JAKARTA (RIAUPOS.CO) — KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai melakukan pendalaman kasus dugaan suap perusahaan eksportir benih lobster (benur) kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Pendalaman itu dilakukan dengan menggeledah kantor KPP, kemarin (27/11). Tidak tanggung-tanggung, KPK menerjunkan tim ‘gemuk’ dalam penggeledahan tersebut.
Total ada 10 kendaraan operasional yang membawa para personel KPK dalam penggeledahan tersebut. Mereka berangkat dari gedung KPK sekitar pukul 10.00. Kemudian tiba di gedung KKP sekitar pukul 10.30. Sesampainya di kantor KKP di kawasan Gambir, Jakarta Pusat itu, tim yang melibatkan penyidik senior KPK Novel Baswedan tersebut langsung memulai penggeledahan.
Kegiatan penyidikan itu dilakukan hingga malam tadi. Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri saat dikonfirmasi mengatakan penggeledahan tersebut masih belum selesai sampai pukul 20.00. Karena itu, dia tidak bisa menjelaskan secara detail apa saja barang-barang yang disita dalam penggeledahan tersebut. "Masih belum selesai," ujarnya saat dikonfirmasi malam tadi.
KPK menegaskan bahwa pihaknya akan mendalami peran tujuh tersangka dalam perkara tersebut. Tidak terkecuali peran Edhy. Sejauh ini, KPK fokus pada penyidikan dugaan penerimaan hadiah terkait perizinan usaha tambak, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020. Izin eksportir benur PT DPP merupakan salah satu bagian dari perizinan itu.
Komisi antirasuah menggarisbawahi sejauh ini pihaknya menerapkan pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP kepada enam tersangka penerima suap. Sementara kepada tersangka pemberi suap, KPK menggunakan pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dengan menerapkan pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP itu menunjukkan bahwa KPK membuka celah untuk mengusut pihak-pihak lain yang dinilai turut serta. Baik itu sebagai penerima maupun sebagai pemberi hadiah. Sebab, pasal itu menerangkan bahwa orang yang turut serta melakukan perbuatan pidana, dipidana sebagai pelaku pidana.
Atas terbongkarnya dugaan suap ekspor benur itu, KPK mengingatkan kepada pejabat publik saat ini untuk selalu mengingat janji dan sumpah jabatan. Dalam sumpah itu mengisyaratkan pejabat untuk melaksanakan tugas secara amanah dan tidak memanfaatkan jabatan serta kewenangannya untuk mengambil keuntungan pribadi atau kelompok.
Sementara itu, keterlibatan bos PT Dua Putera Perkasa (DPP) Suharjito dalam kasus dugaan suap izin eskportir benur membuat Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) angkat bicara. Politikus Partai Golkar itu membenarkan bahwa Suharjito yang menjadi tersangka pemberi suap Menteri Kelautan dan Perikanan (nonaktif) Edhy Prabowo itu merupakan calon besannya.
"Benar, beliau (Suharjito) calon besan saya," terang Bamsoet kepada Jawa Pos (JPG), Jumat (27/11). Suharjito diketahui ditangkap KPK dalam rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (24/11) dan Rabu (25/11). Perusahaan Suharjito ditengarai pernah mentransfer sejumlah uang kepada orang-orang Edhy. Uang itu berkaitan dengan izin eksportir benur.
Nama Suharjito mencuri perhatian karena berdasar informasi yang dihimpun JPG, putera Suharjito rupanya telah meminang salah satu puteri Bamsoet. Anak Suharjito, Raharditya Bagus Perkasa, melamar anak Bamsoet, Laras Shintya Putri, pada September lalu. Kabar pertunangan itu sempat diposting di akun Instagram resmi Bamsoet, @bambang.soesatyo, pada 7 September.
Dalam postingan itu, Bamsoet menulis caption singkat ; "Detik-detik Laras 'ditembak' Adit. Adit adalah nama panggilan Raharditya. Dalam postingan itu juga Bamsoet mengunggah foto bersama dengan Suharjito. Dalam foto tersebut, baik Bamsoet maupun Suharjito didampingi istri masing-masing.
Penelusuran JPG, anak Suharjito, juga bagian dari PT DPP. Dalam laman resmi PT DPP, Adit tertulis menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) PT DPP. Perusahaan tersebut bergerak di bidang impor, ekspor, dan distribusi makanan mentah serta olahan. PT DPP berdiri sejak 1998. Baru-baru ini, PT DPP tercatat sebagai eskportir benur yang membuka cabang di Kaur, Bengkulu.
Bamsoet menjelaskan, sebagai calon besan, dia tidak tahu menahu tentang apa yang dilakukan Harjito, sapaan Suharjito. Dia menyebut, pihaknya pasti akan melarang Harjito melakukan perbuatan tidak terpuji jika mengetahuinya. Meski begitu, Bamsoet menyampaikan keprihatinan atas kasus yang menyeret calon besannya tersebut.
Mantan Ketua DPR itu menambahkan, tugasnya sekarang adalah menjaga perasaan, semangat dan masa depan pernikahan Laras dengan Adit. Dia menegaskan, meski Harjito menjadi tersangka di KPK, pernikahan puterinya tetap akan dilaksanakan sesuai rencana. "Pernikahan mereka (Laras dan Adit) akan diselenggarakan pada Juli 2021 tahun depan," ujar mantan wartawan itu.
Wali Kota Cimahi Ditangkap KPK
Kota Cimahi mencatat sejarah. Sejak daerah itu disahkan sebagai kota otonom pada 2001 lalu, kepala daerah yang memimpin wilayah dengan tiga kecamatan dan 15 kelurahan itu selalu berurusan dengan KPK. Kali ini, Wali Kota Cimahi periode 2017-2002 Ajay M Priatna diamankan KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT), Jumat (27/11).
Sebelum Ajay, dua wali kota sebelumnya juga berurusan dengan KPK. Yakni, Itoc Tochija dan Atty Suharti. Keduanya merupakan pasangan suami istri (pasutri). Itoc menjabat walikota Cimahi pertama, tepatnya periode 2002-2012. Sementara Atty menjadi suksesor suaminya di periode berikutnya, yakni 2012-2017.
Kasus korupsi yang dilakukan Itoc dan Atty terbongkar ketika KPK melakukan OTT terhadap Atty pada Desember 2016 lalu. Operasi senyap tersebut terkait dengan dugaan suap proyek pembangunan Pasar Atas Cimahi tahap II. Keduanya telah divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung pada Agustus 2017 lalu.
Nah, seperti jatuh di lubang yang sama, Wali Kota Cimahi periode berikutnya, Ajay juga menyusul ke Gedung Merah Putih KPK pukul 14.00, kemarin. Kepala daerah yang juga menjabat Ketua DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Cimahi itu ditangkap bersama 9 orang lain pukul 10.40. Mereka ditangkap di wilayah Bandung, Jawa Barat. Bersebelahan dengan Cimahi.
Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri menerangkan selain mengamankan Ajay, tim juga menangkap sejumlah pejabat Pemkot Cimahi dan beberapa orang dari unsur swasta. Ali menyebut, penangkapan itu terkait dengan dugaan korupsi izin pembangunan rumah sakit di Cimahi. Para pihak yang diamankan itu langsung menjalani pemeriksaan intensif di KPK.
Ali menyebut, pihaknya juga mengamankan barang bukti berupa uang pecahan rupiah senilai kurang lebih Rp425 juta. Tim juga membawa dokumen keuangan dari pihak rumah sakit. Hingga malam tadi, KPK belum menetapkan siapa saja pihak yang menjadi tersangka dalam OTT tersebut. Termasuk peran wali kota dalam dugaan korupsi itu. "KPK masih melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang diamankan," kata Ali saat dikonfirmasi.
Sesuai aturan yang berlaku, KPK punya waktu 1×24 jam untuk menentukan status hukum terhadap para pihak yang diperiksa. Rencananya, komisi antirasuah tersebut akan mengumumkan penetapan tersangka hari ini. OTT Wali Kota Cimahi itu menambah daftar kegiatan penindakan KPK dalam waktu seminggu terakhir. Sebagaimana diketahui, pada Selasa (24/11) dan Rabu (25/11) KPK juga melakukan kegiatan OTT terhadap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Edhy diduga menerima hadiah terkait dengan izin ekspor benur.(tyo/lum/jpg)
Laporan: JPG (Jakarta)