MANDALIKA (RIAUPOS.CO) – Kementerian Negara BUMN membuka opsi memailitkan Garuda Indonesia (GIAA) yang merugi 2,44 miliar dolar AS (sekitar Rp70 triliun). Tindakan tersebut dilakukan bila proses restrukturisasi utang dengan kreditur menemui jalan buntu.
Menurut Wakil Menteri II BUMN Kartiko Wirjoatmodjo, negosiasi restrukturisasi utang GIAA dilakukan dengan seluruh lender, lessor pesawat, hingga pemegang sukuk global. Negosiasi moratorium utang dan restrukturisasi kredit dilakukan tiga konsultan yang ditunjuk Kementerian Negara BUMN.
"Kalau mentok ya kita tutup, tidak mungkin kita berikan penyertaan modal negara karena nilai utangnya terlalu besar," kata Kartiko dalam diskusi dengan sejumlah pemimpin redaksi.
11 kreditur dalam negeri telah mencapai kesepakatan restrukturisasi utang pada September lalu. Meski demikian, negosiasi dengan kreditur dan lessor masih alot dan memerlukan waktu yang panjang. Salah satu alasannya, pesawat yang digunakan Garuda dimiliki puluhan lessor. "Peluang 50 : 50," ungkap Tiko, sapaan akrabnya.
Tiko menilai opsi penutupan Garuda tetap terbuka meski berstatus sebagai maskapai flag carrier. Alasannya, saat ini sudah lazim sebuah negara tidak memiliki maskapai yang melayani penerbangan internasional. "Meskipun Garuda bisa diselamatkan, nyaris mustahil Garuda bisa melayani lagi penerbangan jarak jauh, misalnya ke Eropa," katanya.
Untuk melayani penerbangan internasional, maskapai asing akan digandeng sebagai partner maskapai domestik. "Misalnya, London–Denpasar dilayani maskapai asing untuk rute London–Jakarta, sedangkan Jakarta–Denpasar dilayani maskapai domestik," terangnya.
Tiko menyebut satu maskapai telah tertarik untuk menjadi partner maskapai internasional dengan kompensasi penerbangan umrah dan haji. Untuk mengantisipasi jika opsi penutupan Garuda dilakukan, Kementerian BUMN telah menyiapkan transformasi maskapai Pelita Air dari air charter sebagai maskapai full service domestik. "Pelita disiapkan menggantikan Garuda karena seluruh sahamnya dimiliki Pertamina," terangnya.
Jika restrukturisasi utang Garuda ternyata berhasil, Pelita Air tetap bakal dioperasikan sebagai maskapai full service domestik. Tiko mengungkapkan, masalah utama Garuda adalah biaya leasing yang melebihi kewajaran dan jenis pesawat yang digunakan terlalu banyak. Antara lain, Boeing 737, Boeing 777, Airbus A320, Airbus A330, ATR, dan Bombardier.
Hal tersebut mengakibatkan inefisiensi dalam perawatan, manajemen operasional penerbangan, hingga pelatihan cabin crew. "Intinya, inefisiensi dan banyak rute yang dipaksakan untuk diterbangi meski tidak profitable," ujarnya.(c7/noe/jpg)