Jumat, 30 Mei 2025

Ini yang Terjadi bila Resesi

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Bayang-bayang resesi membuat publik bertanya dampaknya pada kehidupan sehari-hari. Menurut ekonom Indef Bhima Yudhistira, resesi berdampak pada seretnya pendapatan masyarakat di seluruh sektor dan merata di semua daerah.

”Berlanjut pada peningkatan pengangguran,” ujarnya.

Resesi lebih berbahaya daripada krisis karena dampaknya bisa dirasakan masyarakat bertahun-tahun. Meski begitu, Bhima yakin potensi kerusuhan sosial sangat kecil. Ancaman rush money di perbankan juga kecil. Tabungan masyarakat justru bertambah akibat minimnya konsumsi. Dana masyarakat di perbankan per Mei 2020 justru meningkat 7,98 persen.

”Itu menunjukkan bahwa masyarakat masih percaya dengan sistem perbankan nasional,” jelasnya.

Tekanan berat terasa pada sisi indikator ekonomi makro. Sisi ekspor-impor diyakini tetap rendah karena kondisi ekonomi di negara tujuan ekspor terhambat lockdown. ”Berpengaruh pada minimnya permintaan,” tutur Bhima.

Baca Juga:  Nasabah Non-Muslim Batam Beri Apresiasi

Akibat ekonomi melemah, daya beli pun turun. Karena permintaan pasar ekspor maupun domestik minim, harga komoditas pun stagnan. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi diyakini negatif hingga akhir tahun atau berlanjut hingga 2021. ”Meski pandemi berakhir, daya beli belum bisa cepat pulih.”

Untuk memotong lingkaran, Rektor Universitas Paramadina Firmanzah meminta pemerintah segera merealisasikan insentif dan stimulus. Belanja pemerintah harus dipercepat, terutama yang mendorong konsumsi dan menambah jumlah uang yang beredar. ”Kalau belanja naik, permintaan naik, produksi meningkat. Ekonomi akhirnya bergerak,” paparnya.

Mantan dekan FEUI itu memprediksi tekanan ekonomi 2021 tidak sebesar tahun ini. Terutama bila vaksin ditemukan dan didistribusikan.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

Baca Juga:  Ekonomi Membaik, Kredit Perbankan Capai Rp5.652 T

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Bayang-bayang resesi membuat publik bertanya dampaknya pada kehidupan sehari-hari. Menurut ekonom Indef Bhima Yudhistira, resesi berdampak pada seretnya pendapatan masyarakat di seluruh sektor dan merata di semua daerah.

”Berlanjut pada peningkatan pengangguran,” ujarnya.

Resesi lebih berbahaya daripada krisis karena dampaknya bisa dirasakan masyarakat bertahun-tahun. Meski begitu, Bhima yakin potensi kerusuhan sosial sangat kecil. Ancaman rush money di perbankan juga kecil. Tabungan masyarakat justru bertambah akibat minimnya konsumsi. Dana masyarakat di perbankan per Mei 2020 justru meningkat 7,98 persen.

”Itu menunjukkan bahwa masyarakat masih percaya dengan sistem perbankan nasional,” jelasnya.

Tekanan berat terasa pada sisi indikator ekonomi makro. Sisi ekspor-impor diyakini tetap rendah karena kondisi ekonomi di negara tujuan ekspor terhambat lockdown. ”Berpengaruh pada minimnya permintaan,” tutur Bhima.

Baca Juga:  Ekonomi Membaik, Kredit Perbankan Capai Rp5.652 T

Akibat ekonomi melemah, daya beli pun turun. Karena permintaan pasar ekspor maupun domestik minim, harga komoditas pun stagnan. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi diyakini negatif hingga akhir tahun atau berlanjut hingga 2021. ”Meski pandemi berakhir, daya beli belum bisa cepat pulih.”

Untuk memotong lingkaran, Rektor Universitas Paramadina Firmanzah meminta pemerintah segera merealisasikan insentif dan stimulus. Belanja pemerintah harus dipercepat, terutama yang mendorong konsumsi dan menambah jumlah uang yang beredar. ”Kalau belanja naik, permintaan naik, produksi meningkat. Ekonomi akhirnya bergerak,” paparnya.

Mantan dekan FEUI itu memprediksi tekanan ekonomi 2021 tidak sebesar tahun ini. Terutama bila vaksin ditemukan dan didistribusikan.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

Baca Juga:  Pemerintah Suntik BUMN Rp75,94 T
Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Bayang-bayang resesi membuat publik bertanya dampaknya pada kehidupan sehari-hari. Menurut ekonom Indef Bhima Yudhistira, resesi berdampak pada seretnya pendapatan masyarakat di seluruh sektor dan merata di semua daerah.

”Berlanjut pada peningkatan pengangguran,” ujarnya.

Resesi lebih berbahaya daripada krisis karena dampaknya bisa dirasakan masyarakat bertahun-tahun. Meski begitu, Bhima yakin potensi kerusuhan sosial sangat kecil. Ancaman rush money di perbankan juga kecil. Tabungan masyarakat justru bertambah akibat minimnya konsumsi. Dana masyarakat di perbankan per Mei 2020 justru meningkat 7,98 persen.

”Itu menunjukkan bahwa masyarakat masih percaya dengan sistem perbankan nasional,” jelasnya.

Tekanan berat terasa pada sisi indikator ekonomi makro. Sisi ekspor-impor diyakini tetap rendah karena kondisi ekonomi di negara tujuan ekspor terhambat lockdown. ”Berpengaruh pada minimnya permintaan,” tutur Bhima.

Baca Juga:  Masih Ada 7 Juta Ton TBS di Tangki PKS

Akibat ekonomi melemah, daya beli pun turun. Karena permintaan pasar ekspor maupun domestik minim, harga komoditas pun stagnan. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi diyakini negatif hingga akhir tahun atau berlanjut hingga 2021. ”Meski pandemi berakhir, daya beli belum bisa cepat pulih.”

Untuk memotong lingkaran, Rektor Universitas Paramadina Firmanzah meminta pemerintah segera merealisasikan insentif dan stimulus. Belanja pemerintah harus dipercepat, terutama yang mendorong konsumsi dan menambah jumlah uang yang beredar. ”Kalau belanja naik, permintaan naik, produksi meningkat. Ekonomi akhirnya bergerak,” paparnya.

Mantan dekan FEUI itu memprediksi tekanan ekonomi 2021 tidak sebesar tahun ini. Terutama bila vaksin ditemukan dan didistribusikan.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

Baca Juga:  The Premiere Hotel Tawarkan "Wedding Package Spectacular"
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari