Senin, 20 Mei 2024

Saksi Ahli: Pelaku Investasi Bodong Harus Dihukum Berat

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Sudah banyak masyarakat yang menjadi korban penipuan berkedok investasi. Namun dalam kasus Fikasa Group, kerugian yang dialami korban cukup besar. Dengan jumlah korban hanya sepuluh orang, kerugian kumulatif para individu yang tertipu mencapai Rp84,9 miliar. Maka pelaku harus dihukum berat.

Demikian disampaikan Pakar Hukum Pidana Perbankan Dr Jonker Sihombing. Menurutnya, para terdakwa yang merupakan pimpinan dan marketing Fikasa Group, Agung Salim, Bakti Salim, Cristian Salim, Elly Salim dan Maryani juga telah melakukan penghimpunan dana dari masyarakat.

Yamaha

"Para pelaku harus dijerat dengan Undang-Undang Perbankan dengan ancaman penjara 15 tahun dan denda minimal Rp5 miliar dan maksimal Rp200 miliar. Fikasa Group ini jelas menghimpun dana dari masyarakat," kata Dr Jonker, Rabu (26/1).

Saat dihadirkan dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru,  Dr Jonker menyebutkan, produk Fikasa Group tidak memenuhi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Dalam perkara tersebut perusahaan menghimpun dana masyarakat tidak memenuhi Pasal 16 UU No.10/1998 tentang Perbankan. Sesuai aturan, lanjut dia, setiap penghimpunan dana masyarakat, wajib mendapatkan izin Bank Indonesia. Kecuali yang memiliki Undang-Undang tersendiri seperti UU Dana Pensiun, UU Asuransi, UU Pos dan Giro.

Baca Juga:  Penjualan Emas Tak Seramai Tahun Lalu

"Dari barang bukti yang ditunjukkan kepada saya dalam persidangan, mulai dari surat perjanjian dan warkatnya, ada dua barang bukti. Redaksional surat perjanjian dan warkat ini seperti ijazah atau sertifikat deposito perbankan, sehingga tidak memenuhi Pasal 174 KUHD," bebernya.

- Advertisement -

Apa yang dilakukan Fikasa Group kata Dr Jonker,  menghimpun dana dari masyarakat, adalah upaya mengakali para nasabah dengan produk promissory notes dan medium term notes. Para terdakwa menurutnya mencoba berlindung di KUHD, tapi pada kenyataannya para terdakwa melakukan penghimpunan dana dari warga seperti diatur dengan Undang-Undang. Hingga mereka harus dikenakan lex specialis di luar KHUP Pidana, yakni Undang Undang Perbankan dan harus dijerat dengan hukuman maksimal. Karena korban di Fikasa Group bukan di Pekanbaru saja, tapi daerah lain.

Baca Juga:  Chandra Wisnu Menang, Lurah Rintis Malah Tunjuk Plt

"Saya juga pernah dimintai keterangan sebagai saksi ahli dengan korban yang lain dengan locus delicti (tempat berbeda, red) dengan pelaku yang sama. Jadi mereka harus dihukum berat. Jangan dikenakan Pasal 372 dan 378 KHUP tentang penipuan dan penggelapan, ini terlalu ringan. Jika dikenakan Pasal 372 dan 378, nanti mereka dan keturunannya yang mungkin terkontaminasi akan melakukan hal yang sama," terang Dr Jonker.

- Advertisement -

Dirinya melanjutkan, nanti bila para terdakwa dihukum ringan, mereka bisa berpikir dengan melakukan penghimpunan dana lagi karena mencari uang gampang. Saksi ahli yang juga akademisi  Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung ini lantas berkesimpulan, para terdakwa harus diberi hukuman terberat. Dirinya menilai Agung Salim Cs menyasar orang awam dan juga masyarakat yang literasi keuangannya masih rendah. Di mana mereka bisa menghimpun dana triliunan rupiah.(end)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Sudah banyak masyarakat yang menjadi korban penipuan berkedok investasi. Namun dalam kasus Fikasa Group, kerugian yang dialami korban cukup besar. Dengan jumlah korban hanya sepuluh orang, kerugian kumulatif para individu yang tertipu mencapai Rp84,9 miliar. Maka pelaku harus dihukum berat.

Demikian disampaikan Pakar Hukum Pidana Perbankan Dr Jonker Sihombing. Menurutnya, para terdakwa yang merupakan pimpinan dan marketing Fikasa Group, Agung Salim, Bakti Salim, Cristian Salim, Elly Salim dan Maryani juga telah melakukan penghimpunan dana dari masyarakat.

"Para pelaku harus dijerat dengan Undang-Undang Perbankan dengan ancaman penjara 15 tahun dan denda minimal Rp5 miliar dan maksimal Rp200 miliar. Fikasa Group ini jelas menghimpun dana dari masyarakat," kata Dr Jonker, Rabu (26/1).

Saat dihadirkan dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru,  Dr Jonker menyebutkan, produk Fikasa Group tidak memenuhi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Dalam perkara tersebut perusahaan menghimpun dana masyarakat tidak memenuhi Pasal 16 UU No.10/1998 tentang Perbankan. Sesuai aturan, lanjut dia, setiap penghimpunan dana masyarakat, wajib mendapatkan izin Bank Indonesia. Kecuali yang memiliki Undang-Undang tersendiri seperti UU Dana Pensiun, UU Asuransi, UU Pos dan Giro.

Baca Juga:  OJK Terima Berkas Calon Komut dan Direksi BRK

"Dari barang bukti yang ditunjukkan kepada saya dalam persidangan, mulai dari surat perjanjian dan warkatnya, ada dua barang bukti. Redaksional surat perjanjian dan warkat ini seperti ijazah atau sertifikat deposito perbankan, sehingga tidak memenuhi Pasal 174 KUHD," bebernya.

Apa yang dilakukan Fikasa Group kata Dr Jonker,  menghimpun dana dari masyarakat, adalah upaya mengakali para nasabah dengan produk promissory notes dan medium term notes. Para terdakwa menurutnya mencoba berlindung di KUHD, tapi pada kenyataannya para terdakwa melakukan penghimpunan dana dari warga seperti diatur dengan Undang-Undang. Hingga mereka harus dikenakan lex specialis di luar KHUP Pidana, yakni Undang Undang Perbankan dan harus dijerat dengan hukuman maksimal. Karena korban di Fikasa Group bukan di Pekanbaru saja, tapi daerah lain.

Baca Juga:  Capaian Tracing Masih Rendah

"Saya juga pernah dimintai keterangan sebagai saksi ahli dengan korban yang lain dengan locus delicti (tempat berbeda, red) dengan pelaku yang sama. Jadi mereka harus dihukum berat. Jangan dikenakan Pasal 372 dan 378 KHUP tentang penipuan dan penggelapan, ini terlalu ringan. Jika dikenakan Pasal 372 dan 378, nanti mereka dan keturunannya yang mungkin terkontaminasi akan melakukan hal yang sama," terang Dr Jonker.

Dirinya melanjutkan, nanti bila para terdakwa dihukum ringan, mereka bisa berpikir dengan melakukan penghimpunan dana lagi karena mencari uang gampang. Saksi ahli yang juga akademisi  Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung ini lantas berkesimpulan, para terdakwa harus diberi hukuman terberat. Dirinya menilai Agung Salim Cs menyasar orang awam dan juga masyarakat yang literasi keuangannya masih rendah. Di mana mereka bisa menghimpun dana triliunan rupiah.(end)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari