Perketat Pengawasan Pinjol Ilegal

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Meningkatnya penyaluran pembiayaan berbasis online, dijadikan kesempatan pelaku pinjaman online (pinjol) ilegal. Sampai saat ini praktik pinjol ilegal masih kerap ditemukan di masyarakat. Sejumlah kalangan meminta pemerintah, khususnya OJK dan Satgas Waspada Investasi (SWI), menertibkan pinjol ilegal sampai tuntas.

Desakan tersebut di antaranya disampaikan Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta A Tholabi Kharlie. Menurut dia pinjol sebagai bagian dari ekosistem fintek harus benar-benar diawasi. Sehingga keberadaan pinjol ilegal dapat dibasmi dan tak lagi meresahkan masyarakat.

- Advertisement -

"Praktik pinjol yang bermasalah telah merugikan masyarakat. Banyak masyarakat yang terjerat praktik pinjol ini," kata Tholabi, kemarin (6/9). Dia menegaskan perlu ada upaya sistemik dari regulator dan penegak hukum supaya praktik pinjol ilegal segera diselesaikan dengan tuntas.

Tholabi menuturkan penegakan hukum mutlak dilakukan. Supaya menimbulkan efek jera bagi para pelaku atau pemilik pinjol ilegal.

- Advertisement -

Menurutnya semestinya pemerintah bisa memberantas seratus persen pinjol ilegal. Selama ini memang sudah ada sejumlah pinjol ilegal yang sudah ditertibkan. Tetapi yang tetap beroperasi dan merugikan masyarakat masih banyak.

Dia juga meminta kepada Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai asosiasi yang diakui OJK, melakukan pengawasan dan penegakan kode etik anggotanya yang bermasalah. Tholabi mengatakan kode etik yang ada selama ini sudah cukup baik dari sisi materinya. Tetapi masalahnya adalah pengawasan penegakan kode etik tersebut. Jika ada anggota yang melanggar kode etik itu, perlu segera dijatuhi sanksi sesuai ketentuan berlaku.

Edukasi kepada masyarakat soal pinjol juga harus digencarkan. Supaya masyarakat bisa mengetahui pinjol yang resmi dan bodong.

Dia mengatakan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta segera membuka forum konsultasi dan advokasi masyarakat yang memiliki masalah dengan pinjol.

Layanan ini sebagai wujud pengabdian kepada masyarakat. Selaina itu juga rasa empati dan edukasi kepada masyarakat yang terjerat persoalan dengan pinjol.

SWI mencatat nilai outstanding pinjol ilegal mencapai Rp236,47 triliun per 25 Agustus 2021. Jumlah tersebut tersalurkan kepada 66,7 juta peminjam oleh 709.688 entitas lender. Ketua SWI Tongam L Tobing mengatakan, keperluan masyarakat untuk mendapat pembiayaan cepat telah dimanfaatkan oleh oknum pinjol ilegal. Padahal entitas tidak berizin tersebut menetapkan suku bunga tinggi, fee besar, denda tidak terbatas, dan teror.

"Sampai Juli 2021, pinjaman online yang telah dihentikan sebanyak 3,365 entitas," terangnya.

Dia mengatakan, mudahnya mengunggah aplikasi dan banyak lokasi server yang ditempatkan di luar negeri menyulitkan pemberantasan. Di sisi lain, rendahnya literasi masyarakat, terbatasnya pemahaman terhadap pinjol, dan tidak melakukan pengecekan legalitas menjadi perhatian regulator.

"Juga, adanya keperluan mendesak lantaran kesulitan keuangan masyarakat tidak mengecek dan buru-buru mengajukan pinjaman online," jelas Tongam.(wan/han/jpg)

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Meningkatnya penyaluran pembiayaan berbasis online, dijadikan kesempatan pelaku pinjaman online (pinjol) ilegal. Sampai saat ini praktik pinjol ilegal masih kerap ditemukan di masyarakat. Sejumlah kalangan meminta pemerintah, khususnya OJK dan Satgas Waspada Investasi (SWI), menertibkan pinjol ilegal sampai tuntas.

Desakan tersebut di antaranya disampaikan Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta A Tholabi Kharlie. Menurut dia pinjol sebagai bagian dari ekosistem fintek harus benar-benar diawasi. Sehingga keberadaan pinjol ilegal dapat dibasmi dan tak lagi meresahkan masyarakat.

"Praktik pinjol yang bermasalah telah merugikan masyarakat. Banyak masyarakat yang terjerat praktik pinjol ini," kata Tholabi, kemarin (6/9). Dia menegaskan perlu ada upaya sistemik dari regulator dan penegak hukum supaya praktik pinjol ilegal segera diselesaikan dengan tuntas.

Tholabi menuturkan penegakan hukum mutlak dilakukan. Supaya menimbulkan efek jera bagi para pelaku atau pemilik pinjol ilegal.

Menurutnya semestinya pemerintah bisa memberantas seratus persen pinjol ilegal. Selama ini memang sudah ada sejumlah pinjol ilegal yang sudah ditertibkan. Tetapi yang tetap beroperasi dan merugikan masyarakat masih banyak.

Dia juga meminta kepada Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai asosiasi yang diakui OJK, melakukan pengawasan dan penegakan kode etik anggotanya yang bermasalah. Tholabi mengatakan kode etik yang ada selama ini sudah cukup baik dari sisi materinya. Tetapi masalahnya adalah pengawasan penegakan kode etik tersebut. Jika ada anggota yang melanggar kode etik itu, perlu segera dijatuhi sanksi sesuai ketentuan berlaku.

Edukasi kepada masyarakat soal pinjol juga harus digencarkan. Supaya masyarakat bisa mengetahui pinjol yang resmi dan bodong.

Dia mengatakan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta segera membuka forum konsultasi dan advokasi masyarakat yang memiliki masalah dengan pinjol.

Layanan ini sebagai wujud pengabdian kepada masyarakat. Selaina itu juga rasa empati dan edukasi kepada masyarakat yang terjerat persoalan dengan pinjol.

SWI mencatat nilai outstanding pinjol ilegal mencapai Rp236,47 triliun per 25 Agustus 2021. Jumlah tersebut tersalurkan kepada 66,7 juta peminjam oleh 709.688 entitas lender. Ketua SWI Tongam L Tobing mengatakan, keperluan masyarakat untuk mendapat pembiayaan cepat telah dimanfaatkan oleh oknum pinjol ilegal. Padahal entitas tidak berizin tersebut menetapkan suku bunga tinggi, fee besar, denda tidak terbatas, dan teror.

"Sampai Juli 2021, pinjaman online yang telah dihentikan sebanyak 3,365 entitas," terangnya.

Dia mengatakan, mudahnya mengunggah aplikasi dan banyak lokasi server yang ditempatkan di luar negeri menyulitkan pemberantasan. Di sisi lain, rendahnya literasi masyarakat, terbatasnya pemahaman terhadap pinjol, dan tidak melakukan pengecekan legalitas menjadi perhatian regulator.

"Juga, adanya keperluan mendesak lantaran kesulitan keuangan masyarakat tidak mengecek dan buru-buru mengajukan pinjaman online," jelas Tongam.(wan/han/jpg)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya