras, prostitusi, pelecehan seksual terhadap anak (pedofilia) dan LGBTI di tengah masyarakat semakin meresahkan dan mengkhawatirkan.
"Kami meminta pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk menindak secara tegas terhadap segala bentuk praktik maksiat dan/atau penyakit masyarakat, pencurian dan perampokan dengan kekerasan, perdagangan dan/atau peredaran narkoba," tegasnya. (egp)