Minggu, 8 September 2024

Usai Alih Kelola ke PHR, Sektor Pertambangan Tunjukkan Pertumbuhan Positif

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) –  Minyak bumi memberikan kontribusi besar dalam perekonomian Riau. Usai alih kelola PT Chevron ke PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) menunjukkan produksi yang membaik. Bahkan produksi pada triwulan III 2021 lebih baik dari triwulan II 2021
 
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau Misfaruddin mengatakan, hal belum pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya. 
 
"Ini mungkin terjadi karena sebelumnya Chevron mau meninggalkan, jadi tidak menggali sumur-sumur baru. Setelah eksplorasi sumber baru oleh PHR, kini yang tadinya turun jadi relatif bertahan," jelasnya. 
 
Ia mengungkapkan, triwulan sebelumnya sektor pertambangan pertumbuhannya adalah minus 7, dan kini menjadi minus empat. Diakuinya memang masih tumbuh negatif, tapi pertumbuhannya terus mengalami peningkatan, dan jika bisa menyentuh angka 0 maka akan sangat baik. 
 
Misfaruddin menjelaskan, selama ini pertambangan menjadi sumber pertumbuhan negatif ekonomi provinsi Riau. Andaikan sektor lain di Riau semuanya tumbuh 0, dan sektor migas tumbuh normal seperti ketika dikelola Chevron, maka ekonomi Riau sudah tumbuh minus 1,5. 
 
"Penyumbang negatif itu pertambangan, karena sumurnya sudah tua dan tidak dilakukan pencarian sumber-sumber baru migas," paparnya. 
 
Selain itu, ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) mengalami peningkatan. Di saat sektor perekonomian lainnya menurun, justru ekspor sawit mencapai tingkat tertinggi sepanjang sejarah, di mana  pada Agustus 2021, ekspor mencapai 2,2 miliar dolar AS. 
 
"Belum pernah setinggi itu di kurun waktu sebelumnya. Baik digabung Riau-Kepri atau Riau sendiri. Ini rekor," tukasnya. 
 
Tingginya permintaan luar negeri akan minyak sawit membuat perekonomian Riau bisa bertahan di angka positif. Ketika daerah-daerah lain yang mengandalkan sektor pariwisata tidak bergerak, justru Riau mengalami peningkatan. 
 
Usai digempur pandemi sejak 2020 lalu, perekonomian mengalami guncangan tak terkecuali di Riau. Selama 2021 perlahan-lahan mulai menunjukkan peningkatan yang lebih baik dibandingkan dengan tahun 2020, di mana ekonomi Riau saat itu terkontraksi (turun) 1,12 persen. 
 
Misfaruddin mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi dalam tiga triwulan berturut-turut tumbuh positif. Pada triwulan I perekonomian nasional tumbuh negatif, namun Riau berhasil tumbuh positif yaitu 0,4 persen. Pada triwulan II tumbuh 5,1 persen, dan triwulan III 4,1 persen. 
 
"Bahkan dari Januari sampai September 2021, dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, ekonomi 3,19 persen lebih tinggi. Ini menunjukkan mulai ada recovery dibandingkan saat ekonomi lemah pada tahun lalu," jelasnya, Kamis (13/1/2021). 
 
Membaiknya perekonomian Riau juga berimbas pada sektor pariwisata. Pada triwulan IV bulan Oktober, tingkat penghunian kamar (TPK) hotel berbintang mengalami kenaikan. Jika biasanya berada di angka 20-30 persen, pada bulan tersebut menjadi 49 persen. 
 
"Artinya sudah mendekati seperti dulu sebelum pandemi. Di Desember kan tidak jadi PPKM Level 3, mudah-mudahan TPK hotel meningkat, sehingga membawa efek positif di triwulan IV. Hotel buka, tempat wisata buka, perdangangan, travel, dan lain-lain yang terkait pariwisata terimbas. Triwulan IV mulai ada peningkatan, yang berimbas juga pada perdagangan dan jasa. Indikasinya seperti itu, hasilnya nanti kita lihat di 5 Februari," tutur Misfaruddin. 
 
Lebih lanjut BPS merekomendasikan kepada pemerintah, agar dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Karena tak semua penduduk Riau bekerja di sektor sawit, masih banyak yang bekerja di perkebunan kelapa, sagu, dan komoditas lain, serta lapangan usaha ekonomi yang terdampak langsung pandemi Covid-19 seperti kegiatan penyediaan akomodasi, restoran, perdagangan, jasa wisata, transportasi, dan jasa-jasa lainnya. 
 
Stimulus-stimulus pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional (PEN) juga memberikan dorongan kepada masyarakat. Ini terlihat dari adanya peningkatan daya beli, di mana berdasarkan data dari BPS, pengeluaran konsumsi rumah tangga di Riau pada triwulan II dan III sudah mulai membaik. 
 
"Pengaruh bantuan pemerintah terlihat di situ. Kegiatan ekonomi mikro juga terbantu  bisa dilihat dari pertumbuhan di sektor perdagangan dan jasa yang kecil-kecil, ada indikasi positif. PEN juga mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Dengan adanya uang yang digulirkan hal-hal seperti itu bisa ditahan," tukasnya. 
 
Misfaruddin mengungkapkan, ekonomi Riau masih di-drive oleh perusahaan-perusahaan besar, seperti pertambangan migas, dan pabrik sawit, dan lain-lain. 
 
Saat ini, diperlukan program untuk geliatkan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Ia juga mengapresiasi Pemerintah Provinsi Riau dan Bank Indonesia Riau yang telah memiliki program, khususnya meminimalisir ketergantungan Riau akan pangan dari luar daerah. 
 
"Alangkah bagusnya jika program unggulan di BI ini dilanjutkan secara terukur, akan bisa meningkatkan produk pangan kita," paparnya. 
 
Tak hanya itu, Misfaruddin menambahkan, bagi semua lini mulai dari masyarakat, dunia usaha, pendidikan, pemerintah, harus tetap mengoptimalkan disiplin protokol kesehatan dan pelaksanaan vaksinasi Covid-19, agar dapat mencegah peningkatan kasus positif Covid-19 di Riau. 
 
Sementara itu, naiknya perekonomian di Riau dapat memicu adanya gejolak harga dan mengakibatkan inflasi. Hal ini juga harus diantisipasi, semakin tinggi harga keperluan masyarakat, dapat berefek pada menurunnya daya beli. 
 
"Beberapa pola yang kita kembangkan supaya inflasi terkendali, seperti yang saya bilang tadi program BI dan Pemrov digalakkan. Kita memutus beberapa rantai ketergantungan dengan pihak-pihak tetangga," ucapnya. 
 
BPS menjadi potret perkembangan perekonomian Riau. Pihaknya juga selalu menginformasikan hal itu kepada Pemerintah Provinsi Riau juga dengan Gubernur Riau.
 
Laporan: Mujawaroh Annafi (Pekanbaru) 
 
Editor: Erwan Sani
 
 
Baca Juga:  Danamart Siapkan Rp200 Miliar untuk Riau
PEKANBARU (RIAUPOS.CO) –  Minyak bumi memberikan kontribusi besar dalam perekonomian Riau. Usai alih kelola PT Chevron ke PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) menunjukkan produksi yang membaik. Bahkan produksi pada triwulan III 2021 lebih baik dari triwulan II 2021
 
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau Misfaruddin mengatakan, hal belum pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya. 
 
"Ini mungkin terjadi karena sebelumnya Chevron mau meninggalkan, jadi tidak menggali sumur-sumur baru. Setelah eksplorasi sumber baru oleh PHR, kini yang tadinya turun jadi relatif bertahan," jelasnya. 
 
Ia mengungkapkan, triwulan sebelumnya sektor pertambangan pertumbuhannya adalah minus 7, dan kini menjadi minus empat. Diakuinya memang masih tumbuh negatif, tapi pertumbuhannya terus mengalami peningkatan, dan jika bisa menyentuh angka 0 maka akan sangat baik. 
 
Misfaruddin menjelaskan, selama ini pertambangan menjadi sumber pertumbuhan negatif ekonomi provinsi Riau. Andaikan sektor lain di Riau semuanya tumbuh 0, dan sektor migas tumbuh normal seperti ketika dikelola Chevron, maka ekonomi Riau sudah tumbuh minus 1,5. 
 
"Penyumbang negatif itu pertambangan, karena sumurnya sudah tua dan tidak dilakukan pencarian sumber-sumber baru migas," paparnya. 
 
Selain itu, ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) mengalami peningkatan. Di saat sektor perekonomian lainnya menurun, justru ekspor sawit mencapai tingkat tertinggi sepanjang sejarah, di mana  pada Agustus 2021, ekspor mencapai 2,2 miliar dolar AS. 
 
"Belum pernah setinggi itu di kurun waktu sebelumnya. Baik digabung Riau-Kepri atau Riau sendiri. Ini rekor," tukasnya. 
 
Tingginya permintaan luar negeri akan minyak sawit membuat perekonomian Riau bisa bertahan di angka positif. Ketika daerah-daerah lain yang mengandalkan sektor pariwisata tidak bergerak, justru Riau mengalami peningkatan. 
 
Usai digempur pandemi sejak 2020 lalu, perekonomian mengalami guncangan tak terkecuali di Riau. Selama 2021 perlahan-lahan mulai menunjukkan peningkatan yang lebih baik dibandingkan dengan tahun 2020, di mana ekonomi Riau saat itu terkontraksi (turun) 1,12 persen. 
 
Misfaruddin mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi dalam tiga triwulan berturut-turut tumbuh positif. Pada triwulan I perekonomian nasional tumbuh negatif, namun Riau berhasil tumbuh positif yaitu 0,4 persen. Pada triwulan II tumbuh 5,1 persen, dan triwulan III 4,1 persen. 
 
"Bahkan dari Januari sampai September 2021, dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, ekonomi 3,19 persen lebih tinggi. Ini menunjukkan mulai ada recovery dibandingkan saat ekonomi lemah pada tahun lalu," jelasnya, Kamis (13/1/2021). 
 
Membaiknya perekonomian Riau juga berimbas pada sektor pariwisata. Pada triwulan IV bulan Oktober, tingkat penghunian kamar (TPK) hotel berbintang mengalami kenaikan. Jika biasanya berada di angka 20-30 persen, pada bulan tersebut menjadi 49 persen. 
 
"Artinya sudah mendekati seperti dulu sebelum pandemi. Di Desember kan tidak jadi PPKM Level 3, mudah-mudahan TPK hotel meningkat, sehingga membawa efek positif di triwulan IV. Hotel buka, tempat wisata buka, perdangangan, travel, dan lain-lain yang terkait pariwisata terimbas. Triwulan IV mulai ada peningkatan, yang berimbas juga pada perdagangan dan jasa. Indikasinya seperti itu, hasilnya nanti kita lihat di 5 Februari," tutur Misfaruddin. 
 
Lebih lanjut BPS merekomendasikan kepada pemerintah, agar dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Karena tak semua penduduk Riau bekerja di sektor sawit, masih banyak yang bekerja di perkebunan kelapa, sagu, dan komoditas lain, serta lapangan usaha ekonomi yang terdampak langsung pandemi Covid-19 seperti kegiatan penyediaan akomodasi, restoran, perdagangan, jasa wisata, transportasi, dan jasa-jasa lainnya. 
 
Stimulus-stimulus pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional (PEN) juga memberikan dorongan kepada masyarakat. Ini terlihat dari adanya peningkatan daya beli, di mana berdasarkan data dari BPS, pengeluaran konsumsi rumah tangga di Riau pada triwulan II dan III sudah mulai membaik. 
 
"Pengaruh bantuan pemerintah terlihat di situ. Kegiatan ekonomi mikro juga terbantu  bisa dilihat dari pertumbuhan di sektor perdagangan dan jasa yang kecil-kecil, ada indikasi positif. PEN juga mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Dengan adanya uang yang digulirkan hal-hal seperti itu bisa ditahan," tukasnya. 
 
Misfaruddin mengungkapkan, ekonomi Riau masih di-drive oleh perusahaan-perusahaan besar, seperti pertambangan migas, dan pabrik sawit, dan lain-lain. 
 
Saat ini, diperlukan program untuk geliatkan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Ia juga mengapresiasi Pemerintah Provinsi Riau dan Bank Indonesia Riau yang telah memiliki program, khususnya meminimalisir ketergantungan Riau akan pangan dari luar daerah. 
 
"Alangkah bagusnya jika program unggulan di BI ini dilanjutkan secara terukur, akan bisa meningkatkan produk pangan kita," paparnya. 
 
Tak hanya itu, Misfaruddin menambahkan, bagi semua lini mulai dari masyarakat, dunia usaha, pendidikan, pemerintah, harus tetap mengoptimalkan disiplin protokol kesehatan dan pelaksanaan vaksinasi Covid-19, agar dapat mencegah peningkatan kasus positif Covid-19 di Riau. 
 
Sementara itu, naiknya perekonomian di Riau dapat memicu adanya gejolak harga dan mengakibatkan inflasi. Hal ini juga harus diantisipasi, semakin tinggi harga keperluan masyarakat, dapat berefek pada menurunnya daya beli. 
 
"Beberapa pola yang kita kembangkan supaya inflasi terkendali, seperti yang saya bilang tadi program BI dan Pemrov digalakkan. Kita memutus beberapa rantai ketergantungan dengan pihak-pihak tetangga," ucapnya. 
 
BPS menjadi potret perkembangan perekonomian Riau. Pihaknya juga selalu menginformasikan hal itu kepada Pemerintah Provinsi Riau juga dengan Gubernur Riau.
 
Laporan: Mujawaroh Annafi (Pekanbaru) 
 
Editor: Erwan Sani
 
 
Baca Juga:  Samsung Kenalkan A Series Baru
Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari