JAKARTA, (RIAUPOS.CO) – Usai terjerembab sembilan bulan lamanya, Indonesia akhirnya bisa keluar dari jurang resesi. Hal itu dibuktikan dengan pertumbuhan ekonomi RI kuartal II 2021 yang bertengger tinggi di level 7,07 persen.
Padahal, pada kuartal I 2021, pertumbuhan ekonomi RI masih terpuruk di angka 0,74 persen. Raihan 7,07 persen itu menjadi yang tertinggi sejak krisis 2008 silam. Kala itu subprime mortgage di AS memicu krisis di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Jika ditilik ke belakang sebelum pandemi, pertumbuhan ekonomi RI sejatinya sudah on track. Namun, pandemi Covid-19 mengubah segalanya. Usai 22 tahun berlalu, RI dinyatakan mengalami resesi pada kuartal III 2020. Itu setelah BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2020 mandeg di angka -3,49 persen. Angka itu melengkapi penderitaan RI yang pada kuartal II 2020 pertumbuhan ekonominya mencatat -5,32 persen.
Dengan dua kuartal berturut-turut mengalami pertumbuhan ekonomi minus, RI resmi dinyatakan masuk ke jurang resesi. Padahal, sejarah mencatat, ekonomi RI pernah berada di titik terendah ketika krisis moneter (krismon) 1998 silam, yakni anjlok -13,13 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menjelaskan, pertumbuhan ekonomi RI bisa melompat jauh 7,07 persen dipicu oleh dua faktor. "Selain ada pemulihan ekonomi, ada faktor low base effect (rendahnya basis data pembanding) di tahun lalu atau turun cukup tajam di 2020 lalu," ujarnya, kemarin (5/8).
Unsur low base sangat berperan dalam mengerek angka pertumbuhan ekonomi 7,07 persen. Sebab, pembanding yang digunakan adalah realisasi sebelumnya di saat ekonomi terpuruk minus.
Low base effect tidak hanya dialami RI. Negara-negara seperti AS juga mengalaminya, yakni tumbuh 12,2 persen tapi pada kuartal II 2020 -9,1 persen. Ada juga Singapura yang melesat hingga 14,3 persen tapi di kuartal sama tahun lalu merosot jadi -13,3 persen. Selain itu, lanjut Margo, jika dilihat secara pola kuartalan, ekonomi RI pada kuartal II memang selalu bertumbuh lebih baik dibanding kuartal I. Ke depan, jika menilik tren yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, kuartal III semestinya lebih baik dibanding kuartal triwulan II. Namun, hal itu hanya bisa terjadi jika aktivitas ekonomi juga membaik.
Sebagai pengingat, pada 3 Juli 2021 hingga 9 Agustus mendatang pemerintah menerapkan PPKM darurat atau Level 4 dan 3. Kebijakan itu tentu mempengaruhi dinamika pertumbuhan ekonomi pada kuartal III.
"Seharusnya kuartal III itu membaik kalau pola-polanya membaik, tapi kalau (aktivitas ekonomi) terbatas ya bisa menjadi berbeda," imbuhnya.
Realisasi 7,07 persen itu sesuai dengan proyeksi pertumbuhan yang dipatok oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. "Angka 7,07 persen sangat dekat dengan prediksi yang dilakukan oleh Kemenkeu di 7,1 persen, jadi kalau dibulatkan sama persis," ujar Ani, sapaan akrab Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual, kemarin (5/8).
Ani memastikan, seluruh mesin pendorong ekonomi telah pulih. Secara umum, arah pemulihan ekonomi sudah berada di jalur yang benar.
Hal itu tak lepas dari ekspansi fiskal pemerintah melalui APBN. "Jadi pemerintah menjadi satu-satunya faktor yang coba menarik faktor ekonomi sendiri. Tentu tidak akan bisa menghasilkan hasil yang optimal, sehingga kuartal II ini seluruh mesin pertumbuhan sekarang sudah pulih kembali," jelasnya dalam konferensi pers virtual bersama para menteri ekonomi, kemarin (5/8).
Mesin-mesin tersebut adalah konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,93 persen, LNPRT tumbuh 4,12 persen, belanja pemerintah tumbuh 8,06 persen, investasi/PMTB tumbuh 7,54 persen, ekspor tumbuh 31,78 persen, dan impor tumbuh 31,22 persen.
Lantas, bagaimana dengan proyeksi ke depan? Ani memproyeksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III akan melambat. Ekonomi diramal akan tetap ada di jalur positif meski tak setinggi kuartal II yang mampu menembus 7,07 persen.
"Kita masih berharap antara range 3,7 persen dengan 4,0 persen untuk kuartal III 2021. Ini sebuah tantangan karena kita hanya bisa melakukan pada upper end, apabila delta bisa dikendalikan dan mobilitas serta kegiatan ekonomi mulai bisa berjalan secara normal kembali," jelas Ani.
Pemerintah, lanjut Ani, masih terus waspada pada berbagai dinamika yang terjadi. Terutama perkembangan varian delta yang terus membayangi.
"Kewaspadaan kita masih sangat tinggi terutama karena kita lihat masih ada sektor yang akan terpengaruh karena adanya Covid-19 secara sangat tidak proporsional. Ada sektor yang memiliki resiliensi yang lebih tinggi dan oleh karena itu kita berharap akan terus terjaga," tuturnya.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto juga memproyeksikan hal senada. Meski pada kuartal III ada tekanan, namun dia masih yakin pada kuartal IV pertumbuhan ekonomi akan kembali naik. Dengan ramalan itu, Airlangga masih optimis pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun bisa mencapai angka 3,7-4,5 persen.
"Pemerintah melihat, kuartal IV adalah potensi untuk membalikkan keadaan kembali. Karena kita punya tabungan 7,07 di kuartal II, maka diharapkan angka 3,7-4,5 yoy di akhir tahun bisa tercapai," jelas mantan menperin itu.
Meski begitu, dia mengapresiasi RI yang bisa tumbuh lebih tinggi dari sejumlah negara di Asia. Misalnya, India yang tumbuh 1,6 persen, Vietnam 6,6 persen, dan Korea Selatan 6,9 persen. Turut menambahkan, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan bahwa industri manufaktur ikut memberikan peran signifikan pada pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi 1,35 persen.
Adapun 5 sektor industri manufaktur yang pertumbuhannya sangat besar, lanjut Agus, adalah industri alat angkutan, industri logam dasar, industri mesin dan perlengkapan, industri Karet barang dari karet dan plastik, industri kimia farmasi dan obat tradisional. "Kementerian Perindustrian memprediksi pada kuartal III 2021 pertumbuhan manufaktur akan berkisar 3 sampai 4 persen dan kuartal IV 2021 akan mencapai 4 sampai 5 persen," tegas Menperin.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan bahwa pertumbuhan tersebut ditopang oleh beberapa komponen, salah satunya konsumsi rumah tangga yang turut tumbuh 5,93 persen. Lebih detil, Lutfi menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II juga ditopang oleh pembentukan modal tetap bruto investasi 7,54 persen, pertumbuhan ekspor 31,78 persen, pertumbuhan impor 31,22 persen, dan pertumbuhan pemerintah tumbuh 8,06 persen.
"Di sektor perdagangan sendiri sektor transportasi dan pergudangan tumbuh 25,1 persen. Artinya logistik ini tumbuh tinggi sekali dibandingkan pada periode yang sama 2020," ujarnya.
Lutfi menambahkan bahwa sektor lain yang tumbuh adalah sektor akomodasi dan makanan minuman yang tumbuh 21,58 persen, sektor perdagangan termasuk ritel tumbuh 9,44 persen, dan sektor industri pengolahan juga tumbuh sebesar 6,58 persen.
"Harapan tersebut juga semakin membaik karena indeks kepercayaan konsumen pada Mei dan Juni 2021 sudah tumbuh 107 poin, artinya kepercayaan indeks konsumen ini sangat baik dan sangat menguat," tegasnya.
Indeks kepercayaan konsumen, sambung Lutfi, juga tercermin pada pertumbuhan penjualan mobil pada kuartal II 2021 yang tumbuh 758 persen dibanding periode sama tahun 2020. Di segmen kendaraan roda dua, juga terjadi pertumbuhan 268 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2020.
Terpisah, ekonom senior sekaligus mantan menkeu Chatib Basri memandang, PPKM level 4 akan membawa dampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi di kuartal III.
"Ada satu variabel yang kita tidak bisa prediksi, yaitu pandemi. Jadi (pertumbuhan ekonomi) ini akan sangat tergantung. Kalau varian mutan terjadi, mau tidak mau pemerintah di mana pun harus mengetatkan lagi mobilitas," jelasnya.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyatakan, capaian PDB kuartal II 2021 merupakan sinyal positif perbaikan ekonomi nasional. Khususnya, selama periode April-Juni. "Sentimen ini juga direspons positif indeks harga saham gabungan (IHSG) yang finis di level 6.205,42 pada penutupan perdagangan hari ini (kemarin, red)," paparnya.
Adanya kebijakan stimulus di sektor properti dan kendaraan bermotor, lanjut dia, mempunyai multiplier effect tinggi mendorong konsumsi rumah tangga. Alhasil, penjualan mobil naik 758,68 persen YoY dan sepeda motor sebesar 268,64 persen YoY.
Wimboh menyebut, pertumbuhan ekonomi juga didorong pertumbuhan kredit. Sejak awal tahun sampai Juni 2021, tercatat total pembiayaan mencapai Rp5.581 triliun. Tumbuh sebesar Rp 100,23 triliun atau 1,83 persen year-to-date.
Sementara itu, lepasnya Indonesia dari resesi membuat Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) semakin optimistis dalam menyalurkan kredit di sisa tahun ini. Sekaligus, yakin bahwa momentum pemulihan ekonomi semakin dekat. Ketua Himbara Sunarso mengatakan, pihaknya telah menjadi mitra utama pemerintah dalam implementasi PEN. Hingga Mei 2021, total penyaluran stimulus PEN tercatat Rp370,55 triliun untuk 51,77 juta penerima. Sedangkan, realisasi restrukturisasi kredit Himbara atas nasabah terdampak Covid-19 mencapai 3,43 juta nasabah dengan baki debet Rp411,14 triliun.
Perbaikan kondisi ekonomi ditopang pertumbuhan kredit perbankan yang dalam 8 bulan terakhir tumbuh positif 0,6 persen YoY ada Juni. Di BRI pembiayaan untuk segmen mikro tumbuh 17 persen. "Ini menunjukkan pemulihan yang nyata baik dari sisi permintaan maupun produksi dan diharapkan menjadi titik balik pemulihan dan percepatan ekonomi ke depan. Momentum ini harus dijaga," ujar Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk itu.
Menurut Sunarso, untuk menjaga keberlanjutan pemulihan ekonomi perlu beberapa faktor. Antara lain, akselerasi vaksinasi yang masif. Lalu, dukungan kebijakan fiskal dan moneter yang tepat untuk menopang pertumbuhan. "Dalam hal ini pemerintah mendukung pemulihan ekonomi dengan berbagai kebijakan yang pro growth dan pro poor," imbuhnya.
Kinerja ekspor juga harus lebih baik tahun ini. Itu terkait pemulihan ekonomi global untuk mendorong sektor eksternal ekonomi domestik. Selain itu penting menjaga iklim investasi yang berpeluang lebih tinggi. Sehingga berimplikasi terhadap penyerapan tenaga kerja.
Terakhir, adalah meningkatkan konsumsi masyarakat. Berdasarkan tracking pola belanja oleh Himbara, masyarakat Indonesia semakin cepat melakukan penyesuaian belanja setelah pelonggaran pembatasan mobilitas. Dengan begitu, transaksi belanja akan kembali meningkat ketika kasus Covid-19 dapat diturunkan secara berkelanjutan. Juga jika pembatasan aktivitas ekonomi kembali dilonggarkan lagi. Dengan pola tersebut, kata Sunarso, pertumbuhan kredit akan kembali tercatat positif hingga akhir 2021.
Sementara itu Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi Golkar Dito Ganinduto mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia 7,07 persen adalah hasil dari kebijakan yang diterapkan pemerintah. Menurut dia, hal itu merupakan pertumbuhan ekonomi yang sangat besar sejak 2004.
Jadi, seiring diberlakukan kebijakan PPKM dalam mengurangi mobilitas masyarakat, akan tetapi ekonomi tetap berjalan dengan baik. "Hal tersebut tidak terlepas dari kerja sama antara pemerintah dan DPR atas kebijakan perekonomian terhadap pemulihan ekonomi di Indonesia," paparnya saat konferensi pers di kantor DPP Partai Golkar kemarin.(dee/agf/han/lum/jpg/anf)